Survival 20

1013 Kata
Dari seratus satu distrik di dinding Athena, distrik seratus dan seratus satu adalah distrik yang tidak masuk dalam cakupan kubah Athena. Meski begitu, distrik seratus sama sekali tidak berpenghuni, distrik itu ada hanya untuk menjadi sumber pangan untuk distrik lainnya, mengingat distrik itu adalah distrik dengan tanah paling subur. Saat kereta api akhirnya keluar dari kubah Athena, semua tahanan berlari untuk mencari tempat terbuka agar bisa melihat matahari sekaligus menyaksikan megahnya kubah yang menjadi langit manusia selama ratusan tahun. Yeona pun sama, dia berlari membelah kerumunan dan naik ke atap kereta. Karena jendela sudah sepenuhnya didominasi tahanan lain, bahkan jendela kompertemennya sendiri. Kubah yang menutupi distrik sembilan puluh sembilan hingga distrik satu begitu besar hingga puncaknya tenggelam ke balik awan, dijalari oleh banyak tumbuhan hingga tak terlihat lagi warna aslinya. Tapi dibandingkan pemandangan megah itu, Yeona lebih tertarik pada sengatan matahari. "Panas, ternyata cahaya matahari yang asli sangat panas." Mila yang masih betah mengikuti Yeona bersusah payah untuk memanjat ke atap, hanya untuk menemukan keseluruhan atap kereta itu sangat panas. Dan karena tidak tahan, dia bersama gadis lainnya turun tak lama kemudian. Yeona adalah satu-satunya wanita yang bertahan, menatap langit hingga matanya perih. "Ayah, sesuai yang tertulis di buku, ternyata matahari sungguhan tidak bisa dilihat secara langsung karena kecerahannya," bisiknya pada diri. Sepanjang hari itu, Yeona menghabiskan banyak waktu di depan jendela, menatap matahari hingga tenggelam dan menunggu datangnya bulan. Sayangnya, malam itu Yeona hanya melihat ribuan bintang tanpa induknya. Kereta terus berjalan, melintasi hutan dan gunung, hingga akhirnya mencapai distrik satu kosong satu. Saat itu, Yeona sedang berdiri di depan cermin kamar mandinya, memegang gunting dan sedang memotong rambutnya. Sedangkan di dahi sebelah kanan, terdapat luka vertikal yang melintang langsung ke matanya dan berakhir di pipi. Luka panjang dan merah, menampakkan bekas jahitan yang berkerut. Yeona mewarnai rambutnya dengan warna merah bata, memotongnya asal-asalan hingga tampak sebelah kanan lebih panjang dari yang kiri. Namun penampakan seperti itulah yang Yeona inginkan, sedangkan sisi wajahnya yang tidak terluka sengaja dia tutupi oleh rambut. Selesai dengan persiapan itu, Yeona keluar, menyembunyikan semua pisau buah yang dia punya dan pistol ke celana kemudian memasang jubah yang secara keseluruhan menutupi postur tubuhnya. Sekarang, bahkan jika Yeona turun ke jalanan distrik dua, tidak ada orang yang akan mengenalinya. Yeona menatap ke pintu, memasang penutup kepala jubahnya kemudian menarik dan menghembuskan napas pelan sebelum berjalan keluar. Semua penghuni kereta turun dengan teratur, dan Yeona memilih barisan paling akhir untuk keluar. Beberapa kepala di depan Yeona, dia melihat Qiu Shen berdiri dengan postur tegaknya, terlihat begitu menonjol dan menarik perhatian. "Mila, siapa yang kau cari?" Beberapa gadis membelah kerumunan dari depan dan berjalan ke barisan belakang. "Nana, aku tidak melihatnya sejak tadi," ujar Mila. "Mungkin saja dia turun paling awal?" Mila mengerutkan kening. "Dia turun tanpa mengajakku?" "Untuk apa? Bukankah sejak awal dia selalu tak acuh pada kita? Dia jelas lebih suka sendirian, kenapa kau selalu mengejarnya?" Mila cemberut dan bersedekap tepat di depan Yeona. "Aku hanya suka padanya." Yeona mendengarkan itu semua tanpa suara, namun sebenarnya menghela napas lega karena tidak dikenali, yang artinya penyamarannya cukup baik. Saat kerumunan terus bergerak maju, Yeona stabil di posisi terakhir dan akhirnya melihat Qiu Shen turun. Seperti keinginan pria itu, Yeona akan bersikap seolah apapun yang terjadi di kereta ini tidak pernah terjadi. Tapi khusus untuk apa yang pria itu lakukan untuknya, Yeona akan mengingatnya seumur hidup. "Apa kau tidak pernah sama sekali menyelanya?" Sebuah suara yang tiba-tiba terdengar begitu dekat membuat Yeona berjengit. Saat berbalik, dia menemukan Iris sedang berdiri santai tak jauh dari sana. "Apa?" "Aku bertanya, apa kau tidak pernah merasa dendam padanya?" "Siapa?" "Pria Asia itu." Iris mendekat dan mengintip jendela yang masih menampilkan punggung lebar pria yang sedang mereka bicarakan. "Jika saja dia mengulurkan tangan padamu saat kau meminta bantuan, penderitaanmu bisa berakhir lebih cepat." Yeona juga menoleh ke jendela dan melihat sosok Qiu Shen tidak terlihat lagi. "Waktu itu, aku memang sempet benci dan terus bertanya-tanya kenapa dia tidak menolongku, tapi sekarang tidak lagi." Iris mengangkat alis, masih menunggu jawabannya. Yeona menunduk dan menatap telapak tangannya, terlihat bersih, namun sebenarnya sudah berlumuran darah. Dia bukan lagi gadis naif dari distrik dua, melainkan seorang kriminal yang sudah membunuh orang. "Saat itu, jika dia mengulurkan tangan padaku, penderitaanku akan berkurang, tapi sebagai gantinya aku yang sekarang tidak akan tercipta." Yeona menutup telapak tangannya dan memasukkannya ke saku. "Aku akan tetap jadi diriku yang dulu, gadis naif yang selalu mengharapkan pertolongan orang lain, dan tidak tahu caranya menyelamatkan diri sendiri." Di kereta ini, selain pengalaman dari musuh-musuhnya, Qiu Shen adalah orang berjasa yang membantunya mengasah kemampuan. Jadi, dibandingkan dendam, Yeona hanya memiliki kekaguman padanya. Iris tersenyum tipis dan menepuk pundak Yeona. "Baiklah, giliranmu untuk turun." Saat ini hanya tersisa Yeona sebagai tahanan, jika saja tidak ada Iris di depannya, para penjaga kereta pasti sudah menyeretnya turun. Yeona balas tersenyum, namun tersembunyi di balik jubahnya. "Ya, selamat tinggal," ujarnya kemudian berbalik. Saat turun, Iris tiba-tiba memanggilnya lagi. "Yeona, sampai jumpa lagi. Aku berharap bisa bertemu lagi dan mengantarmu kembali ke distrik dua." Yeona melambaikan tangan tapi tidak menanggapi ucapan Iris. Tidak juga memberitahukan bahwa sebenarnya hukuman pengasingannya ke distrik satu kosong satu adalah seumur hidup. Jangankan kembali ke distrik kelahirannya, Yeona bahkan yakin kalau namanya di distrik itu pasti sudah ditransfer dan menjadi penduduk tetap distrik satu kosong satu. Yeona melanjutkan langkah meninggalkan kereta. Setelah terbiasa hidup di kereta, pijakan yang stabil tanpa getaran masih begitu asing. Beberapa tahanan di hadapan Yeona bahkan berjalan sedikit sempoyongan. Sebagai tahanan yang dilepaskan di distrik satu kosong satu, tentunya para napi tidak akan dibiarkan masuk begitu saja. Sebelum melewati gerbang, semua napi harus memverifikasi identitas mereka dan mendapatkan kartu identitas yang juga menulis berapa lama masa hukuman mereka. "Selanjutnya." Yeona melangkah maju, melepaskan penutup kepalanya dan menyebutkan namanya. Saat petugas itu melihat berapa lama masa tahanannya, dia terlihat terkejut sebelum menatap Yeona kasihan. "Mau memasangnya di mana?" Yeona mengulurkan pergelangan tangan sebelah kirinya dan mematai petugas itu menginjeksi kartu identitas baru ke pergelangan tangannya. Sekarang, dia resmi menjadi penduduk distrik satu kosong satu, dan akhirnya melangkah masuk ke gerbang besar itu. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN