Pertemuan Pertama

1009 Kata
"Kemarin kamu kemana? Kok nggak ikut voli?" Ujar teman April, sementara gadis itu hanya menyengir saat ia duduk di pinggir pagar yang ada di depan kelasnya. Salah satu temannya menghampiri, sebenarnya bukan April tak ingin absen bermain voli. Hanya saja, ia tak ingin bertemu dengan pria itu. Pria yang ternyata bernama Om Tio dan tinggal di sebelah rumah Nita, sungguh sebuah kebetulan nomor pria itu ada di ponsel April. "Lagi sibuk di rumah, hehehe!" Bohong April, seharian ia hanya berada di dalam kamarnya sampai malam hari. Berharap nomor Om Tio menghubunginya balik dan bercakap ria, meskipun itu hanya imajinasi April saja. April bahkan telah menyimpan nomor Om Tio di ponselnya begitu tahu dari temannya. "Guys! Nilai olahraga udah lumayan bagus nih." Ris, kapten tim voli April berlari kencang ke arahnya dan temannya sedang duduk. Membawa selembar kertas yang menunjukan nilai mereka semua mulai membaik, seketika April khawatir pada dirinya sendiri. Jika ia tidak mengikuti latihan sore lagi, kemungkinan nilainya akan kembali jatuh dan tentu saja ia tak menginginkan hal itu. Bahkan setibanya April di rumah setelah sepulang sekolah, ia selalu memikirkan latihan voli. Ingin sekali April hadir, lalu ia mengingat bahwa pagi tadi April sama sekali tidak melihat pria itu di jalan. Biasanya mereka akan berselisihan selalu di jam yang sama, tapi pagi ini. Pria itu tidak ada.. Mungkinkah pria itu sedang pergi dan tidak ada di sekitar sini? Sehingga April bisa saja kembali latihan voli sore hari nanti. Mudah-mudahan aja itu Om-Om udah nggak ada! Batin April dalam hati. Ia langsung menyiapkan barang-barangnya bersiap untuk sore hari. "Ma, pinjem motor ya? Mau latihan voli nanti sore!" Seru April kepada Ibunya yang ada di dapur. "Iya." Sahut Ibunya, April bersorak girang. Gadis itu sampai tidak tidur siang karena menunggu sore hari tiba, bergegas menuju lapangan voli dengan wajah berbinar menggunakan sepeda motornya. Di sana sudah ada teman-teman April menunggu, cuaca cerah semakin menambah semangat April untuk bermain. Dan lagi, tidak ada pria yang April hindari beberapa hari ini sehingga ia bisa latihan dengan semangat. "Pulang latihan aku nebeng ya?" Ujar Nita, April hanya menaikan sebelah alisnya. "Rumahmu lumayan jauh, 'Nit! Nggak satu arah pula tuh." Sahut April. "Entar aku beliin bensin deh, yah?" Wajah Nita mulai memelas. Membuat April tak tega dan akhirnya menghela nafas kasar lalu menyanggupi permintaan temannya itu, sebenarnya April bukan tidak ingin mengantar Nita. Tapi ia hanya berusaha menghindari pria itu mengingat rumah Nita bersebelahan dengan rumah Om Tio, tapi mungkin hari ini pria itu tidak ada. April akan mengantar Nita sampai di depan rumah saja lalu pergi, tidak akan mampir yang mungkin Om Tio bisa muncul kapan saja dan mengejutkannya. Dan sepertinya hari ini April harus terkejut, karena harapannya tak sesuai dengan realita. Terdengar beberapa suara motor nyaring berhenti tepat di depan lapangan, para pria tinggi itu datang lagi untuk bermain. Tapi bukan hal itu yang membuat April terkejut, karena mereka bermain di lapangan ini adalah hal yang biasa mengingat lapangan ini untuk umum. Tapi yang membuatnya terkejut setengah mati adalah, pria itu. Ternyata juga ada... April menepuk dahinya sendiri sembari menggeleng lemah, ternyata yang ia pikirkan tadi siang tidak terjadi. Mungkin saja April tidak berselisihan dengan pria itu pagi tadi karena Om Tio cepat berangkat kerja, atau mungkin malah tidak bekerja tapi ada di rumahnya. Seketika kedua lutut April terasa lemas dan ingin pulang ke rumah saat ini juga, rasanya langit yang tadi cerah berganti menjadi kehitaman seolah akan turun hujan sebentar lagi. Dan benar saja! Langit benar-benar berubah menjadi hitam dan mulai gelap, rintik hujan mulai membasahi lapangan itu dan membuat semua orang menghentikan permainannya. Lagi pula, hari sudah mulai senja dan semua orang akan kembali pulang ke rumah masing-masing. Begitu pun dengan April, gadis itu sudah mulai gerah apalagi semenjak Om Tio selalu memandang ke arahnya sejak memasuki lapangan. "Eh, Pril. Ikut ya!" Seru Nita dari kejauhan. "Ya udah, ayo cepetan! Nanti keburu hujan." Balas April, ia terpaksa menunggu Nita sambil duduk di kursi. Melihat temannya itu cukup lamban membereskan semua perlengkapannya. April menghentak kedua kakinya beberapa kali, kesal karena sebentar lagi akan turun hujan sementara dirinya harus mengantar Nita ke rumahnya terlebih dahulu. Apalagi April akan satu arah dengan Om Tio, bahkan bensin pun tidak akan bisa menutup rasa malu April. Tiba-tiba saja saat April menoleh ke arah lapangan sebelah, entah mimpi atau nyata. Om Tio sedang menuju ke arah dimana April terduduk sembari memegang ponsel di tangan kirinya, sontak saja hal itu membuat April terdiam dan merasa canggung. Ia membuang muka seolah tak menyadari kehadiran Om Tio, padahal saat ini detak jantung April terasa tak karuan dan merasa gugup tentu saja. "April ya?" Seru Om Tio, suaranya sama seperti di telepon kemarin malam. Menandakan mereka adalah pria yang sama dan menyadarkan April akan rasa malunya. "Hah? Iya." April bahkan tidak bisa berbicara dengan baik. "Yang kemarin malam itu nomer kamu?" Tanyanya lagi, April hanya mengangguk tak bisa lagi berbicara. Ya Tuhan, kok ganteng ya? Batin April dalam hati, melihat otot keras pria itu disertai urat-urat yang menonjol di sekitar jemarinya. Belum lagi kedua kaki yang berbulu, April hanya bisa mendongak mengagumi pria yang gayanya sangat maskulin tersebut. "Terus, ada apa nelpon?" Tanya Om Tio lagi, kali ini April mengernyit heran. "Bukannya Om yang nelpon duluan, panggilan masuknya ada kok di ponsel saya." Sahut April, terlihat Om Tio menaikan sebelah alisnya bingung. "Nggak ada sih, atau mungkin temen yang pakai ponsel aku. Jadi bener nggak ada perlu ya?" Kata Om Tio, April yang masih merasa bingung hanya bisa mengangguk seraya tersenyum kikuk. Aneh memang! Tapi April takut bertanya terus dan percakapan mereka tidak ada habisnya, padahal kedua kaki April sudah terasa tidak bisa berjalan. "Ya udah deh! Hm, btw jangan panggil Om. Saya belum nikah." Kata Om Tio lagi, tapi entah mengapa April lebih suka menyebut pria itu dengan panggilan Om. "Iya, kak!" Seru April, Om Tio lalu tersenyum. Baru April sadari jika pria itu memiliki lesung pipi yang sama seperti April di pipi sebelah kiri, membuat kadar ketampanannya bertambah dan ada sedikit rasa manis di wajah pria itu jika tersenyum. Tanpa sadar jika kedua pipi April terlihat bersemu merah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN