11. Duda Cerai

1600 Kata
"Gala, aku hamil." Dua tahun usia pernikahan Galaksi waktu itu, Sally memberi kabar yang paling ditunggu. Hamil. Dulu .... Galaksi mencintai Sally dan bermula saat mereka duduk di bangku SMA. Keduanya adalah saingan dari segi prestasi, sama-sama menginginkan juara umum 1 sesekolah. Namun, seiring waktu ... hari perpisahan. Murid kelas 3 sudah melewati fase kelulusan, telah diuji dan layak keluar dengan bangga dari sekolah mereka, khususnya Galaksi dan Sally yang merupakan siswa berprestasi di sana. Siapa yang tahu, mereka berhadapan. Dengan ungkapan cinta dari Sally kepada Galaksi, yang ternyata berperasaan sama dengannya. Senyum itu terukir manis di bibir gadis SMA yang esoknya sudah bukan anak sekolahan lagi. Well, mereka jadian. Diakui, Sally adalah cinta pertama Galaksi. Dengan Sally, Galaksi merasakan euforia asmara masa mudanya. Tak menampik, bilapun Sally tidak mengungkapkan cinta lebih dulu, Galaksi sudah ada niatan ke situ. Tadinya. Hanya saja, Sally lebih gesit. Perasaan mereka sudah terendus dari lama walau keduanya sama-sama mengincar posisi utama di barisan murid berprestasi di sana. Sama-sama tak ada yang kelihatan mau mengalah, tetapi sama-sama tampak sering curi-curi pandang, khususnya saat belajar di perpustakaan. Ya, perpus. Semua murid di sekolah itu pun tahu bilamana saat Galaksi ingin ke perpus, atau sebaliknya; Sally yang ada di perpus, itu karena mereka sama-sama berharap salah satunya ada di sana. Sama-sama rindu. Sama-sama ingin bertemu. Walau keduanya tidak mau ngaku, tetapi gelagat malu-malu mau tak luput dari pandangan seantero SMA itu. "Beneran?" Tentang testpack yang bergaris dua, Galaksi melihatnya ada di juluran tangan Sally. Itu nyata. Hamil, ya? Pernikahan mereka tidak mudah, dengan Sally yang meminta Galaksi untuk segera menikahinya kalau memang cinta, tak masalah bila saat itu mereka baru lulus SMA. Tentu saja, Galaksi tak lantas mengiakan. Terlebih, dia pun belum seberani itu dulu. Ada kampus impian, ada karier dan lain halnya di masa depan ... sebelum menikahi perempuan. Namun, tidak bisa. Sally adalah bagian dari masa depannya, yang itu berarti sama penting dengan impian Galaksi sewaktu dulu. Entah dia naif atau memang terbawa arus asmara yang menggebu, Galaksi tak ingin kehilangan gadisnya. Si cinta pertama. Dan jika tidak menikahi Sally saat itu, Galaksi harus siap kehilangannya. Sedangkan, pola pikir Galaksi tidak begitu. Baginya, jika dia bisa memiliki masa depan impian dan Sally, kenapa tidak? Pun, akan Galaksi buktikan bahwa dia mampu menggenggam keduanya, tak peduli bahwa usia Galaksi baru 18 tahun saat itu. Hal yang tidak terlintas di pikiran remaja baru 'bucin.' Pernikahan adalah penyatuan dua keluarga, tak hanya dua kepala; antara dia dengan Sally saja. Tanggung jawabnya sudah bukan tentang membawa diri sendiri, melainkan membawa serta anak orang lain ... sepemahaman Galaksi, dia yakin sanggup. Hanya saja, tentang dua keluarga. "I-iya, Gal ... aku hamil." Galaksi memeluk Sally, istrinya. Hari itu. Kala pikir mereka, kehamilan Sally adalah jalan satu-satunya agar Galaksi bisa berpegangan dengan kuat, bisa terikat erat, dan tidak akan goyah rumah tangga mereka ... saat orang tua Sally tidak menyukai Galaksi. Dulu. Setidaknya, bila dalam rumah tangga sudah memiliki anak, pihak keluarga mau tak mau mesti berlapang d**a pada siapa orang tua dari anak itu, kan? Isi pikiran Galaksi dan Sally. Karena dengan adanya anak, entah Galaksi maupun Sally, keduanya pasti akan sama-sama berat untuk meninggalkan andai tidak kuat pada kencangnya tiupan angin di bahtera mereka. "Terima kasih ...." Kening Sally dikecupnya, sebahagia itu Galaksi mendengar kabar beritanya. Direngkuh lagi, secinta itu pula dia kepada Sally. Dulu. Sebetulnya mau hamil atau tidak, Galaksi tidak akan meninggalkan Sally, kecuali bila Sally sendiri yang memintanya mundur dalam pernikahan rasa peperangan itu. "Makasih, ya, Sall ...." Air mata Sally jatuh, dia tergugu. Membekap mulut yang lalu tubuhnya didekap penuh kasih oleh Galaksi. Mereka masih muda saat itu, 20 tahun akhir. Well, Galaksi menikahi Sally di usianya yang masih 18. Pun dengan Sally. "Maaf ...." Sally memeluk Galaksi. Kata maaf yang Sally ucap seperti permintaan maaf karena baru hamil sekarang. So, fine. Galaksi tidak mempermasalahkan itu, meski tiap ada sindiran pahit dari orang tuanya untuk Galaksi, Sally selalu mengeluh ... kapan, sih, aku hamilnya? Bukan jenis maaf yang lain. "Nggak pa-pa ...." Galaksi mengusap punggung wanitanya. Dulu. Di apartemen ini, apartemen yang telah Galaksi tinggalkan jejaknya bersama Ancala, baru saja. Apartemen yang dulu dia huni berdua dengan mantan istrinya. Bersama Sally, pahit-manisnya ada di sana. Dan Ancala ... mempertanyakan perihal bagaimana dia dan Sally bisa bercerai dulu? Karena apa? Ancala merasa dirinya perlu tahu. Oh, waktu berlalu .... Selama bercerita, Galaksi masih duduk di atas sajadahnya. Lepas magrib berjemaah di kamar Ancala, saat punggung tangannya sudah dicium dengan takzim oleh anak gadis Bumantara, Galaksi langsung bicara. "Kata maaf itu ...." Ancala menyela, gatal menduga-duga. "Jangan bilang sebenernya Bu Sally hamil sama cowok lain?" Eh, maaf, ya. "Makanya Bapak minta udahan?" Wajar kalau Ancala berpikir ke arah sana, kan? Namun, senyum Galaksi membuat isi pikiran Ancala kabur dan lari, apalagi saat Galaksi bilang, "Sally nggak serendah itu." Oh, hell. 180 derajat raut Ancala berubah kecut. Kok, malah sakit, ya, hatinya? Mendengar Bu Sally diindahkan. Maksud Ancala juga bukan merendahkan, dia hanya .... "Mau ke mana?" Ancala memilih berdiri, yang Galaksi cekal pergelangan tangan itu. "Kan, belum selesai ceritanya." Sama. Maksud Galaksi juga bukan seperti itu, bukan membela mantan istri, dia hanya .... "Atau udah ... sampe di sini aja ceritanya?" Terpaksa, meski hati dongkol dan tercubit, Ancala duduk kembali di atas sajadahnya. Menghela napas panjang. "Lanjut. Langsung aja ke intinya." Oh, Galaksi tersenyum. Simpul saja. Cuma sudut bibirnya yang terangkat tipis, tidak sampai membuat lengkungan manis. "Ya udah, deh. Nanti lagi aj--" "Sekarang, nggak?!" Refleks, Ancala sewot. Lho, lho ... wajar, dong! Galaksi mengerjap sesaat. Paham, nggak, sih? Ada yang sedang bete karena sebaris kalimat 'Sally nggak serendah itu.' Mau pergi karena ngambek, malah ditahan dan giliran sudah duduk kembali, masa ceritanya mau nanti lagi? "Oke ...." Galaksi basahi bibirnya, menelan saliva. Ancala gadis yang menggebu-gebu rupanya. "Sally nggak hamil." Kening Ancala sampai mengerut karenanya. "Dia bohong." Kernyitan di kening mengendur seketika. *** Jadi, Bu Sally secinta itu, ya, sama Pak Galak? Saking cintanya sampai ngedrama hamil supaya ... yeah. "Apa kamu liat-liat?" Ancala terkesiap. "Maaf, Bu." "Kerjaan kamu udah beres?" "Sedikit lagi." Bu Sally berdecak. "Papanya bisa mendirikan kerajaan bisnis sesukses BM Group, tapi anaknya ...." Geleng-geleng kepala sambil berlalu. Apaan, tuh? Maksudnya, Ancala ... oh, hei! "Sabar, ya, Cal. Aku perhatiin sejak acara nikahan kamu sama ... anu. Ya, namanya juga orang belum move on. Sabar, ya?" Bahu Ancala ditepuk-tepuk saat dia mendengar bisikan penenang. Tapi sayang, nggak mempan. "Makasih, Mbak." "Makanya jangan rebut laki orang, dong." So, what?! Siapa lagi yang bilang begitu kalau bukan sepupunya Bu Sally. "Mereka udah cerai--" "Yang gak tau apa-apa, mending diem." Dipotong-potong ucapan sosok yang hendak membela Ancala. Kok, jadi toxic gini, sih? Ancala duduk tertekan. Cuma gara-gara dia nikah sama mantan Bu Sally? Tak peduli mereka mantanan sudah 9 tahun lamanya .... Padahal, kan ... Ancala nikah gini juga karena dijodohkan! Dipaksa papa lebih tepatnya. Ah, entah, deh. Sekarang fokus saja pada pekerjaan. Berapa lama lagi, ya, agar dia bisa segera didebutkan di Bumantara Group? Atau Ancala mengundurkan diri dan mencari tempat kerja lain saja, ya, dengan usaha sendiri? Dia duduk di perusahaan Bu Sally, kan, karena ... Galaksi! Kok, mendadak bete lagi, ya? Argh. Nasib nikah sama duda cerai dan mantannya ada di depan biji mata. Sialan. Hari-hari Ancala dirasa berat akhir-akhir ini, dia menghela napas lagi. Dan lagi-lagi ... why papa menjodohkannya dengan pria itu? Terpikirkan, papa pasti tahu dong laki-laki seperti apa yang beliau pilih dan bagaimana lintas jejaknya? Dari semua latar belakang Galaksi dan sekitarnya, apakah mungkin seorang ayah menyuguhkan pria semacam itu kepada putrinya? Kecuali kalau memang Galaksi punya sesuatu. Oh, iya. Memang punya. Astaga. Ini kisah komedi romansa, tetapi kepala Ancala pening bahkan di episodee awal kehidupannya. Help! Ponsel pun berdering, gegas Ancala angkat dan di seberang sana dia mendengar .... "Sudah makan?" Ancala melirik jam dinding kantor. "Belum jam istirahat." "Makan bareng, ya. Saya ke sana. Sepuluh menit lagi, kan?" Yang begitu saja, tak sengaja, saat Ancala menggulirkan tatap dari jam dinding ke komputernya, saat itu ... sekilas dia bertemu tatap dengan Bu Sally, dari dinding kaca ruangan beliau. "Iya." Horor banget, cui! Asli. Ancala menyudahi, dia letakkan ponsel di meja, lalu fokus ke kerjaan lagi. Well, apa menikah dengan duda rasanya memang begini? Atau ... karena dudanya itu Galaksi? *** "Cala." "Hm?" Sudah mulai mengunyah. Iya, Ancala dan Galaksi makan siang di luar. Berdua. Tentu karena di sebelum hari ini, telah ada obrolan kedekatan di antara mereka tentang ajakan Galaksi dan kebersediaan Ancala untuk berumah tangga secara sungguh bersama lelaki itu. Ancala akan mencoba. Pun, Galaksi sedang berusaha. "Semalam tidur kamu nyenyak?" Tapi PDKT-nya duda memang begini apa, ya? "Nyenyak. Emangnya nggak lihat? Kan, kita tidurnya sebelahan." Galaksi manggut-manggut. Mengunyah lagi, sama halnya dengan Ancala, lalu saling bertatap-tatapan. "Gimana tadi di kantor?" "Horor." Secepat itu Ancala menjawab. "Bisa nggak, sih, aku pindah tempat kerja aja? Bisa, kan? Resign, terus cari yang lain." "Bisa." Galaksi menelan makanannya. "Tapi ada denda. Kita sudah tekan kontrak." "Berapa?" Ancala bukan orang miskin, kalau lupa. "Tapi sebaiknya di sana saja, Cal." "Kenapa?" Mengernyit tak suka, Ancala auto overthinking. "Biar bisa ada alasan buat ketemu beliau, ya?" Nyindir seketika. Raut Galaksi tak banyak berekspresi. "Ya sudah, nanti saya coba cari-cari lagi." Bukan itu jawaban yang Ancala mau, makanya bete lagi sekarang. Nggak tahu, deh. Banyak betenya. Salah-salah naksir duda cerai, nih, kayaknya. Sedangkan, Galaksi kebingungan dalam duduknya. Well, salah bicara, ya? "Jangan bilang ini tempat makan yang dulu sering dikunjungi sama Bu Sally?" Lho? Lhoo? Lhooo? Kalau iya ... bagaimana reaksinya, ya? Galaksi tak lantas menjawab. Namun, tetap harus dia jawab, kan? Jadi, .... "Di sini enak, tempatnya dekat, dan--" "Tuh, kan. Udahlah." Fix, salah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN