Minta Maaf Yang Dipaksakan

1317 Kata
Detakan jarum panjang itu terus berjalan, tanpa terasa jam dinding itu menunjuk pukul 08.30 malam. Viona masih termenung dengan semua kejadian masa lalu. Kisah masa lalu saat bersama Frank, sebelum dirinya jatuh cinta dan setelah dirinya jatuh cinta membuat dadanya semakin panas. Kedua tangannya mengepal kuat selimut berwarna putih itu. "Aku membenci mu Frank, sangat membenci mu." Nada dingin begitu tajam bagaikan belati yang akan menancap. Air mata yang ingin ia tahan masih saja memaksa keluar. Dia benci dengan air matanya yang memaksanya memperlihatkan ketidakberdayaannya. "Apa aku harus tertawa dengan kehidupan kali ini?" Tiba-tiba terlintas di benak Viona, sebelum Beliana menampakkan batang hidungnya, banyak kejadian yang tak terduga. Banyak sekali musuh yang mengincar Frank bahkan dengan tega mencelakai Jaxon. "Buat apa aku peduli, heh? Tutup mata dan hati mu Viona." Gumamnya. Viona memejamkan kedua matanya, mengeraskan hatinya agar membiarkan kejadian itu. Dia menggeram kesal, ternyata ia tidak bisa berdiam diri. Dia mengambil benda pipih di atas nakas itu dan melihat kalender. "Besok hari senin artinya akan ada bahaya yang mengintai Jaxon." Dia ingat betul, musuh suaminya Derik mengincar putranya Frank karena perusahaannya terjatuh. Frank dikenal dengan kedinginannya bagaikan kulkas berjalan dan datar wajahnya bagaikan dinding. "Aku harus mengingatkannya, tapi kalau aku ingatkan. Sudah pasti dia bersikap ketus, dia tidak akan percaya pada ku. Ya sudahlah, nanti aku katakan saja pada pengawal Jaxon." Viona keluar dari kamarnya, ia merasa haus. Ia melihat keadaan sekitar yang sudah tampak sepi. Suaminya, sudah pasti ada di ruang kerjanya dan Jaxon sudah tidur. Sedangkan Ayah mertuanya, papa Ardey sudah pasti tidur dan Kakeknya tidak menginap. Viona membuka pintu kulkas itu, mengambil sebotol air dingin. Meneguknya hingga tandas. Kedua netranya melirik, ia melihat seorang wanita memakai pakaian pelayan. Wanita itu berjalan di belakangnya tanpa rasa hormat padanya sebagai seorang nyonya. Dia tidak lupa, wajah yang memusuhinya itu. Di kehidupan keduanya pun begitu. Viona menutup pintu kulkas itu, dia menghampiri wanita bernama Liliana tersebut. Wanita yang melayani dan menjadi ibu asuh untuk Jaxon. "Apa mulut mu tidak lelah mencibir?" Tanya Viona. Dia tahu, mulut mancungnya itu sedang mencibirnya. "Ah, mimpi menjadi Cinderella." Viona mengingat semua perlakuan Liliana di masa lalu, selalu saja membuatnya geram dan hampir tiap saat mengejek, menghinanya, anggap saja dia cemburu padanya karena menikah dengan Frank. Mengingat kata cemburu, ia benci dirinya yang cemburu. "Heh, anda bicara seperti itu karena sudah merasa menjadi Nyonya? Cih! Padahal anda tahu, tuan Frank sangat menyukai Nyonya Beliana." Ejeknya sambil memanasi Viona. "Seharusnya anda juga mengetahuinya kan? bahwa anda bukan apa-apa bagi tuan Frank. Tuan Frank masih mencintai nyonya Beliana. Lihat saja sikap tuan Frank, dia seperti itu karena Nyonya Beliana." Tambahnya sambil menarik sebelah sudut bibirnya. "Jika Frank tidak bisa mencintai ku, dia juga tidak bisa mencintai mu. Kau pikir Frank bodoh, wanita cantik seperti ku saja di tolak apa lagi wanita dekil dan bobrok seperti mu." "Kau!" Geram Liliana. Dia menatap sengit wanita yang beberapa bulan menjadi majikannya. Wanita tak tau diri seperti Viona berani mengejeknya. Tangan kanan Liliana melayang hendak menampar Viona. Namun, dengan sigap Viona menahan tangannya. "Kamu tahu kan, aku tidak suka ada orang yang menyentuh ku." Viona menarik tangan Liliana dengan kasar, tubuhnya pun membentur lantai. "Viona!" Teriak seseorang. Dia tidak menyangka Viona akan berbuat kasar. Wanita seperti Viona memang tidak bisa di perbaiki sikapnya. Entah apa yang di lihat oleh ayahnya menjadikan Viona sebagai menantunya? Tidak ada sedikit pun kemiripan Beliana yang ada pada Viona. Frank melihat Liliana terjatuh di lantai dan menangis. Dia membantu Liliana berdiri dan menatap tajam bagaikan elang yang mengintimidasi lawannya. "Apa yang kamu lakukan? Kamu ingin menuntaskan sikap bar-bar mu pada siapa lagi, hah?!" Frank membentak. Dia tidak suka wanita kasar, dia suka wanita penurut, lemah lembut. Selama ini, Liliana bersikap lembut pada putranya. Sudah seharusnya dia membalas kebaikan Liliana sebagai pengasuh sang putra. "Aku tahu kau tidak menyukai wanita seperti ku. Tapi aku tidak akan tinggal diam saja kalau ada orang yang mengusik ku. Termasuk kau dan orang di sini. Aku tidak pernah mengusik mereka jadi jangan pernah mengusik ku." Viona melangkah, dia mendekat. Tinggi tubuhnya dan Frank sampai di bahunya. Sehingga kepalanya sedikit mendongak. "Huh! Kalau kamu menyukainya, kenapa kamu tidak menikah saja dengannya? Dia baik di mata mu, tapi tidak di mata ku. Oh iya, aku tahu. Tuan Frank tidak suka pada ku, karena tuan Frank menganggap ku sebagai wanita pengincar harta. Maaf! Aku sangat minta maaf, meskipun keluarga ku biasa-biasa saja, tapi kami tidak semiskin itu." Viona menerobos, tangan kanannya membentur tangan kanan Frank. Bisa-bisanya dia di masa lalu menyukai Frank seorang laki-laki arogan itu dan memberikan hatinya pada pria dingin seperti Frank. "Viona, minta maaf pada Lilliana." "Kiamat pun, aku tidak akan mau. Aku tidak bersalah, dan tidak akan mengakuinya." Brak Viona membanting pintunya dengan kasar. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Frank. Bisa-bisanya Frank menyuruh meminta maaf, padahal sudah jelas bukan dirinya yang salah. "Kenapa aku bisa menyukainya? Mungkin otak ku sudah tidak waras!" Viona menjatuhkan tubuhnha dengan kasar, dia menekuk bantal di sampingnya sambil meninju bantal itu, seakan bantal itu adalah Frank Ed Gilson. … Liliana melirik Frank, dia merasa teraniaya dengan kejam. Sambil menangis tersedu-sedu agar Frank merasa bersalah padanya. "Maafkan Viona, dia memang sedikit kasar." "Tidak apa-apa tuan, saya sudah terbiasa." Frank melangkah, dia begitu enggan berbicara panjang dengan Liliana. "Tuan, apa besok saya boleh membawa makan siang untuk tuan?" Tanya Liliana tersenyum lembut. Frank menoleh sekilas, ia tidak ingin terlalu akrap dengan siapa pun. Baginya, semua wanita sama saja. Meninggalkan dan menyakiti, namun ia masih berharap pada Beliana. "Tidak perlu." Liliana menggigit bibir bawahnya, dia kecewa dengan penolakannya. Namun ia tidak mempermasalahkannya. Sedikit lagi ia akan menguasai Frank dan menjadi nyonya Gilson. "Sudahlah, masih banyak waktu untuk mendekatinya," gumam Lilliana dengan wajah lesu dan menyemangati dirinya. Frank menghentikan langkahnya, ia menoleh pintu kamar Viona. Dia memikirkan kemarahan istri mudanya itu. "Apa tadi aku keterlaluan ya? Tapi ya sudahlah," Frank bersikap acuh, toh dia tidak terlalu menyukai Viona. Frank memasuki kamar sebelah, dia membuka laci di sebelah ranjangnya. Foto pernikahannya dengan Beliana. Rasa itu masih ada walaupun sedikit. Ia membenci rasa itu, rasa yang membunuhnya secara perlahan. "Tidak ada lagi yang perlu di ingat," Frank menutup foto pernikahannya di laci. Dia harus terlihat kuat di depan putranya, Jaxon. Setiap hari ia harus menyibukkan dirinya dengan pekerjaan yang menggunung agar ia tak mengingat Beliana. Frank kembali keluar, malam ini ia harus tidur dengan Viona agar ayahnya tidak curiga. Berpura-pura menjadi pasangan yang sangat mencintai sekalipun sangat sulit untuknya. Apa lagi sikap Viona yang sedikit melawannya. Krek Viona tak menoleh, ia tahu kalau malam ini Frank akan tidur di kamarnya. Frank melihat sekilas Viona yang memungginya. Kalau ia tidur di sofa atau di lantai, sudah pasti esok pagi tubuhnya akan terasa patah. Pastinya sangat remuk dan tidak akan fokus bekerja. "Apa kamu sudah tidur?" Tanya Viona. Dia melirik suaminya yang memiringkan tubuhnya. Bahu lebarnya sangat enak jika di jadikan sandaran kepalanya saat lelah. Dia dulu sangat menyukainya. "Hey, apa kamu sudah tidur?" Tanya Viona lagi. "Jawablah!" "Apa?" Tanya Frank. Dia memutar tubuhnya. Tanpa mereka sadari, keduanya saling memandang dalam. Ada debaran aneh di kedua jantungnya. Frank seolah tersihir melihat kedua netra Viona. Bola mata cokelatnya, seakan membawa kehangatan di hatinya. Keduanya langsung beralih menatap ke langit-langit. Wajah Viona terasa panas, bagaikan kepiting rebus. Sedangkan Frank, kedua telinganya memerah. Jantungnya berdetak lebih cepat. "Aku ingin mengatakan sesuatu, besok pagi jaga Jaxon dengan baik. Aku memiliki firasat tidak enak." "Cih! Kau seakan berpura-pura menjadi ibu yang baik." Frank memunggungi Viona. "Jangan mencari perhatian ku." "Kalau aku sudah memasuki rumah ini, aku akan juga memasuki kehidupan Jaxon. Aku hanya mengatakan, jaga Jaxon dengan ketat." Viona merasa besok hari akan terjadi sesuatu. Kalau Frank tidak percaya, ia harus turun tangan sendiri. Ia harus memastikan keadaan Jaxon baik-baik saja "Sudahlah, aku tidak membutuhkan mu. Kau hanya mengada-ngada saja." Frank begitu tak percaya, tidak akan terjadi sesuatu. Dia sudah mengancam musuhnya dan selama ini tidak ada satu pun yang mengancamnya dan keluarganya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN