BTW 02

2034 Kata
Lima bulan berlalu, kehidupan keluarga Allard bisa terbilang sangat harmonis. Lagi-lagi ia kembali di minta sang Mama untuk datang ke Mansion nya lagi pagi ini, tanpa adanya alasan yang jelas. Hampir setiap hari begitu dan seterusnya. Membuat Melisa sedikit muak dengan perlakuan Ibu mertua nya tersebut. Makan malam pun tiba. Ya! Allard dan Melisa belum pulang. Sebenarnya gadis itu ingin segera pulang dari Mansion tersebut, tapi mengingat sang Ibu mertua yang menahannya untuk tinggal, akhirnya ia terpaksa masih berada di Mansion ini, bukan menahan dirinya sebenarnya Allard yang wanita itu suruh untuk tetap di sini. "All.... Mama ingin bicara padamu," ucap Nyonya Mona, di sela-sela makan malam mereka. "Ma....tak bisakah nanti saja setelah makan bicaranya?," jawab Allard malas, ia tau betul apa yang akan di bahas oleh Mamanya. "Tidak,.. Mama ingin bicara sekarang," sergah wanita paruh baya itu, tak ingin di bantah. "Heh!.... Baiklah, Mama ingin bicara apa?" Allard meletakkan sendok nya dan menegakkan tubuhnya, menatap lekat wajah sang Mama. Ia terpaksa mengalah, berdebat dengan sang Mama hanya akan berbuntut panjang nantinya. "Mama ingin kau tinggal di mansion ini! Kalau Melisa menolak, biarkan dia tinggal sendiri di Mansion mu itu," ucap Mona sembari melirik malas ke arah Melisa.  Melisa terdiam sejenak, merasa tak enak hati dengan ucapan sang Ibu mertua. Sebenarnya apa yang wanita itu inginkan, belum cukupkah ia mengacuhkan menantunya tersebut?. Allard memejamkan kedua matanya, menahan diri agar tak tersulut emosi. Sementara Tuan Richard, yang sedari tadi mencoba bersabar kini sudah tak tahan lagi, ia begitu marah mendengar celoteh sang istri , yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Dengan kasar ia meletakkan sendok nya, hingga terdengar bunyi dentingan sendok dan piring yang terdengar nyaring di ruang makan tersebut. "Mona,... Sebenarnya apa yang kau inginkan ha? Tidak cukup kah kau selalu merepotkan Allard? Sudah hentikan omong kosong mu itu, jangan bebani rumah tangga mereka lagi," bentak pria paruh baya itu. Allard benar-benar tak suka dengan situasi seperti ini, ia mencoba melerai pertengkaran antara Mama dan Papanya. "Ma....kenapa Mama memintaku untuk tinggal di sini hm? Mama kan tau sendiri aku dan Melisa sudah punya Mansion sendiri," jelas Allard mencoba sesabar mungkin. Mona geram, merasa tak ada yang berpihak padanya. Akhirnya ia memulai drama kesedihan yang terkesan di buat-buat untuk mencari simpati dari sang putra. "Hik....hik... kenapa semua orang tak ada yang bisa mengerti diriku, Mama hanya kesepian nak,... apalagi istrimu belum juga memberikan Mama cucu," liriknya ke arah Melisa. Melisa menatap nanar ke arah sang Mama , hatinya berdenyut nyeri mendengar kan sindiran tentang seorang anak. Ya! Ibu mertuanya memang benar, selama lima bulan menikah dengan Allard, masih belum juga ada tanda-tanda akan kehamilan dirinya, walaupun ia sudah berusaha, namun mengingat lagi semua itu tidak bisa di paksakan. Tanpa terasa air mata sudah membasahi kedua pipi mulus Melisa. Allard menghela nafas lelah, ia berdiri dari tempat duduknya dan merengkuh tubuh sang istri yang tengah terisak kecil di dekapan nya. Tuan Richard hanya menggeleng kan kepalanya, terlampau pusing memikirkan tingkah sang istri. "Ma....tolong jangan seperti ini, Mama menyinggung perasaan Melisa. Mama tidak boleh memaksakan kehendak Mama sendiri, mungkin saja Tuhan belum mempercayakan seorang anak untuk kami, lagi pula aku juga tidak memaksa kan Melisa untuk segera mempunyai momongan saat ini," ucap Allard berusaha membela sang istri. Nyonya Mona berdecak malas, ia tak terima jika putra kesayangan nya lebih memilih gadis tak berguna itu, menurutnya. "Terus saja bela istri mu itu, sudah jelas istri mu itu yang tidak bisa punya keturunan, atau mungkin jangan-jangan dia mandul," cerca wanita tersebut. Sontak membuat Melisa menengadah kan wajahnya, ucapan Ibu mertuanya itu terlalu sadis. Hatinya mendadak perih, ia tak apa jika tak di anggap atau pun di benci. Namun jika di singgung seperti ini rasanya lebih menyakitkan, ibarat sudah terluka di siram air garam. Perih, sakit, yang tak kasat mata namun mematikan. "Cukup Ma....! Jangan ucapkan kata-kata itu lagi, tolong hargai istri ku," kini Allard benar-benar tak bisa menahan amarahnya, ucapan sang Mama sangat keterlaluan menurutnya. "Oh...jadi kau berani membentak Mama hanya karena gadis tak berguna ini ha? Ingatlah All....aku orang yang telah melahirkan mu. Jika sampai istri mu tidak bisa punya keturunan, maka ceraikan dia dan cari gadis lain yang lebih pantas menjadi pendamping mu," racau Nyonya Mona, di ambang kewarasannya. Lalu melenggang pergi meninggalkan ruangan itu, tidak ingin mendengar bantahan lagi dari anggota keluarga nya. Tuan Richard seketika merasa pusing, dengan sedikit terhuyung, ia memegangi belakang kepala nya. Darahnya mulai meluap naik, tak sanggup memikirkan masalah berat dalam rumah tangga nya. Ia hanya ingin keluarga nya hidup rukun, dan sang istri bisa menerima menantunya. Tidak begini, yang malah membuat nya semakin stres, di rundung masalah setiap hari nya. Allard sedikit panik dan memapah tubuh sang Papa. "Pa.... Papa tidak apa-apa?," Tanyanya. "Tidak All.... Papa hanya sedikit pusing, mendengar ucapan Mamamu." Ucapnya sembari meringis kesakitan. "Biar aku antar Papa ke kamar, Papa harus istirahat dan jangan fikirkan apapun lagi," pinta Allard, seraya membantu sang Papa menuju ke kamarnya. Allard kembali menemui istri tercinta nya yang terlihat tengah menunduk sedih di depan TV. Mendengar langkah kaki dari sang suami, sontak membuat sang istri mendongakkan kepalanya. "All....aku ingin pulang," serunya dengan mata berkaca-kaca. "Iya...ayo sayang kita pulang," ajak sang suami, seraya merengkuh pinggang sang istri di pelukannya. "Sayang...sudah jangan menangis lagi hm, jangan fikirkan perkataan Mama...dia hanya sedang emosi," tutur Allard kemudian, menenangkan sang istri. "Tidak All....Mama benar, aku tidak berguna menjadi seorang istri," tangis Melisa semakin pecah, ia kalut oleh ucapan sang Mama, hatinya terasa hancur berkeping-keping. Kenapa? Kenapa Ibu mertua nya begitu membenci nya?. "Hei .... Aku tak suka kau bicara seperti itu, sudah....besok aku akan bicara pada Mama. Sekarang kita kembali ke Mansion,  " final Allard dan di angguki paham oleh sang istri. Di dalam perjalanan pulang, Melisa hanya terdiam tanpa berucap sepatah kata pun. Memandang lurus cuaca malam di luar jendela mobil, seakan pemandangan itu lebih menarik perhatian nya di banding harus berbicara dengan sang suami. Fikiranya masih berkecamuk oleh perkataan pedas sang Mama. Apa benar aku mandul? Jika iya, bagaimana kalau Allard benar-benar meninggalkan ku. Aku tidak sanggup membayangkan itu semua. Beberapa hari telah berlalu, Allard semakin pusing dengan permintaan Mamanya untuk memaksa dirinya tinggal di Mansion Bramastya. Dengan berat hati Allard akhirnya mengajak Melisa untuk tinggal di Mansion tersebut, dari pada harus berdebat dengan orang tua nya. Sedang Melisa hanya bisa mendengus sebal, tak bisa membayangkan kejadian apa lagi yang akan terjadi selanjutnya, saat dia berada di tempat itu bersama mertuanya kelak. Untuk minggu pertama Allard dan Melisa tinggal di Mansion itu, belum terjadi masalah apapun, semua masih terbilang baik-baik saja. Namun di hari-hari berikutnya, perlakuan Nyonya Mona semakin berubah. Dan terkesan semena-mena menginjak harga diri Melisa. Wanita itu benar-benar berwajah dua, di saat Allard dan Tuan Richard berada di Mansion, perlakuan Nyonya Mona pada Melisa terlihat begitu baik seolah terlihat di lebih-lebih kan cara ia menyayangi Melisa. Namun sebaliknya, di saat kedua pria itu tengah pergi ke kantor. Maka Melisa kembali di perlakukan tidak manusiawi, di siksa di maki bahkan di perlakukan selayaknya seorang pembantu oleh wanita tersebut. Seperti hari ini, Melisa kembali di di hadapkan dengan kekejaman sang mertua. Hidupnya terasa kembali terancam ketika semua orang telah pergi beraktivitas. Melisa terlihat sedikit terdiam tanpa ingin berucap, sembari sibuk dengan pekerjaan nya. Sedikit mengabaikan keberadaan sang ibu mertua di belakang nya yang terlihat tengah bersedekap d**a seraya berdecih remeh. "Ck.... bisa-bisanya putra ku menikahi gadis kumuh menjijikan seperti dirimu," hinanya, yang mana membuat hati Melisa kembali berdesir perih. Ia hanya bisa memejamkan kedua matanya sejenak, meredam rasa sakit hati yang bergejolak di dalam dadanya. Lalu melanjutkan kegiatannya lagi tanpa menghiraukan ucapan sang mertua, seolah ia tak pernah mendengar cacian tersebut. Nyonya Mona yang merasa terabaikan, akhirnya bertindak maju. Ia tidak suka di acuhkan, apa lagi hanya seorang gadis biasa yang berani mengabaikan nya. Dengan penuh amarah Nyonya Mona meraih rambut panjang Melisa, menjambak nya begitu kasar, hingga gadis tersebut mendongak kan kepalanya. "Dasar jalang, sampai kapan kau akan tetap mengganggu kehidupan anak ku ha?," Teriaknya, tak peduli dengan teriakan kesakitan yang di rasakan gadis dalam cengkeraman nya. "A...ampun Ma....sakit, tolong lepaskan," tangis Melisa, berusaha melepaskan cengkraman tangan Ibu mertuanya dari rambutnya. Sungguh Melisa sudah tidak tahan di perlakukan seperti ini, jika bukan karena Allard, ia sudah kabur dari tempat ini. Bahkan wanita paruh baya itu juga tega telah memecat seluruh pembantu di Mansion tersebut, tentunya untuk memberi Melisa pelajaran. Agar gadis tersebut membersihkan Mansion besar itu sendirian. Mona bahkan juga mengancam Melisa, jika gadis itu berani mengadu pada Allard dan juga Richard, maka ia tak segan untuk menghancurkan pernikahan nya detik ini juga. Hingga pada akhirnya, wanita itu bisa bebas menyiksa menantunya sesuka hati. Sedang Melisa hanya bisa menangis tanpa bisa melawan. Malam telah tiba, kini sudah waktunya Allard kembali dari kantornya. Allard langsung menuju ke kamar nya, bermaksud menemui sang istri, karena tidak melihat batang hidung gadis tersebut sedari tadi. Allard mendengus lelah, menatap lekat penampilan sang istri yang tengah tertidur, gadis itu kini sangat berbeda. Melisa yang dahulu, selalu berpenampilan cantik, wangi. Kini berubah 100%. Menjadi sosok wanita dekil, pipi yang dulunya berisi, sekarang berubah tirus pucat. Pakaian berantakan, tubuh tak terawat. Bahkan mungkin lebih pantas di sebut pembantu dari pada seorang istri dari seorang CEO. Namun Allard mencoba tersenyum, biar bagaimanapun gadis itu sangat baik padanya, gadis yang begitu mencintainya setulus hati, ia mencoba untuk bersyukur dalam diam. Mungkin besok ia akan memberikan uang lebih untuk istrinya, untuk perawatan ke salon kecantikan, mungkin. Dengan hati-hati, Allard mendekati tubuh sang istri. Mengusap pipinya pelan untuk membangunkan gadis tersebut. "Baby.... Kau tidur hm? Kenapa kau terlihat sangat kelelahan sayang?," Gumamnya, sambil mengecup pelan pipi tirus sang istri. Melisa yang merasa terganggu segera terbangun, mendudukkan tubuhnya cepat. Dengan kedua mata terbelalak lebar, ia takut jika saja yang membangun kan dirinya adalah sang Ibu mertua, ia takut di hukum karena berani tidur di waktu suami nya belum pulang, bahkan dalam mimpinya pun wanita itu tetap membayanginya, sangat mengerikan, bagi kehidupan Melisa. Namun Melisa akhirnya bisa bernafas lega kala mendapati ternyata sang suami yang telah membangunkan nya, ia mencoba tersenyum manis. Walau jantung nya berdegup kencang. Allard mengernyitkan dahi nya, merasa aneh dengan gelagat sang istri. "Baby... kenapa kau terlihat sangat ketakutan? Ada apa hm? Katakan padaku," pinta sang suami, seraya menangkup wajah sang istri yang sudah keringat dingin. Sontak Melisa memeluk tubuh sang suami begitu erat. "Tidak All....aku hanya tengah bermimpi buruk," dustanya, tak berani bicara fakta yang sesungguhnya. Allard tersenyum simpul dan melepaskan pelukan sang istri pelan. "Ini sudah hampir larut, aku tau kau belum mandi, cepat bersihkan dirimu," ucap Allard begitu lembut. Melisa tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya cepat. "Iya suamiku tercinta...," Ucapnya riang, menyembunyikan segala penderitaan nya di depan sang suami. Kau semangat hidupku All,..kau kekuatan ku. Hanya satu hal yang membuat ku masih bertahan hidup di dunia ini, dirimu....hanya kau alasanku Allard Bramastya, suamiku. Semua anggota keluarga pun telah berkumpul, sesuai dengan tradisi keluarga itu, setelah semua berkumpul baru sesi makan malam bisa di laksanakan. Bahkan walaupun hampir menjelang larut malam. Waktu makan malam pun tiba. Suasana terlihat tenang, tak ada hal ganjil sedikit pun. Semua orang yang melihat keluarga itu pasti mengira kalau keluarga tersebut merupakan keluarga yang sangat harmonis. Tapi tidak untuk seorang gadis cantik, Melisa. Baginya tempat ini tak lebih dari siksa neraka yang begitu nyata. Keadaan begitu hening, hingga Allard mencoba mencairkan suasana. "Ma.... kenapa Mama memecat semua pembantu di Mansion ini? Kasihan kan Melisa jadi kelelahan," ucap Allard, berusaha mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di fikiranya. Nyonya Mona menatap tajam ke arah Melisa, ia mengira bahwa gadis tersebut telah berani mengadu pada putranya, namun kenyataan nya justru sebaliknya. Sialan kau gadis murahan, beraninya kau mengadu pada Allard, tunggu saja pembalasan ku. Gumam wanita itu dalam hati, lalu dengan segera mengubah ekspresi wajah nya. "Hah, masalah itu ya, coba kau tanya kan sendiri pada istri mu! Itu semua atas permintaan nya sendiri jika kau tau, Melisa bilang ingin menjadi sosok seorang istri seutuhnya, padahal Mama sudah melarang nya, tapi dia tetap bersikeras, iya kan sayang?," tanya Mona dengan senyuman palsunya, mengarah pada Melisa. Mereka semua mengira senyum wanita itu merupakan senyuman sayang dari seorang ibu untuk anaknya, namun tidak untuk Melisa, gadis itu melihat jika senyuman itu merupakan senyuman membunuh, yang siap mencekiknya saat ini juga. Melisa tersentak, ia segera menjawab pertanyaan sang Ibu. "A..ah, iya All....Mama benar, semua itu atas keinginanku. Aku ingin menjadi istri yang terbaik untukmu, tanpa adanya bantuan seorang pembantu," lirih Melisa di akhir kalimat nya. Ingin rasanya ia berteriak dan menangis kala melihat Nyonya Mona diam-diam menyunggingkan senyum jahatnya, ia butuh tambatan hati untuk mencurahkan semua penderitaan yang ia rasakan, namun pada siapa? Ia bahkan tak memiliki seseorang dalam hidup nya selain Allard.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN