Ketika tangannya menyentuh bagian lubang hidung itu, udara hangat mengenai tangannya seperti orang yang sedang bernapas dan Warren benar-benar terkejut hingga menarik tangannya seketika keluar dari dalam rawa. Ia terduduk lemas di dek itu. Bagaimana bisa napasnya terasa hidup di daratan sementara harusnya gelembung air yang muncul jika ada yang bernapas di dalam air ??? kaget Warren.
Warren mengibaskan tangannya yang basah dan melirik sesuatu yang berwarna kemerahan memercik di permukaan dek. Perlahan, ia menoleh ke arah tangan yang dimasukkannya ke dalam rawa tadi dan Warren berteriak terkejut saat melihat tangannya berlumuran darah !
Air yang seharusnya membasahi tangan Warren malah berubah menjadi darah semua hingga separuh tangannya merah mengerikan. Ia memperhatikan tangannya dan tidak melihat adanya luka yang menyebabkan darah itu. Warren menoleh kembali ke arah rawa secara cepat. Air hitam itu tetap tenang seakan tidak pernah diganggu sama sekali. Warren benar-benar terkejut dengan hal itu.
“Ada apa Warren ??? Kenapa kau berteriak ???” panggil Selena dari bawah lubang.
Warren kembali tersentak dan ia menoleh ke belakang memandang Selena yang mengernyit ke arahnya.
“Kau lihat ??? Tanganku—” belum sempat Warren menyelesaikan kata-katanya, ia kembali terkejut.
Warren mengayunkan tangannya untuk menunjukkannya pada Selena mengenai darah itu. Tapi, darah yang dilihatnya tadi telah menghilang dan hanya air biasa yang membasahi tangannya. Pria itu adalah tipe orang yang berpikir berdasarkan logika. Tapi, hal semacam ini membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Warren bahkan tidak bisa menjelaskan kenapa darah yang dilihatnya tadi bisa hilang seakan memang tidak ada dari awal.
“Apa ??? Lihat apa ???” Selena semakin mengernyit dan ia akhirnya berjalan ke arah Warren karena heran dengan pria itu. Ia melihat Warren terduduk di lantai dek dengan ekspresi terkejut.
“Ada apa denganmu ???” gadis itu menepuk pundak Warren dan pria itu tersentak pelan.
Warren menoleh lambat ke arah Selena dan menengadah menatap wajah gadis itu. Selena mengernyit dan heran melihat ekspresinya yang ketakutan. Mata Selena melirik tangan Warren yang basah dan ia melebarkan bola matanya.
“Kau memasukkan tanganmu ke dalam rawa ???” seru Selena dengan tatapan tidak percaya. Warren mengangguk gugup dan sedetik kemudian Selena menarik kerah belakang baju Warren agar membuatnya berdiri.
“Ayo kita pulang.” tegas Selena dengan ekspresi yang sangat serius.
Ia langsung berjalan ke arah lubang dan keluar dari sana diikuti dengan Warren. Lelaki itu tidak bicara apapun dan Selena sudah bisa menebak apa yang terjadi. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres hingga membuat Warren syok seperti itu. Selena bahkan menghela napas panjang karena sudah muak mengalami hal aneh setiap kali ia masuk ke dalam lembah.
Selena berhenti di perempatan jalan karena bingung. Ia berdecak sebal karena jalan benar-benar telah berubah dan ia kebingungan sekarang. Belum lagi Warren seperti orang bodoh yang mengikutinya di belakang dengan tatapan kosong.
“Kau lihat 'kan ??? Semua jalannya berubah dan sekarang aku tidak tahu kita harus lewat mana !” kesal Selena sambil memukul lengan Warren dan membuat pria itu tersadar seketika.
Warren memandang sekelilingnya dan menyadari hal itu juga. Ia pria yang mudah hapal terhadap sesuatu dan jalan itu semuanya berubah drastis. Ia ingat tadi ia dan Selena berhenti di depan jalan menuju lembah dengan dua cabang jalan lainnya. Tapi, entah kenapa sekarang ada satu cabang jalan lagi yang bertambah di sana hingga membuat mereka bingung.
“Kita pilih yang ini saja.” usul Warren sambil menunjuk jalan sebelah kiri dan ia mulai jalan lebih dulu. Selena menghentikan langkahnya dengan menahan belakang kaosnya.
“Jangan. Pakai cara ini saja, panjat salah satu pohon dan lihat dimana atap rumah.” kata Selena yang tiba-tiba teringat cerita Thomas.
Warren hanya mengernyit tapi ia melakukan juga perintah Selena. Setidaknya pria itu perlu berterima kasih pada Selena karena telah menyelamatkannya dari lembah.
Ia mulai kesulitan memanjat karena angin kencang terus saja bertiup hingga membuatnya harus berpegangan pada cabang pohon yang bergoyang-goyang. Warren berusaha memandang dari atas pohon walaupun matanya harus mengedip beberapa kali akibat pasir yang beterbangan.
“Atap.... ada di sebelah kanan !” teriak Warren berusaha mengatasi deru angin yang kencang. Ia kemudian turun secepat kilat dan Selena langsung mengambil jalan sebelah kanan.
Mereka berhenti beberapa kali untuk memastikan arah mereka tidak salah dan Warren sampai muak harus memanjat pohon berkali-kali. Ia nyaris tergelincir karena hujan rintik-rintik telah turun.
Kedua orang itu bernapas lega saat mereka akhirnya menemukan patung air mancur dan otomatis memilih jalan yang sudah mereka hapal sekali. Saat keduanya membuka pintu, Warren langsung bersandar di depan pintu sambil tersengal-sengal. Mungkin dipikirnya baru kali ini ia mengalami yang namanya tersesat.
“Kau lihat bukan ??? Karena itulah aku menyuruhmu cepat pulang ! Kau 'kan masih bisa ke tempat itu besok pagi !” omel Selena dan ia langsung naik ke tangga. Ia harus mandi karena tubuhnya basah dimana-mana.
Selena kelaparan dan ia mengambil apapun yang ada di meja makan lalu duduk tenang di sana. Hanya terdengar denting sendok dan garpunya yang cukup berisik. Gadis itu berhenti sesaat ketika melihat Warren masuk ke ruang makan juga. Nampaknya dia juga lapar karena Warren langsung mengambil makanan dan memasukkannya terburu-buru ke mulutnya.
Selena sudah mulai merasa kenyang dan melambatkan makannya sambil mengamati pria yang duduk di depannya makan dengan beringas. Ia kembali teringat ekspresi wajah Warren yang ketakutan.
“Jadi ? Apa yang kau lihat di sana sampai kau terkejut tadi ?” tanya Selena yang akhirnya memecahkan keheningan. Warren mendongak dari piringnya dan ia terdiam seketika. Diletakkannya sendoknya seakan ia tidak berselera makan lagi.
“...darah... tanganku yang kumasukkan ke dalam air berubah menjadi berlumuran darah...” jawab Warren dan tubuhnya menegang karena bergidik kembali.
Selena tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali. Ia sudah tahu kalau rawa itu berbahaya dan tidak pernah ada hal yang aman setiap kali terlibat dengan tempat itu. Warren mengernyit saat melihat Selena yang tetap santai seakan tidak terjadi apa-apa.
“Kau tidak percaya padaku ???” Warren menaikkan alisnya dan ia terdengar sebal.
“Aku tidak bilang begitu. Aku sudah menduga akan ada sesuatu yang terjadi saat kita masuk ke sana.” jawab Selena simpel. Mata Warren langsung membesar mendengarnya.
“Kenapa begitu ???” herannya.
“Aku sudah dua kali mengalami hal-hal aneh setiap kali masuk ke sana. Karena itu aku tidak heran ketika kau bilang tanganmu berlumuran darah.” kata Selena dengan malas.
“Memangnya apa yang terjadi padamu ?” Warren terlihat penasaran dan Selena menghela napas panjang.
“Kau mungkin akan mengira aku membual jika kau mendengarkan ceritaku. Tapi, aku tidak berbohong sama sekali.” Selena akhirnya menatap mata biru itu dan menceritakan semua pengalamannya di dalam lembah. Warren menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar semua itu.
“....dan akhirnya ketika kau menyerangku, aku terkejut melihat tanganmu sama seperti tangan hangus yang ada di lembah itu.” akhir Selena dan ia menghela napas panjang.
“Tapi aku tidak tahu hal itu sama sekali ! Dan itu bukan aku !” bantah Warren dengan suara yang sedikit keras.
“Ya, ya. Aku tahu dan aku rasa memang bukan kau. Sulit dipercaya tapi sepertinya kau dirasuki.” simpul Selena dan Warren tertegun mendengarnya.
“Mungkin saja. Aku sebenarnya tidak terlalu percaya dengan hal-hal seperti ini... hanya saja semenjak di pulau ini, aku merasa kesadaranku sering menghilang dan aku terkadang pingsan. Padahal biasanya tidak pernah seperti itu.” gumam Warren dan ia menatap piringnya kembali.
“Baiklah, kalau begitu aku mau tidur. Lebih baik aku mencari tahu kelanjutan mimpiku itu.” kata Selena sambil memutarkan bola matanya. Ia hendak beranjak dari ruang makan itu menuju kamarnya.
“Ah, kau tidak bertanya padaku kenapa aku memasukkan tanganku ke dalam rawa itu ?” kata Warren hingga menghentikan langkah Selena di depan pintu.
“Tidak. Mungkin kau hanya terlalu ingin tahu.” jawab Selena cuek. Ia hendak berbalik keluar ketika kata-kata Warren menghentikan langkahnya lagi.
“Aku melihat sesuatu berkilau di dalam rawa itu.” ucap Warren tiba-tiba.
Selena tertegun mendengarnya. Sesuatu berkilau ? Apa itu cincin ? Pikir Selena dan ia langsung berbalik memandang Warren yang masih menatapnya dengan ekspresi serius.
“Maksudmu...” Selena mengernyit dan Warren mengangguk.
“Aku juga berpikir bahwa itu mungkin saja cincin yang sedang kita cari. Karena itulah aku memasukkan tanganku ke sana. Tapi, aku tidak berhasil mendapatkannya. Kelihatannya terlalu dalam dan aku malah menyentuh sesuatu yang 'lain'...” Warren bergidik kembali.
“Apa itu ?” Selena menjadi penasaran sekarang.
“Aku rasa... yang kusentuh itu wajah manusia... lebih tepatnya karena aku menyentuh bagian hidungnya dan orang itu... bernapas !” Warren membelalak tak percaya dengan apa yang dialaminya tadi. Selena membelalak mendengarnya.
“Uh-oh, jangan katakan itu adalah mayat...” gumam Selena sambil meneguk ludah.
“Tidak, tidak ! Kelihatannya bukan seperti mayat yang sudah membusuk atau berubah menjadi kerangka ! Tapi, yang kusentuh itu seperti kulit manusia yang masih hidup karena kenyal dan hangat...” Warren mengernyit bingung. Selena kembali terdiam mendengarnya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya menoleh ke arah Warren kembali.
“Jadi ? Kau akan kesana lagi besok ?” tanya Selena.
“Err... ya... tapi, aku tidak ingat tempatnya. Karena itulah aku ingin minta bantuanmu untuk mengantarku ke sana lagi.” jawab Warren. Selena langsung membelalak ke arahnya.
“Aku ikut lagi ??? Oh astaga... entah apa lagi yang akan terjadi jika ke sana setelah kejadian ini !” gerutu Selena. Ia sepertinya merasa keberatan menemani Warren.
“Tapi bisa jadi kalau cincin itu memang disembunyikan di rawa-rawa ! Tempatnya sangat misterius dan sangat memungkinkan jika barang-barang yang hilang ada di sana. Umm... begini saja, bagaimana jika nanti aku menemukan cincin itu, aku akan membagi seperempat hadiahnya padamu ?” tawar Warren. Selena membelalak marah padanya.