Di balik ruang ganti anak-anak futsal di ruangan sendiri sekolahnya. Semua sudah bersiap untuk berganti pakaian. Ada juga yang sibuk memasang sepatunya. Sementara Anggara yang baru saja sampai masih duduk melamun. Menyentuh kakinya. Dia terbayang wajah cantik wanita itu.
Nayla... Nama yang bagus.
"Eh.. bukannya kamu tadi kecelakaan.. Gimana kamu gak apa-apa kan?" tanya Dio, langsung mengintrogasi temannya itu. Kedua matanya mengamati setiap ujung kepala sampai kakinya.
"Jangan bilang kita nanti akan kalah gara-gara kamu habis kecelakaan." sambung sinis dari Riko. Temannya yang lebih pendiam dan jarang sekali tersenyum.
"Kenapa kaki kamu? Sapu tangan siapa itu?" saut Rino ikut mengintrogasi Anggara.
"Bukan urusan kamu," jawab jutek Anggara.
"Kamu yakin bisa main?" sambung Rino, menepuk pundak Anggara. Dan langsung di tepis olehnya.
"Jangan remehkan aku," jawabnya tegas penuh percaya diri.
"Tapi lihatlah kakimu," timpal Riko.
"Memangnya kenapa dengan kakiku? Apa salah? Hanya lecet sedikit. Aku bukan perempuan yang terlihat lemah."
"Tapi.. Kamu yakin bisa main, kan?" tanya Dio menatap usaha Anggara dia berharap laki-laki itu bisa bermain bersama.
"Emangnya kenapa gak bisa?" Anggara mendekatkan tubuhnya. Seakan dia mau menantang temannya. "Selagi kakiku masih utuh. Aku akan tetap ikut bertanding. Dan ingat itu, lebih baik kamu diam dan lihat gimana cara mainku. Jika aku kalah gara-gara sapu tangan ini." Anggara terkekeh kecil. "Jangan anggap remeh aku."
Ke dua temannya menatap ke arah sapu tangan yang membalut luka di kakinya. Mereka menakutkan alisnya bersamaan. Saling menatap satu sama lain bergantian.
"Jangan bilang itu sapu tangan anak SMP" goda Dio mencoba menetralkan situasi menegangkan itu. Seakan mencoba menahan tawanya. Melihat sapu tangan polos itu.
Anggara menatap ke arah Dio. Wajah yang semula penuh kemarahan. Kini berubah tersenyum tipis di depan Dio. Dia bangkit dari duduknya. Mengangkat tangannya, meletakkan tangan kanannya di pundak Dio.
"Gila lo, emangnya aku suka dengan anak-anak SMP" Anggara menepuk pundak Dio. "Aku tidak tertarik dengan anak kecil."
"Udah aku mau ganti baju, jangan pada bawel kalian."
Rino dan Riko menatap aneh ke arah Dio. Tak takut Dio balik menatap tajam ke arahnya seakan ia menantang mereka berdua.
"Jangan menatapku seperti itu." Anggara masuk ke dalam ruang ganti, dan segera ganti baju.
----
Pertandingan futsal akan segera dimulai. Kali ini ada lomba antar sekolahan. Semua anak dari kedua kubu saling mendukung sekolahnya masing-masing. Anggara melihat sosok wanita yang selama ini diam-diam mencintainya. Sayang wanitanya. Meski sama sekali dia tidak pernah cinta padanya. Pandangan matanya memutar melihat ke arah penonton. Hingga Kedua matanya tertuju pada sosok wanita yang sangat familiar di pandangan matanya.
"Wanita itu bukannya yang membuat aku jatuh tadi, ngapain dia di sini." gumamnya sinis.
Riko melihat gerak gerik Anggara. Dia melihat jelas, pandangan mata Anggara yang sempat tertuju pada Sella. Wanita yang diam-diam dia cintai. Meski wanita itu selalu memandang ke arah Anggara. Sama sekali tidak menunjukan ketertarikan padanya.
"Eh.. sampai kapan kamu melamun terus." kata Riko, menepuk bahu Anggara.
Anggara yang terkejut dia segera memalingkan wajahnya.
"Segera bersiap!"
"Iya," Anggara beranjak bersiap, sesekali dia melirik ke arah wanita yang dia temui tadi meski hanya beberapa detik. Sebelum pertandingan dimulai. Sella yang melihat pandangan mata Anggara tidak mengarah padanya. Dia menatap tajam dengan bibir cemberut. Melihat wanita cantik dengan rambut terikat satu.
Pertandingan dimulai, bola sudah mulai di tendang oleh musuh dan berhasil direbut Anggara. Kini dia memainkan bila sangat cantik hingga 20 menit berlalu. Dua gol sudah didapatkan dengan tendangan cantik dari kaki kanan Anggara, yang mendarat begitu sempurna ke gawang.
Semua tim Anggara berpelukan sejenak, merayakan gol kedua mereka sampai babak pertama sudah dinyatakan selesai babak pertama. Dan mereka segera beristirahat sejenak. Sebelum melanjutkan lagi pertandingannya.
------**------
Pov Nayla
Di balik tribun penonton. Suasana sangat riuh dengan semangat untuk tim sekolahan Kartika. Mereka semua seakan berharap akan mendapatkan juara kali ini.
"Eh.. Nay, lihat, deh." Kiki sahabat Nayla. Menarik tangan Nayla, dengan tangan kanan menunjuk ke arah Anggara.
"Ada apa, sih, Ki?" Nayla yang fokus menatap ke arah Anggara. Meski sempat saling menatap satu sama lain.
"Nah.. Lihat.. Nomor punggung 33 dia tidak hanya tampan. Dia juga sangat jago ya.. Idaman wanita." ucap Kiki. Menekankan matanya, penuh senyuman pikirannya tidak hentinya mengagumi Anggara.
Nayla terdiam sejenak. Pandangan matanya tidak berlatih menatapnya.
Memang dia sangat tampan. Tapi dia nyebelin. Gerutu Nayla dalam hatinya.
Nayla memalingkan pandangan matanya.
"Kamu tahu gak, kalau dia itu laki-laki paling populer di sekolahan. Meski sedikit playboy. Tapi dia sangat tampan, aku juga mau kalau jadi kekasihnya. Meski sesaat," cerocos Kiki, membuat Nayla memutar matanya malas. Mendengarkan ocehan temannya itu tentang laki-laki.
"Ah, Nay.. Lihatlah," Kiki merengek sembari mendorong-dorong tubuh Nayla. Seperti seorang yang terasa gugup saat menatap.sang idola mereka.
"Gak mau!" ucap kokok Nayla.
"Harus mau," paksa Kiki. "Lihatlah dia menatap ke arah kamu. Apa kamu mau melewatkan momen ini." lanjutnya memaksa.
"Nggak, Ki."
"Terus kalau gak mau lihat para pemain yang tampan di depan. Kenapa juga kamu lihat pertandingan futsal. Bukanya kamu tidak suka?"
Nayla menghela napasnya. "Aku hanya cari hiburan saja."
"Hiburan? Apa jangan-jangan ada orang yang kamu suka, ya?" goda Kiki.
"Apa, sih. Ki.. Tidak ada sama sekali yang aku suka."
"Yakin?"
"Iya.." bisik Nayla menggerak-gerakan kedua alisnya.
"Sudah.. Jangan bahas lagi tentang laki-laki. Telingaku terasa panas jika kamu bahas yang gak penting." ucap Nayla. Entah kenapa dia merasa memang tidak terlalu suka dengan tema laki-laki di saat duduk membahas suatu hal.
Babak Kedua sudah di mulai lagi, Anggara melintas sejenak pandangannya ke arah Nayla. membuat seorang wanita yang ia cintai itu jeles melihatnya. Seperti biasa. Anggara bermain dengan sangat cantik. Memberikan umpan-umpan bagus pada temannya. Dan, menciptakan gol di menit terakhirnya.
Hingga 20 menit berlalu. Pertandingan akhirnya selesai juga.
prit....
Ganda jika pertandingan sudah selesai, Anggara menciptakan 3 gol dan Riko hanya satu gol. Kemenangan berada dipihak sekolah Kartika. Mereka pun semua merayakan dengan sebuah teriakan gembira. Berbeda dengan Anggara yang hanya diam menatap ke arah Nayla, yang jelas-jelas tidak menatapnya sama sekali. Laki-laki itu mulai tertarik dengannya. Dia tersenyum tipis. Berjalan perlahan tanpa sadar. Saat melihat Nayla sedang berjalan turun dari tribun penonton yang hanya beberapa tempat duduk saja.
"Kakak main nya jago," sapa seorang penggemar yang mendekati Anggara.
Anggara terdiam menatap Nayla yang sibuk berbicara dengan taman wanitanya. Dia berdiri tepat di depan laki-laki dan berbicara sangat akrab padanya.
"Siapa itu? Apa dia pacarnya?"
Anggara meraih bola di tangan Riko, lalu menendangnya tepat mengenai tepat ke arah dahi Nayla.
"Buukkk."
Bola itu tepat mengenai dahi Nayla.
"Aww--," Nayla mengusap lembut dahinya akibat dilempar bola tiba-tiba oleh Anggara.
"Hai.. Kembalikan bola ku," ucap Anggara kesal dengan wajah kakunya.
Nayla menarik napasnya dalam-dalam. Menggerakkan kepalanya menatap Anggara.
"Kalau aku gak mau gimana?" Nayla menatap sinis ke arah Anggara. Menarik bersamaan kedua alisnya.
"Kembalikan?"
"Gak!! lagian kamu yang cari gara-gara"
Anggara berjalan mendekati Nayla dengan wajah menantang.
"Kembalikan!" ucap Anggara lagi sedikit kasar.
"Ambil saja jika kamu bisa." tentang Nayla. Tanpa rasa takut. Sementara Kiki hanya bisa diam, menatap kagum Anggara.
"Buat kamu saja kalau kamu minta," ucap Anggara singkat.
Anggara tak perdulikan Nayla, Dia membalikkan badannya. Tanpa sadar dia menarik dua sudut bibirnya Mengulurkan senyuman tipis di bibirnya. Entah kenapa hatinya merasa sangat senang berhasil menggodanya. Meski dengan cara yang sedikit angkuh.
Anggara berjalan perlahan, mendekati temannya. Dan, mulai bergabung untuk merayakan kemenangannya.
Nayla yang merasa sangat kesal dengan tingkah Anggara. Dia mengumpulkan semua tenaganya. Mulai mengangkat tangannya, bersiap melemparkan bola yang kini di tangan kanannya. Hanya hitungan detik bola itu dilemparkan tepat mengenai kepala Anggara.
"Bangke..." umpat Anggara, membuat semua mata tertuju pada Nayla. Apalagi temannya Dio, Riko, dan Rino yang selalu penasaran.
Lemparan wanita itu tepat sasaran mengenai kepala belakangnya. Perlahan Anggara memutar badan, serta memberikan tatapan tajam pada wanita itu. Mereka berdua saling menatap. Pandangan mereka terkunci penuh dengan percikan listrik perseteruan di antara mereka.
Nayla menarik sudut bibirnya sinis. Mengangkat tangan kanannya, menunjukkan gemari tengahnya di depan Anggara. Melihat itu Dio, Riko, dan Rino terkekeh kecil.
"Eh kulkas, Kamu yang lepas kenapa kau yang marah padaku" entah bisikan dari roh mana membuat dia berani menentang lelaki itu tanpa rasa takut.
Anggara mengambil bolanya. Dan, melemparkan kembali bolanya ke segala arah sangat kasar. Sembari menatap semakin tajam. Pada wanita berambut lurus dengan beberapa buku di tangannya. Dia berjalan perlahan mendekatinya.
Anggara menarik napasnya perlahan, ditahannya sebentar, lalu dihembuskannya kembali.
"Jangan terlalu lama menatapku, takutnya kamu nanti jatuh cinta padaku," goda Anggara.
"Dan Aku gak butuh bola dari kamu" Alis tebal wanita itu ditariknya sedikit, dengan kedua tangan bersedekap.
"Mungkin kamu yang akan jatuh cinta padaku. Dan kamu yang akan bertekuk lutut padaku," ucap penuh percaya diri Nayla. Sembari tersenyum tipis menunjukan kedung pipi di pipi kirinya.
"Cuih..." Anggara meludah ke sembarang arah. Lalu kembali menatap ke depan. Tersenyum sinis padanya. Lalu tertawa kecil saya melihat ekspresi wijaya Nayla yang penuh percaya diri.
"Tidak akan," Anggara memegang dagu Nayla, menariknya sedikit mendekat ke wajahnya. Seketika ditepis oleh Nayla.
"Jangan menyentuhku, laki-laki batu. Otak dan hati sama kerasnya seperti batu." ejek Nayla, menarik kedua alisnya bersamaan.
"Awas jatuh cinta," sindir Anggara.
"Tidak akan, kita lihat. Siapa yang akan jatuh cinta. Kamu, apa aku?" tanya Nayla.
"Lagian, ya. Apa salahku sampai kamu berbuat seperti ini padaku?" tanya Nayla lagi.
"Karena kamu, membuat aku jatuh dari motor."
"Hanya karena itu?" tanya Nayla bingung.
"Iya..."
"Hahaha.. Dasar anak kecil. Wajah sok dewasa. Pikiran seperti anak kecil." ejek Nayla. "Kalau kamu tiba-tiba benci. Biasanya itu menunjukan rasa suka tapi dia gengsi dalam mengungkapkannya."
Anggara terdiam, mengamati setiap lekuk wajah oval wanita di depannya. Wajah yang begitu cantik itu. Pasti tidak akan ada laki-laki yang tidak bisa jatuh cinta dengan wanita cantik dengannya. Apalagi bisa dekat dengannya.
"Kenapa kamu diam, apa udah gak bisa bicara lagi." sindir Nayla dilanjut kekehan kecil dari mulutnya. "Emm.. Atau jangan-jangan memang kamu sudah suka denganmu? Dari awal kita bertemu tadi.. Maklum sih, aku cantik. Jadi wajar jika kamu suka dari pasangan pertama." dewi fortuna seakan berada di pihaknya. Dia merasa penuh percaya diri. Tanpa rasa takut terbesit di pikirannya..
"Kamu berani melawanku, kamu gak tahu siapa aku di sini" Anggara semakin mendekat.
"Emang kamu siapa? Kepala sekolah? Polisi? Atau anak pemilik sekolah ini?" Bibir tipis merah muda wanita itu tertarik sedikit. Mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Anggara.
Temannya yang sedari tadi hanya diam. Dia merasa kesal jika temannya itu di kerjain atau bahkan di perlakukan di depan orang banyak.
"Nah...Pergi, yuk.. Malu.. Semua orang menatap ke arah kita." Kiki menarik naik tangan Nayla.
"Aku tidak peduli." tegas Nayla. Kedua matanya masih terus menatap tajam ke arah Anggara. Mata mereka saling tertuju penuh dengan kebencian.
"Nay, sudah ayo kita kembali ke kelas. Jangan hiraukan dia" ajak temannya menarik Nayla agar segera pergi dalam lapangan futsal itu.
Semua teman Anggara hanya menatapnya bengong. Termasuk juga kekasihnya, yang dari tadi menatapnya dengan kedua tangan mengepal kesal.
Aku pastikan kamu tidak akan tenang berada di sekolahan ini, aku akan terus mengganggu hidupmu, gumam Anggara dengan senyum tipis penuh dengan dendam.
"Dasar cewek, aneh!" umpatnya keras.
Seorang teman laki-laki Anggara menatap ke arahnya. Bahkan pacar tercintanya itu merasa cemburu kekasihnya dekat dengan wanita lain.
"Siapa, tadi?" tanya Riko Diondra sahabat Anggara sejak kecil. Dia merangkul pundak Sella.
"Mungkin gebetan baru lagi," saut Dio Alexander. Dan di balas dengan kekehan kecil dari mulut Rino.
"Anggara, semua orang pasti tahu siapa Anggara. Laki-laki playboy yang mencoba jatuh cinta," sambung Riko. "Iya.. Bahkan banyak wanita yang dia goda." timpal Dio.
"Apaan, sih, kalian. Dia itu wanita yang hampir aku tabrak," ucap Anggara.
"Oo.. Jadi, sapu tangan yang terus kamu tatap itu milik dia?" tanya Riko penasaran.
"Bukan urusan kamu."
"Oo.. Jangan-jangan kamu suka dengannya?" sambung Rino.
"Tidak!" Anggara terus mengelak.
"Kalau tidak kenapa juga kamu cari perhatian padanya. Sok usil segala. Padahal kamu mau dia melihatku." saut Rino.
"Siapa memangnya dia?" tanya sinis Sella menghampiri Anggara. Dia merasa tidak suka jika Anggara dekat dengan wanita lain lagi selain dirinya.
Merasa akan ada perang dunia ke tiga di antara mereka. Rino, Dio, dan Riko beranjak pergi meninggalkan Anggara berdua dengan Sella. Mereka tahu jika Sella sangat mencintai Anggara. Dan, Salam selalu menganggap jika mereka pacaran. Meski berbeda dengan Anggara sama sekali tidak menganggap Sella pacarnya. Dia hanya menganggap mereka semua adalah sahabat.
"Aku gak kenal dia," jawabnya datar.
"Aku gak yakin, jika kamu gak kenal dengannya." ucap kesal Sella, mendorong bahu Anggara.
"Apaan sih, memangnya kenapa aku dekat dengannya. Memangnya kamu siapaku? Pacar, bukan? Ingatlah.. Kita hanya sahabat. Ingat itu..." tajam Anggara mengeraskan suaranya.
"Tapi aku suka padamu." ucap Sella menahan air mata yang seakan ingin sekali keluar dari kedua matanya.
"Gak jelas kamu?" Anggara yang merasa kesal, dia membalikkan badannya dan beranjak pergi meninggalkan Sella yang terdiam menatap kepergiannya.
Kenapa dia selalu tidak pernah anggapku ada? Apa salahku?