Teramat Menyakitkan

1511 Kata
Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Happy Reading Teman-teman jika berkenan bolehkah kiranya saya minta tap love kalian, supaya n****+ ini dikontrak. Hihihihih... gak maksa tapi. Terimakasih "Se-sean?" Kesya membelalak tak percaya bahwa pria yang duduk di kursi kayu adalah Sean. "Kenapa wajah mu memucat, hm?" dengan tatapan membunuh Sean melangkah mendekati Kesya. "Apa yang kau lakukan disini?" Kesya tergagap, matanya bergerak liar menghindari tatapan Sean. "Kenapa? Apa aku tidak boleh mengunjungi kekasihku?" Sean tersenyum miring bermaksud menyindir Kesya. "Bu-bukan begitu, aku....... "Aku melihat mu berciuman dengan pria asing." potong Sean cepat tanpa mendengar kelanjutan kalimat Kesya. "Kau salah paham, namanya Adrian dan dia adalah sahabat ku, dia seorang DJ di club' tempat ku bekerja dulu." jelas Kesya yang mulai mengerti arah pembicaraan mereka. Dia merasa tertekan dengan tatapan Sean yang mengintimidasi. "Sahabat eh? dan kau berciuman dengan sahabat mu, begitu?." Sean berujar dingin, alasan konyol Kesya sama sekali tak membuatnya tak "Kami tidak berciuman, kau salah lihat." Kesya hampir frustasi menjelaskan keadaan yang sebenarnya. "Begitu rupanya? Apa kau juga sudah naik ke atas ranjangnya." ujar Sean yang langsung membuat Kesya mendongak. "Apa maksudmu." perkataan dingin menusuk terlontar dari bibir Kesya. "Kau tidak mengerti? Biar ku permudah, kau sudah tidur dengannya?." Sean bertanya menyindir Kesya sinis. Melihat kebungkaman Kesya, Sean kembali menambahkan perkataanya. "Bagaimana dia di ranjang? Memuaskan? Sudah berapa kali kau tidur dengannya?" "Cukup." ujar Kesya dingin menatap marah Sean yang berada di hadapannya. "Kenapa? Ada yang salah dengan perkataan ku?" balas Sean tersenyum miring, memandang dalam wajah Kesya. "Aku bilang cukup Sean!" teriak Kesya dengan nafas memburu, dia menutup telinga dengan kedua tangannya, melindungi diri dari caci maki pria itu. "Aku pikir derajat mu akan terjaga setelah menjadi pasangan ku. Ternyata aku salah, sekali jalang tetaplah jalang. Kau memang p*****r tak tahu di........" PLAKK..... Suara tamparan keras mendarat mulus di wajah Sean, pipinya menoleh ke samping. "Aku.bukan.pelacur." desis Kesya menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Apa aku serendah itu di matamu? Apa aku memang begitu hina? Lantas, untuk apa kau berucap manis padaku jika kau masih saja menganggap ku tak bernilai. Asal kau tahu, saat kau meneriaku jalang, aku sangat terluka. Rasanya sangat menyakitkan Sean, benar-benar menyakitkan." ujar Kesya melanjutkan perkatannya dengan lemah, derai air mata yang bertubi-tubi jatuh membasahi permukaan wajah Kesya, turut mengerti luka hati yang saat ini dirasakan. deg! Sean tak mampu tuk berucap, bibirnya kelu. Setiap tetesan air mata Kesya seperti silet yang menyayat hati. Dia sama sekali tidak bermaksud menghina Kesya, tapi kecemburuannya membuat dirinya tak mampu berpikir jernih. "Kesya, aku minta ma...." "Pulanglah, aku ingin sendiri." Kesya berujar datar memotong cepat kalimat Sean, menghapus air mata di pipinya kasar, dia sudah tidak sanggup lagi berlama-lama bersama pria itu. Menyadari sikapnya yang keterlaluan, Sean berbalik melangkah cepat meninggalkan rumah Kesya dengan sejuta perasaan bersalah. Sepeninggal Sean, tubuh Kesya luruh di lantai. Dia menelungkupkan wajahnya di kedua lututnya, menangis sekencang-kencangnya sembari memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. "Ibu, kenapa kau membiarkan ku berjuang seorang diri. Aku kesepian, menderita, terluka, semuanya begitu menyakitkan. Aku ingin ibu, aku ingin ibu, bawa aku pergi bersama ibu. Aku sudah tidak sanggup lagi." dengan tersedu-sedu Kesya menangis di keheningan, berharap Sang malam bawa pesan. Kesya yang malang bertopeng wajah sombong, kembali meratapi nasib yang tak pernah sudi menyinggahi hidupnya dengan setitik kebahagiaan. Kadang yang terlihat kokoh seperti karang dia lah yang menyimpan luka sedalam lautan. Disisi lain, Sean sudah seperti orang gila, meracau tidak jelas sembari meneriakkan nama Kesya berulang kali di tengah kebisingan. "Sean hentikan, kau sudah sangat mabuk." ujar Dastan menghentikan tangan Sean yang ingin meneguk alkohol lagi." Dastan tidak tahu alasan sahabatnya berada disini, dia hanya mendapat pesan dari assisten Sean bahwa sahabatnya mabuk di club' Baron. "Aku tidak mabuk, berikan pada ku, aku masih ingin minum." gumam Sean tidak jelas mencoba meraih alkohol dari tangan Dastan. "Tutup mulut mu b******k, kau sudah mabuk." seru Dastan menatap jengkel pria itu. Dddrrrtttt.... Getar ponsel membuat Dastan mengalihkan perhatiannya dari Sean. Dia berdecak kesal saat melihat nama Charles ayah Sean di layar ponselnya. "Jangan kemana-mana, aku akan segera kembali." seru Dastan tepat di telinga Sean sebelum kemudian meninggalkan pria itu di meja bar. "Aisss.... sial! Aku kesini hanya untuk melihat wanita bertopeng itu. Dia membuat gairahku memuncak." ujar salah seorang penghuni club' kesal. "Kau benar, aku bahkan masih mengingat setiap lekuk tubuh indahnya. Dia benar-benar menggoda." sosok pria lain juga ikut menimpali perkataan pria itu. "Aku sangat ingin menghabiskan malam panas dengannya, aku bahkan rela harta ku habis hanya untuk mencicipi tubuhnya." lanjut pria pertama sambil membayangkan tubuh molek gadis dimaksud. "Dia sudah beberapa hari tidak menari, kalau bukan karena dia aku tidak sudi meninggalkan jejak kaki di tempat ini." "Begitu juga dengan ku, aku merindukan Christin. Jalang beruntung bertubuh indah. Aku yakin, dia pasti sangat liar jika sudah berada di ranjang. Aku sangat ingin menyatukan diri ku dengan lubang hangat miliknya saat ini juga, akan ku buat dia mendesah nikmat di bawahku." Kedua pria itu tertawa keras. Sean yang mendengar nama Christin langsung menoleh kesamping. Dia belum benar-benar mabuk bahkan dia mendengar seluruh isi percakapan kedua pria itu. Kesadarannya perlahan-lahan kembali saat kedua pria di sampingnya menyebut nama Christin. Netra birunya seketika berkilat marah melihat tawa menghina dari kedua pria itu. Bangsat! Beraninya kau menyebut nama kekasih ku dengan mulut kotormu. batin Sean. Dengan langkah sempoyongan Sean menghampiri kedua pria yang tak jauh dari tempatnya dan membalikkan punggung pria itu kasar. Bugh!!! Tinjuan keras mendarat di rahang salah satu pria itu, tubuhnya terjungkal kebelakang mendapat serangan tiba-tiba. Seisi club' memekik kaget. "Dia bukan jalang tapi kekasih ku! Beraninya kau menyebut namanya dengan mulut kotormu!" teriak Sean marah. Bugh! Bugh! Bugh! Seperti kesetanan, Sean meninju wajah pria itu bertubi-tubi hingga mulutnya mengeluarkan darah segar. "Ku bunuh kau! Ku bunuh!" Sean melarikan tangannya mencekik kuat leher pria yang sudah tak berdaya. "Sean Cukup!" bentak Dastan yang sudah berada di antara kerumunan, dia langsung menarik tubuh Sean menjauh. "Lepaskan! Lepaskan aku! Akan ku bunuh dia." seru Sean memberontak sekuat tenaga, meloloskan diri dari Dastan. "Kendalikan emosimu, semua orang mengenalmu." peringat Dastan tegas, menahan kuat tubuh Sean yang masih berontak. "Aku tidak peduli! Lepaskan aku!" teriak Sean, matanya tertuju menatap pria yang menggelepar di lantai dengan wajah mengerikan. "Tenang b******k, kau tidak ingin identitas Kesya terbongkar bukan?" Dastan sudah kewalahan menghadapi emosi Sean yang seperti singa lapar, hanya Kesya yang bisa menenangkan dirinya saat ini. Dan berhasil, Sean tak lagi berontak setelah mendengar nama Kesya. Dia melepaskan diri dengan kasar dari Dastan lalu melangkah keluar tanpa mendengarkan teriakan darinya. "Sial! Dia yang berbuat, aku yang bertanggung jawab." geram Dastan lalu mendekati pria yang masih terkapar di atas lantai. Sean melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia bahkan menyelip, memotong, bahkan mendahului kendaraan yang menghalangi jalannya. Amarahnya belum juga hilang, jika bukan karena Dastan yang menghalangi dirinya, sudah pasti kedua pria itu akan mati detik itu juga. Sean semakin menambah kecepatannya, dia sama sekali tidak peduli dengan nyawanya yang bisa saja melayang. Sean memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana, dengan langkah lebar dia berjalan mendekati rumah itu. "Kesya!" teriak Sean sembari menggedor-gedor pintu kayu. "Kesya!" "Kesya! Buka pintunya!" Kesya yang meringkuk di dalam selimut seketika tersentak saat mendengar teriakan dari luar. Dia langsung menyingkap selimut dari tubuhnya lalu menuruni tangga dengan berlari. "Kesya! Buka pintunya....." Tangan Sean menggantung di udara setelah pintu itu terbuka kasar. "Ada apa?" tanya Kesya dengan nada datar setelah melihat kehadiran pria yang beberapa saat lalu membuatnya menangis. Jika bukan karena dirinya peduli dengan tetangga, dia tidak akan sudi membuka pintu untuknya. Tanpa menjawab pertanyaan Kesya, Sean langsung meringsut maju membawa tubuh Kesya ke dalam pelukannya, gadis itu mematung. "Maafkan aku, ku mohon maafkan aku." lirih Sean mengeratkan pelukannya. Kesya bungkam, dia sudah terlalu kecewa dengan penghinaan Sean terhadap dirinya. "Aku tahu, aku memang b******k. Kau boleh memukul ku tapi tidak dengan menyuruh ku pergi dari hidup mu apalagi membenciku." ujar Sean tulus tanpa melepas pelukannya. "Kau menghina ku." bisik Kesya lirih setelah berhasil lolos dari kebungkamannya. "Aku memang brengsek." balas Sean cepat dan singkat. "Kau memanggilku pelacur." "Maafkan aku, maaf." Kesya tak kuasa lagi menahan tangis, detik itu juga dia kembali menangis. Kedua tangannya melingkar membalas pelukan Sean. "Maafkan aku, maaf. Aku berjanji tidak akan membuat mu menangis lagi." bisik Sean lembut sembari mengelus punggung Kesya. Kesya hanya menangis di pelukan Sean, menumpahkan seluruh isi hatinya, hanya air mata yang mampu mengurangi rasa sakitnya. Aku hanya membutuhkan bahu untuk bersandar, aku tidak tahu bahwa seluruh tubuhmu berduri. Semakin aku menenggelamkan diri pada mu, semakin dalam luka yang ku dapat. Haruskah aku berhenti sampai disini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN