Transformation 13

1176 Kata
"Bagaimana aku harus membuktikan bahwa kami tidak ditandai?" tanya Yeona dingin. "Mudah saja, jika kupu-kupunya kembali, berarti salah satu dari kalian sudah ditandai." "Hanya aku dan Mila? Bukankah kalian juga ada kemungkinan untuk ditandai?" Raya tertawa pelan. "Satu-satunya yang memiliki kontak dekat dengan Black Butterfly dan selamat hanya kalian berdua, jadi tentu saja kalian yang paling mencurigakan." Iyan menatap Mila dan Yeona bergantian sebelum berbalik ke tempat dia menaruh ransel. Saat kembali, dia membawa sebuah alat pendeteksi virus di tangannya. "Untuk apa itu?" tanya Raya. "Tanda yang Black Butterfly tinggalkan biasanya mengandung virus, jadi seharusnya bisa dideteksi dengan ini." "Apakah akurat?" Iyan mengangguk tanpa ragu. "Ini bukan pertama kalinya timku menghadapi monster itu." Raya mengumpat dalam hati, sama sekali tidak menyangka alat pendeteksi virus bisa digunakan untuk hal seperti itu, dan lebih tidak menyangka lagi Iyan akan menolong Mila dan Yeona setelah berkonflik. 'Bukankah di saat seperti ini Iyan harus mendukungnya untuk memojokkan Yeona? Selagi Homi tidak bisa melakukan apa-apa.' batin Raya kesal. Iyan memeriksa Mila lebih dulu. Cara Black Butterfly menandai adalah dengan menaburkan serbuk dari sayap mereka ke tubuh mangsa yang kemudian akan melekat dengan sangat erat, tapi karena tampilannya yang transparan, sangat sulit untuk dilihat oleh mata telanjang. Karena itu, hanya bisa melepaskannya di dalam distrik. Sedangkan jika ada di alam liar dan dalam keadaan terdesak, orang yang ditandai akan memotong bagian tubuh mereka yang memiliki serbuk. Iyan terlebih dahulu memeriksa Mila. Mendeteksi seluruh tubuhnya selama beberapa menit dan menunggu sekitar lima menit lagi hingga alat pendeteksi mengeluarkan hasil. Dan sesuai dugaan Yeona, Mila sama sekali tidak memiliki tanda di tubuhnya. "Yeona sudah bilang kami tidak ditandai." Mila berkacak pinggang, untuk pertama kalinya berani menatap seseorang cukup tajam. Sayangnya, dengan wajahnya itu, tidak ada yang bisa takut pada tatapan tajamnya. Yeona tertawa pelan dan menepuk pundak gadis itu sebelum maju untuk diperiksa oleh Iyan Tapi, sebelum alat itu bahkan menyentuh tubuh Yeona, seseorang tiba-tiba berteriak dan menunjuk ke langit. Yeona dan Iyan seketika menoleh ke mana telunjuk orang itu mengarah, dan menemukan segerombolan kupu-kupu hitam membentuk gumpalan awan gelap yang terbang ke arah mereka. "Masuk ke dalam air." Iyan memberikan aba-aba yang dipatuhi dengan cepat oleh anggota yang lain. Saat ini, kondisi Homi tidak begitu baik, sehingga dia harus memakai alat bantu pernapasan di dalam air agar bisa bertahan lebih lama. Dari dasar sungai, Yeona bisa melihat gumpalan gelap dari kerumunan kupu-kupu itu terbang mengelilingi sungai selama beberapa saat sebelum pergi. "Aku sudah bilang, dia pasti sudah ditandai!" Begitu keluar dari air, Raya langsung menuding ke arah Yeona. "Percuma saja terus bersembunyi, mereka bisa menemukan kita kapan saja." "Jangan menuduh sembarangan! Yeona belum diperiksa." Mila berteriak kesal. "Kenapa kita tidak memeriksa semua orang saja?" "Tidak ada waktu." Iyan menanggapi. Dia menatap Yeona sejenak sebelum meraih ranselnya. "Lebih baik kita tinggalkan tempat ini dulu sebelum kupu-kupu itu datang lagi." "Tapi ... "Raya, situasi kita sedang tidak baik. Jangan memperburuk keadaan. Kita akan memeriksa lagi setelah menjauh dari tempat ini." Raya menghentakkan kakinya dengan kesal kemudian pergi lebih dulu bersama antek-anteknya. Tapi, kupu-kupu itu memang terus menerus menemukan mereka, total dua kali hingga mereka akhirnya mencapai mobil dan saat itu, Homi sudah sepenuhnya tak sadar. Sedangkan Yeona tidak pernah sempat diperiksa. "Sialan! Mereka datang lagi!" Ralph berlari ke dalam mobil membawa Homi. "Cepat naik!" Untuk mengulur waktu, Yeona dan Mila menembak kerumunan kupu-kupu itu, yang setidaknya benar-benar berhasil menghambat gerakan mereka. Yeona masih menembak dan menoleh ke rekannya. "Mila baik ke mobil." "Kamu ... "Aku menyusul di belakangmu." Mila mengangguk patuh dan berlari masuk ke dalam mobil, kemudian berbalik untuk menarik Yeona, tapi seseorang tiba-tiba menariknya dengan keras dan menutup satu-satunya pintu yang masih terbuka untuk Yeona. Mila membelalak. "Apa yang kalian lakukan!" Dia memberontak, tapi teman-teman Raya yang menahannya jauh lebih kuat. "Dia sudah ditandai, kalau dia ikut naik, kita semua bisa mati!" teriak Raya kesal. "Apa kau punya bukti? Yeona bahkan belum diperiksa!" "Kupu-kupu yang terus mengikuti kita adalah bukti!" Mila sangat marah dan cemas, tapi tidak bisa melakukan apa-apa dengan kekuatannya sendiri, jadi dia menoleh ke arah Iyan, berharap pria itu setidaknya memiliki sedikit keadilan di dalam hatinya. Tapi pria itu sejak tadi sudah bersandar memejamkan mata, begitupun dengan Ralph di kursi kemudi. Semuanya sudah sepakat untuk meninggalkan Yeona. "Apa kalian pikir kalian bisa naik dengan aman ke mobil jika bukan Yeona! Dasar tidak tahu terima kasih!" Mila memberontak lebih keras, bahkan menggunakan kakinya untuk menendang siapa saja yang menahannya. "Turunkan aku!" Saat itu, Iyan membuka mata dan memukul tengkuk Mila, kemudian menangkap tubuh gadis itu yang hampir terjatuh. "Jalan," perintahnya. Di luar, Yeona sudah mengerti keadaannya, hanya berdiri menatap mobil yang meninggalkannya semakin jauh, sedangkan kerumunan kupu-kupu di belakang semakin dekat. Lalu kejadian seperti sebelumnya terjadi lagi, kupu-kupu itu mengelilingi Yeona seperti angin puyuh kecil, namun tidak ada satupun yang menyentuhnya, seolah hanya penasaran, kemudian bosan dan pergi. Yeona menghela napas pelan dan menatap sekelilingnya yang dipenuhi pepohonan tinggi nan lebat, dengan berbagai suara hewan yang bersahutan. Tidak sekalipun dia pernah membayangkan akan ditinggalkan oleh timnya seperti ini. Untungnya semua perlengkapan yang dia bawa masih ada, termasuk dengan gelang misi. Setidaknya dengan itu dia bisa tahu harus ke arah mana jika ingin mencapai zona aman. Berbekal pengalaman yang dia dapatkan setelah menjalankan beberapa misi dan pengetahuan dari buku, Yeona bisa bertahan dengan sangat baik hingga keesokan harinya. Tapi hanya sampai di situ, karena di tengah hari pada keesokan harinya, Yeona bertemu lagi dengan segerombolan Bison yang melarikan diri. Para Bison itu masih tidak menyerang Yeona seperti dulu, tapi bahaya sebenarnya bukan mereka, melainkan apa yang mengejarnya. Dari kejauhan, Yeona sudah melihat beberapa pohon tinggi jatuh seolah ditebas oleh sesuatu yang tajam. Dan insting Yeona yang tenang selama ini akhirnya bergetar oleh rasa takut. Yeona mengeratkan pegangan pada ranselnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat. Namun sudah terlambat, hanya beberapa langkah di depannya. Kaki-kaki berbulu namun tajam sudah menghadangnya. Makhluk itu adalah sekor laba-laba super besar berwarna silver, ukurannya bahkan jauh lebih besar daripada buaya raksasa yang terakhir kali mereka temukan. Memiliki kaki-kaki kurus nan tajam juga mulut besar yang baru saja selesai menelan seekor Bison. Ya, laba-laba yang bermutasi memiliki mulut untuk memangsa hewan besar. Kali ini, perlindungan Onix tidak berlaku lagi, karena sesaat setelah mata laba-laba itu bergulir dan menangkap sosok Yeona, dia langsung menyerang dengan benang-benangnya yang sangat tajam. Yeona berguling, menghindari serangannya juga pepohonan yang berhasil rubuh akibat tebasan benang dan kakinya. Monster laba-laba ini, tidak pernah tercatat pada buku manapun yang Yeona temukan, jadi situasinya benar tidak menguntungkan. Yeona membuang ranselnya agar bisa bergerak lebih cepat dan melepaskan banyak tembakan ke kepala makhluk itu, namun alih-alih membuatnya terluka, seperti si laba-laba justru semakin marah dan mengeluarkan lebih banyak benang. "Sial!" Yeona mengumpat pelan dan berlari menghindari beberapa, namun satu benang berhasil menembus pahanya. Rasa sakitnya tertutup oleh rasa panik tatkala bayangan besar menutupi tubuhnya. Yeona berbalik dan mendapati laba-laba itu sudah tepat berada di atasnya, mengangkat salah satu kakinya dan menurunnya dengan kecepatan yang tidak bisa lagi Yeona hindari. Yeona membelalak, seperti rekaman lambat, dia melihat dengan jelas kaki runcing itu menembus dadanya. Jleb ... Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN