Survival 49

1188 Kata
Ada alasan mengapa Zombie yang ukurannya jauh lebih kecil dari binatang buas yang bermutasi dan jauh lebih lemah dari mereka menjadi monster paling ditakuti. Semua itu karena virus yang Zombie bawa jauh lebih ganas dan sangat mudah menginfeksi manusia. Sedikit saja seseorang tergores kuku atau gigi mereka, jika tidak secepatnya dirawat, manusia itu akan segera jadi Zombie. Bagi semua penyintas, terluka saat bertarung dengan Zombie adalah hal menakutkan. Tapi, saat menghadapi Zombie sebanyak sekarang, bagaimana bisa mereka bisa menjamin kemenangan tanpa terluka? "Apa yang harus kita lakukan? Apakah sekolah ini sudah sepenuhnya terkepung?" "Ayo kita periksa. Kamu, kamu dan kamu ikut denganku." Ben menunjuk beberapa pria dan memanggilnya keluar. "Pastikan untuk tidak membuat suara yang bisa menarik perhatian." Yeona memegang busurnya dan diam-diam berjalan ke jendela, tapi saat dia baru saja ingin menyingkap tirai, Qiu Shen menahan tangannya. "Lebih baik untuk tidak melihat," ujar pria itu. Yeona mengerutkan kening dan mendongak. "Biarkan aku melihatnya." Qiu Shen tidak bergerak. "Jauh lebih baik jika aku melihatnya lebih awal, agar saat bertarung aku sudah selesai mempersiapkan diri." Yeona memegang ujung tirai lagi, menatap penuh keyakinan selagi menarik kain itu dari genggaman Qiu Shen. Saat pria itu menghela napas rendah, Yeona tahu bahwa dia sudah berhasil membujuk. Tapi, meski sudah mempersiapkan diri, saat melihat pemandangan di bawah, Yeona tidak bisa menahan getaran tangannya. Sepanjang mata bisa melihat, hanya ada gerombolan Zombie yang berjalan terseok-seok, dengan atau tanpa tubuh yang lengkap. Selain itu, bau busuk juga menguar sangat tajam. "Setelah ratusan tahun, mengapa tubuh mereka tidak terurai?" tanya Yeona. Meskipun Zombie bisa berjalan seolah hidup, tetap tidak melepas fakta bahwa mereka hanyalah seonggok daging tanpa nyawa. "Virus," jawab Qiu Shen pelan. Virus membunuh manusia, menginvasi tubuh mereka, dan menjadikannya mayat abadi. Beberapa saat kemudian, Ben kembali bersama yang lain dan memberitahukan informasi bahwa masih ada jalan untuk mereka lari menggunakan pintu belakang sekolah. Jadi, dengan cepat semua orang berkemas dan meninggalkan tempat itu. "Padahal siang tadi, kota ini terlihat kosong tanpa tanda-tanda adanya Zombie, kenapa mereka tiba-tiba berkumpul di sini?" "Dugaanku, ada Zombie tingkat menengah atau tinggi yang memimpin mereka kemari." Sama seperti Monster binatang buas, Zombie juga memiliki tingkatan mereka sendiri dan sudah umum diketahui bahwa Zombie dengan level yang lebih tinggi bisa memerintah Zombie yang levelnya lebih rendah dari mereka. "Jadi menurutmu, ada Zombie level menengah atau bahkan tinggi sedang mengawasi kita di sini?" "Mungkin saja." "Apakah dia akan menyera ... Boommm! Belum selesai pria itu bertanya, bola api seukuran kepalan tangan orang dewasa melintas di atas kepalanya dan meledakkan pohon yang berada tepat di samping mereka. Saat itu, semua anggota tim sudah berhasil keluar dari gedung dan memasuki hutan. "Dia punya kemampuan!" Ben mengumpat, kemudian mereka semua menatap ke arah bola api itu datang dan melihat sosok tinggi berdiri di atas gedung sekolah, dengan kedua tangan yang memegang bola api. Selain itu, ledakan sebelumnya juga menarik perhatian semua zombie yang berkumpul di depan gedung dan mulai bergerak ke arah mereka. "Tidak baik! Semuanya lari!" Bulan masih bersinar terang, tapi di bawah pohon rindang, cahayanya jadi berkurang setengah, sehingga selain mata, mereka juga harus menggunakan Indra super tajam dan keberuntungan agar tidak menabrak pohon atau tersandung akar. Zombie biasanya hanya bisa bergerak lambat dan terseok, tapi saat dalam perintah, mereka bisa berlari secepat manusia. Berlari dalam suasana remang, terlebih untuk dua puluh orang mustahil untuk memiliki satu tujuan yang sama, jadi dengan cepat rombongan mereka mulai terpecah. Yeona menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas, memastikan ke arah mana Qiu Shen pergi sebelum mengejar ke sana. Tapi di sepersekian detik itu, seseorang tiba-tiba melintas, menginjak kaki Yeona dan membuatnya jatuh. Yeona tak memperdulikan rasa sakit yang dia rasa dan bangkit lagi, tapi seseorang itu menendang bahunya lagi. Dan ini sudah jelas disengaja. Yeona mengerutkan kening dan mendongak, yang melakukan itu adalah salah satu dari antek-antek dari Raya, di bawah cahaya tamaram bulan, tersenyum penuh kemenangan dan berbisik. "Mati saja!" Kemudian pergi. Saat itu, beberapa Zombie sudah sangat dekat dengan Yeona, mengulurkan tangan dengan mulut terbuka ke arahnya. Yeona tidak punya waktu untuk berpikir dan langsung menariknya pistolnya untuk menembak. Dia membunuh semua Zombie terdekat, namun karena suara berisik yang dihasilkan pistol itu, sekarang semua perhatian Zombie teralih ke arahnya. Yeona melontarkan beberapa tembakan lagi sebelum bangun untuk lari, tapi saat jatuh tadi, pergelangan kaki Yeona sudah terkilir dan sekarang sudah sangat sulit untuk berlari. Sekarang ke mana dia harus pergi, Yeona hanya mengandalkan insting, sebab semua anggota timnya tidak terlihat lagi. Angin dingin berhembus kencang dan tiba-tiba saja seseorang sudah berdiri di depan Yeona. Wajah dan penampilannya tidak terlihat jelas, namun bola api yang melayang di tangannya sudah memberitahu identitasnya. Dia adalah Zombie yang mengendalikan pasang Zombie ini. Tepat saat Zombie itu menghadang Yeona, Zombie level rendah di belakang berhenti bergerak, hanya berdiri seperti pagar hidup di belakang Yeona. Sekarang, bagaimana caranya lari? Yeona tidak tahu lagi. Tapi anehnya, meski jantung tak berhenti memukul-mukul tulang rusuknya dengan keras, Yeona tidak merasa takut sama sekali. Yeona siaga dengan pistol, mengarah tepat ke kepala Zombie di depan. Suasana menjadi sangat hening, lalu tepat ketika Zombie itu mengangkat kedua tangannya untuk menyerang, sedangkan Yeonai bersiap-siap untuk menembak. Lintasan anak panah melesat cepat dan menancap tepat di leher Zombie itu, untuk memperlihatkan betapa kuatnya tenaga pemilik anak panah itu menembak, inertia yang Zombie itu dapatkan membuatnya terpelanting ke samping. Bersamaan dengan itu, kontrolnya terhadap Zombie di belakang lepas dan lanjut bergerak ke arah satu-satunya manusia diantara mereka, tapi sesosok bayangan sudah menyambar tubuh Yeona dan menghilang dengan cepat dari sana. Yeona melihat dengan jelas bagaimana para mayat hidup itu melambai-lambai untuk mengejar, namun tetap tertinggal jauh. Yeona tersenyum tipis. "Terima kasih," bisiknya. 'Sekarang aku mengerti mengapa aku tidak merasa takut meski berada pada situasi krisis, sebab alam bawah sadarku tahu bahwa kau tidak akan meninggalkanku begitu saja.' lanjutnya dalam hati, selagi dia mengeratkan pelukannya ke leher Qiu Shen. Pria itu tidak menjawab, hanya terus berlari melintasi malam dengan kecepatan yang stabil, melintasi hutan yang remang seolah tahu kondisi tempat itu dengan baik dan berhenti di bawah pohon sebuah padang rumput yang luas. Dengan absennya pepohonan, Yeona akhirnya bisa melihat dengan jelas. Qiu Shen menurunkannya ke depan pohon dan menyingkap lengan baju Yeona, di sana terlihat jelas sebuah bekas cakaran. Luka ini, Yeona dapat tepat saat dia menyerang Zombie pertama, yang sudah terlanjur begitu dekat dengannya saat dia ditendang. "Apa aku akan jadi Zombie?" tanya Yeona pelan. "Diam." Qiu Shen menurunkan tas kecil di pinggangnya dan mengeluarkan box dengan suntikan berisi cairan bening di dalamnya. Vaksin, setiap penyintas memilikinya, tapi keberhasilan vaksin itu hanya mempan 100% untuk pencegahan, sedangkan untuk yang terluka langsung oleh Zombie, tingkat keberhasilannya hanya 50%. Yeona merasa pandangannya mulai mengabur, bersama dengan tubuhnya yang mulai terasa panas, bahkan tidak bisa lagi merasakan jarum suntik ketika Qiu Shen menginjeksi vaksin kepadanya. "Qiu Shen, terima kasih untuk semuanya. Jika aku jadi Zombie, ja ... Humphh "Aku menyuruhmu untuk diam." Yeona melihat wajah Qiu Shen begitu dekat ketika menutup mulutnya dengan telapak tangan, namun karena sedang membelakangi cahaya bulan, dia tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. 'Padahal aku hanya ingin melihat wajahnya' itu adalah pikiran terakhir Yeona sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN