David dan Naomi berjingkat kaget, keduanya langsung dibuat bungkam ketakutan melihat Axel yang kini melangkah di belakang mereka berdua. Axel mengenakan jubah mandi, wajah tampannya terlihat segar dengan rambut yang setengah kering, pria itu baru saja selesai berenang.
“Sa-saya tidak bermaksud mendahului kehendak Anda, Tuan,” ucap David terbata.
Axel menyeringai dengan tatapan sinis. “Syukurlah jika kau masih tahu diri David, kupikir kau mau mempercepat masa pensiunanmu tanpa tunjangan.”
David langsung tertawa memaksakan.
“Berhentilah tertawa, aku merasa seperti mendengar suara burung gagak,” ucap Axel lagi dengan tajam.
Bibir David langsung mengatup berhenti tertawa.
“Nona,” bisik David terbata dengan wajah pucat merasa tertekan di bawah tatapan tajam Axel. “Anda pergilah sendiri ke ruang makan. Sepertinya hari ini saya sibuk, sampai jumpa,” David melepaskan genggaman tangan Naomi dan langsung berlari terbirit-b***t meninggalkannya.
Dengan terpaksa Naomi melanjutkan perjalanannya menuju ruang makan seorang diri. Naomi tidak tahu seberapa menakutkannya Axel Morgan sebenarnya sampai-sampai bisa membuat David yang tua renta berlari terbirit-b***t seperti atlit karena takut.
Naomi memasuki ruangan makan, pandangan gadis itu mengedar tidak melihat keberadaan Axel karena pria itu kini tengah sibuk dengan handponenya dan berbincang serius di luar ruangan.
Naomi mengambil segelas air dan meminumnya, gadis itu tidak dapat menyembunyikan senyuman senangnya tatkala melihat cokies cokelat kesukaannya di hidangkan juga di piring-piring makanan penutup.
Sementara itu, di luar ruangan makan, Axel masih sibuk berbicara dengan Sharen melalui teleponnya.
“Jika guci antiknya sudah di temukan, apalagi masalahnya?” protes Axel tidak terima. Sejak pagi buta dia menerima banyak panggilan, orang-orang mengkritik maskapai penerbangan karena sudah menurunkan kepercayaan mereka, celakanya lagi orang yang kehilangan guci antic itu adalah seorang warga negara asing.
Hal-hal yang terlihat sederhana dalam dunia pekerjaan yang melibatkan jasa tidak sesederhana apa yang di lihat karena kepuasan pelanggan dan dedikasi juga kejujuran pihak perusahaan sangatlah penting.
“Axel, berita guci hilang tidak turun. Tapi, ada berita lain yang turun.”
“Berita apa lagi?”
“Berita ini sudah turun di public dan pamanmu menyebarkan berita bohong dengan menyewa seseorang untuk mengaku menjadi penumpang pesawat yang pernah mengalami peleceh seksual di maskapaimu.”
Rahang Axel mengetat, pria itu memaki kesal. “Aku akan menghubungi pengacaraku untuk menuntut balik pihak yang mengeluarkan berita palsu itu.”
“Masalah ini memang bisa selesaikan dengan tuntutan dan menemukan pelakunya, selama proses ini berlangsung, stigma masyarakat akan buruk pada perusahaan dan mereka akan mempertanyakan kemampuanmu Axel. Jika namamu naik dalam berita kepeminpinan di maskapai, kemungkinan besar ini juga akan berdampak pada perusahaan pribadimu di pelabuhan. Kita harus membuat pengalihan isu.”
Axel mendengus kesal, dia tidak mengelak saran Sharen yang ada benarnya juga. “Kau punya ide?”
“Kau bisa melakukan pengalihan isu yang besar dan juga menguntungkan Axel,” jawab Sharen dengan nada menggantung terlihat ragu untuk memberitahu apa yang ingin dia sampaikan.
Axel membalikan tubuhnya, dari balik jendela yang terbuka pria itu melihat sosok Naomi yang kini makan sendirian dengan lahap dan mata berbinar senang.
“Katakan,” pinta Axel.
“Mungkin sebaiknya kau menerima tawaran nenekmu Axel, jika kau tidak bisa menerima tawaran nenekmu, kau perlu mencari wanita yang bisa kau ajak bekerja sama. Cukup dengan bertunangan, tanpa menikah. Aku yakin nenekmu tidak akan menolak calon yang kau bawa jika sekadar hanya tunangan. Ini juga akan sedikit meredakan keraguan banyak orang padamu.”
Axel terdiam cukup lama untuk menimang-nimang usulan yang di berikan Sharen.
“Axel pikirkanlah ini. Jika kau bertunangan, kau tidak hanya berhasil menekan keraguan banyak orang, kau juga akan berhenti mendengarkan desakan nenekmu.”
“Aku akan memikirkannya nanti, sampai jumpa.” Axel memutuskan sambungan teleponnya dengan cepat, pria itu segera masuk ke ruang makan dan menarik kursi untuk memulai sarapan.
“Selamat pagi,” sapa Naomi terdegar seperti berbasa-basi.
Axel enggan menjawab, suasana hatinya yang buruk membuat pria itu malas berbicara.
Keterdiaman Axel ternyata malah membuat Naomi tersenyum dengan mulut mengunyah, Naomi lebih suka Axel diam daripada bicara karena semua yang keluar dari mulut pria itu seperti kotoran.
“Kau terlihat sangat senang melihat penderitaan orang lain.”
Senyuman Naomi memudar, gadis itu menelan makanannya perlahan. “Memangnya siapa yang menderita?”
“Lupakan saja,” jawab Axel.
Axel kembali kembali melanjutkan makannya lagi dengan pikiran yang berkecamuk teringat usulan yang Sharen katakan, apa yang katakan Sharen memang terdengar lebih menguntungkan untuknya karena dengan itu Axel tidak harus melakukan perjodohan melewati pernikahan bisnis yang memuakan.
Dari mana Axel mendapatkan calon tunangan yang bisa dia ajak kerja sama dan tutup mulut secara bersamaan? Meski hanya sebatas tunangan kontrak, pendamping Axel harus kuat dan sempurna karena dia akan menjadi pusat perhatian.
Dalam pikiran yang sedang tidak menentu Axel melihat Naomi yang tengah makan dengan anggun di depannya.
Axel mengunyah makanannya dengan pelan, pria itu meneliti Naomi dengan serius. Naomi memiliki wajah yang cantik, pakaian yang anggun dan berkelas, gesture tubuh yang sempurna, kekurangan gadis itu hanya dua, manja dan terlihat bodoh.
Tanpa sadar terselip rasa penasaran di dalam hati Axel. Jika diperhatikan lebih teliti, tidak mungkin ada tunawisma yang begitu cantik terawat, berpakaian bagus dan branded, gesture Naomi dalam berjalan terlihat anggun, caranya duduk terlihat sempurna.
Sikap Naomi tidak seperti seseorang yang menjalani kehidupan yang sederhana, gadis itu seperti tidak tahu apa-apa mengenai seberapa beratnya kehidupan di dunia luar.
“Berapa usiamu?” tanya Axel.
“Dua puluh tiga.”
“Kau sudah selesai sekolah?” Pertanyaan Axel semakin jauh.
“Beberapa hari yang lalu aku baru lulus dari Sky University jurusan hubungan internasional,” jawab Naomi dengan cepat terlihat tidak begitu senang pasalnya selama sekolah dia hanya menghabiskan waktunya untuk bermain dan tidak bekerja paruh waktu seperti teman-temannya.
Andai saja Naomi memiliki pengalaman bekerja paruh waktu, mungkin dia tidak akan kesulitan seperti sekarang dan membuat ayahnya mengalami kesulitan hanya karena Naomi seorang.
Naomi tidak bekerja karena Magnus ingin Naomi langsung belajar di perusahaannya dan secara perlahan mengambil alih semuanya, siapa sangka jika ada kejadian buruk yang menghancurkan segalanya.
Memikirkan keadaannya yang saat ini menyedihkan membuat Naomi mendadak kehilangan selera makannya.
Naomi segera beranjak tidak menghabiskan sarapan paginya, gadis itu sempat melirik piring cokies dan dengan cepat dia mengambil beberapa buah cokies cokelat untuk bisa di makan di tempat lain.
“Aku sudah selesai, terima kasih atas sarapannya,” kata Naomi.
“Bawa saja piring cokies itu.”
“Aku mau yang ada di toples” Naomi menunjuk toples kecil cokies yang ada di atas pantry.
“Kau boleh mengambilnya, asal duduk lagi,” titah Axel seperti menawarkan negosiasi dengan anak kecil.
Tanpa pikir panjang Naomi kembali duduk di kursinya dan memakan cokies cokelat yang berada dalam genggaman tangannya.
Diam-diam tangan Axel mengepal di atas meja, wajah pria itu mengeras merasa gemas melihat reaksi Naomi yang lembut dan patuh hanya karena cokies cokelat. Ternyata sangat mudah membujuk gadis itu, sikapnya juga masih polos meski terkadang sering memaki saat kesal.
‘Sesuka itu dia pada cokies cokelat?’ batin Axel bertanya.
To Be Continued..