Survival 37

1351 Kata
Tanaman herbal yang harus mereka cari adalah tanaman yang sebenarnya cukup mudah dikembangbiakkan. Lalu mengapa para penyintas harus keluar untuk mencari? Alasannya karena kesuburan tanah di dalam dinding dari tahun ke tahun semakin menurun, banyak tanaman yang gagal dikembangbiakkan lagi, bahkan di distrik seratus sekalipun. Karena itulah distrik seratus satu menyediakan fasilitas yang lengkap untuk para penyintas yang rela mengorbankan nyawa untuk menjalankan misi. Di tempat Yeona bekerja sebelumnya, meskipun tempat itu dikatakan sebagai perkebunan tanaman herbal, tapi jenis tanaman herbal di sana sangat terbatas dan memerlukan perawatan ekstra agar tetap tumbuh. "Perhatikan ciri-ciri tanamannya dan cara memetiknya dengan benar, jangan salah mengambil tanaman apalagi merusak tanaman herbalnya." "Baik!" Di pagi selanjutnya, Iyan membagikan gelang misi kepada mereka semua. Saat member menekan permukaan gelang itu, akan tampak tiga opsi, yang pertama adalah peta, yang kedua objek misi dan yang ketiga posisi anggota yang lain. "BeeOne, bersikaplah seperti koloni lebah, hanya menyengat jika diganggu, tetap bersama dan saling melindungi seolah kita adalah satu. Ingat motto itu dam tetap awasi punggungmu juga punggung anggota timmu." "Baik!" "Kita berangkat." Iyan menginjak gas dan melewati pembatas, memulai petualangan mereka yang sebenarnya. Iyan adalah penyintas senior, jadi tentu tahu tempat aman untuk mengemudi di area yang tidak begitu jauh dari zona aman, jadi untuk tiga jam perjalanan mereka selanjutnya, tidak ada bahaya sama sekali, namun setelah itu, Yeona mulai melihat beberapa binatang kecil mematai mereka dari balik pohon. Memiliki mata abu-abu dan tubuh yang sanga kurus dan kering, seolah yang mereka bawa hanyalah tulang dan kulit, tapi dari tampilannya, jenisnya masih sangat jelas. "Tupai." "Tembak." Iyan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari jalan ketika memberikan perintah. Yeona sebagai satu-satunya pemegang senjata jarak jauh langsung mengarahkan busur, dalam keadaan mobil yang masih berjalan, Yeona menembakkan dua anak panah, kesemuanya menjatuhkan dua tupai yang sejak tadi mengikuti mereka. "Bagus." Iyan memberi pujian. "Tupai adalah binatang kecil yang jarang disadari dan hanya mengikuti mobil tanpa menyerang, tapi jika tidak ditangani dengan cepat, mereka akan bertambah banyak dan jadi merepotkan saat kita berhadapan dengan monster lain, karena mereka suka mencuri persediaan makanan para penyintas." Yeona dan yang lain mendengarkan dalam diam, kemudian mencatat informasi itu dalam ingatan mereka. Di dalam mobil, layar navigasi yang tadinya hanya menampilkan area sekitar mulai muncul titik-titik merah dengan ukuran yang berbeda-beda. Yeona mengamatinya dan bertanya, "ini ... "Monster," jawah Iyan. Empat pria yang juga menyadari titik-titik merah itu menarik napas terkejut, kemudian rasa takut mulai menjalar, terlebih ketika titik-titik merah itu semakin banyak. "Apakah mereka akan menyerang kita?" Pria berkacamata yang bersenjatakan trisula bertanya dengan suara bergetar. "Tidak jika kita menghindarinya." Iyan membanting stir dan mengarah ke jalan yang menjauh dari titik-titik besar yang banyak. "Tapi, beberapa monster punya kemampuan untuk menyembunyikan diri dari radar," ujarnya lagi, membuyarkan rasa lega yang hampir Yeona dan empat pria lain hembuskan. Intinya, tetap waspada. Yeona mencengkeram senjatanya dengan erat dan tidak berani bertanya lagi. Iyan tahu apa yang harus dilakukan, jika ingin menjelaskan maka dia akan menjelaskan tanpa ditanyai. Setidaknya, dengan diam, Yeona bisa mencerna pengetahuan sedikit lebih sedikit tanpa terbebani rasa takut dan syok. Sepertinya empat anggota lainnya juga berpikiran sama, karena selanjutnya perjalanan jadi sangat sepi. Hingga setengah jam kemudian, Iyan memasukkan mobil ke dalam goa dan mengajak mereka semua turun. "Ini adalah lokasi tanaman herbal biasanya ditemukan, jadi kita perlu mencari dengan hati-hati." Yeona memeriksa objek yang harus mereka cari sekali lagi dan mulai menatap sekitar. Dan sesuai perkiraannya, semua tanaman itu sangat mudah ditemukan karena mudah berkembang biak jika tanahnya subur. "Ah! Aku merusaknya." Seseorang yang sedang mencabut ginseng liar mengangkat hasil petikannya ke semua tim. "Apa yang harus aku lakukan agar akarnya tidak terpotong terlalu banyak?" "Gali lebih luas, lebih baik membersihkan tanah yang banyak dibandingkan merusaknya." Yeona menghela napas dan menghapus keringat dari dahinya. "Gali sekitar lima belas sentimeter dari tanamannya, dan pastikan hanya menggali tanaman yang cukup umur. Biasanya, yang cukup umur memiliki buah beri merah dan bunga." Iyan menunduk, melihat ginseng yang masih sangat kecil ditangannya membuatnya meringis dan mulai melakukan seperti yang Yeona katakan. Semuanya tampak baik-baik saja hingga tanah di kaki Yeona tampak bergetar. Saat dia mendongak, anggota yang lain juga berhenti bergerak, yang artinya bukan hanya Yeona yang merasakan. "Apa itu?" "Ssstt." Iyan menyentuh tanah dan menempelkan telinganya di sana. "Ada yang datang." Belum lama setelah Iyan berkata seperti itu, terdengar suara teriakan, di susul oleh tiga sosok pria yang sedang berlari dengan keadaan terluka. Saat melihat kelompok beranggotakan enam orang itu, pria yang berlari paling depan langsung berteriak, "lari! Ada monster bison!" "Lari!" Iyan meneriakkan aba-aba. Yeona melempar ginseng yang masih dia pegang ke keranjang yang dibawa oleh Iyan dan berlari dengan kencang. Tak lama kemudian, monster yang mengejar ketiga penyintas pria sebelumnya muncul, disertai dengan auman keras yang memekakkan. Yeona menoleh dan melihat monster bison yang baru saja diteriakkan oleh salah satu pria tadi sama sekali tidak menampakkan ciri asli seekor bison yang sejarah gambarkan. Sosok di belakang bahkan jauh lebih mengerikan dari gambar yang ditampilkan di buku panduan monster yang Karen bagikan. Bison itu sebesar mobil, bermata merah, tanduknya runcing, bulu-bulunya tajam dan taringnya mencuat dari moncong, bahkan memiliki cakar. Berlari dengan sangat cepat dan menyeruduk pria yang berlari paling akhir, membuatnya terlempar jauh sebelum membentur pohon besar. Untuk memastikan dia hidup atau mati, Yeona tidak punya waktu. Karena untuk menghindari kejaran bison, tercatat dalam buku bahwa penyintas harus memanjat pohon atau tempat tinggi. Empat anggota tim dan dua orang asing di belakang Yeona, berbelok dan langsung melompat untuk memanjat pohon terdekat, "Yeona, naik ke pohon," teriak Iyan. Yeona menggigit bibirnya dan masih berlari, sekarang hanya dia dan Iyan yang menjadi target si monster. "Yeona!" Yeona menarik napas dan mengatakan sesuatu, tapi Iyan tidak bisa mendengarnya. "Yeona! Ini perintah! Memanjat sekarang!" Selesai meneriakkan itu, Iyan juga melompat ke pohon terdekat. Tapi melihat perintahnya masih diabaikan, dia mulai merasa kesal. "Yeona!" "Aku tidak bisa." Yeona berlari lebih kencang dan mengeraskan suaranya. "Aku! Tidak! Bisa! Memanjat!" Saat mendengar itu, seluruh anggota tim meneteskan keringat dingin untuk Yeona. Iyan mengeluarkan pedang yang tersemat punggungnya dan memberikan aba-aba sekali lagi. "Bersiap untuk menyerang." "Siap!" Yeona masih berlari lurus, membawa bison itu menjauh dari tempat semula sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ketik melihat celah batu di sebuah tebing, dia tiba-tiba menghembuskan napas keras dan menambah kecepatan larinya. "Tidak, jangan masuk ke celah batu, bison itu bisa menghancurkannya dengan mudah!" Iyan masih bisa melihat dari atas pohon dan berteriak keras, namun Yeona tidak sempat mendengarnya dan sudah melesat masuk ke celah batu. Sesuai yang Iyan katakan, Bison monster itu sama sekali tidak memelankan langkahnya dan malah menundukkan kepala untuk menabrak batu yang menyembunyikan objek kejarannya. Batu bergetar dan menjatuhkan remahan ke kepala Yeona. Itu hanya serangan pertama, serangan kedua dan ketiga mungkin saja sudah mampu menggoncang keras tebing itu dan menimbun siapapun yang ada di bawahnya. Bison itu berputar, mengambil jarak dan bersiap menyerang lagi. Tapi Yeona juga tidak tinggal diam. Dia memasang anak panah dan memposisikan busurnya ke celah batu, menyipitkan mata dan membidikkan salah satu mata Bison itu. Yeona tidak meleset, tapi Bison itu seolah tidak bisa merasakan sakit, masih berlari dengan kekuatan penuh menabrak dinding batu dan menggoncangnya dengan keras. Keringat dingin mengalir dari dahi Yeona, diikuti aliran darah akibat batu yang baru saja jatuh menimpanya. Tapi jika menyerah sekarang, maka semuanya berakhir. Yeona membidik lagi, lebih fokus dan tiba-tiba melihat pantulan cahaya di sekitar dahi bison itu. Dan tiba-tiba ingat bahwa di dalam buku panduan tertulis bahwa setiap monster memiliki inti kristal yang menjadi sumber energi mereka. Sangat sulit ditemukan, namun jika ditemukan maka suatu keberuntungan, karena disitulah letak kelemahan mereka. Yeona memegang busurnya dengan erat, menarik dan menghembuskan napas dengan pelan dan membidik posisi pantulan cahaya itu. Seperti sutingan lambat, bison yang besar berlari untuk menyerang lagi, sedangkan anak panah Yeona yang kecil bergerak cepat ke dahinya. Tepat saat anak panah itu menancap, tubuh besarnya si bison tiba-tiba ambruk, dan karena efek dari kecepatannya saat berlari, tubuhnya tetap terdorong ke depan, dan berhenti tepat di depan dinding batu tempat Yeona bersembunyi. Yeona menghembuskan napas lega dan menjatuhkan diri ke tanah, di dalam kegelapan itu Yeona hanya bisa mendengarkan detak jantungnya yang berantakan. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN