LoD_5

1165 Kata
"Ah! Pagi yang sangat cerah! Secerah hatiku saat mendapat kabar gembira dari tempat yang selama ini jadi idaman," seru Mariana sambil tersenyum menatap langit pagi di perjalanan menuju tempat kerjanya yang baru. Siapa sangka kalau ternyata Mariana berhasil memasuki dunia kerja sesuai passion-nya. Mariana berjalan dengan langkah ringan, seolah sedang berada di taman bunga yang penuh aneka warna. Setelah tiba di depan toko tempatnya bekerja, Mariana menghentikan langkah demi menatap bangunan toko tersebut sambil menata hati dan pikiran. Tekadnya bulat untuk memulai awal hari ini di tempat baru bersama semangat menggebu. "Thanks, God!" lirihnya disertai suara mengisak. Matanya berkaca-kaca dan jantung Mariana turut menabuhkan genderang yang syahdu. Tangannya sedikit gemetar, karena khawatir salah bersikap pada pimpinan dan seluruh staf di sana. Beberapa orang yang lalu lalang menatap Mariana dengan heran. Sepertinya Mariana terlihat menarik di mata para pejalan kaki di sekitarnya Setelah memantapkan hati, Mariana pun melangkah. Tepat di depan pintu, pada pijakan awal lantai pertama, Mariana melangkah dengan hati-hati. Jantungnya masih membunyikan suara syahdu yang mendayu-dayu. Ketika masuk ke ruangan, tatapan Mariana terpaku pada beberapa staf di toko yang mulai terlihat sibuk. Saat itu seseorang menegur Mariana yang masih takjub dengan nasib baiknya. Ia pun segera masuk ke dalam ruang tempatnya nanti bekerja. Mata Mariana masih berkeliling di sekitar dan tiba-tiba tertuju pada sebuah komputer di seberangnya dengan seseorang yang terlihat kebingungan. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Mariana pada seseorang yang sedang duduk menghadap komputer tersebut. “Kamu siapa? Kok saya baru liat kamu?” Mariana segera memperkenalkan dirinya sebagai karyawan baru di toko tersebut. Lalu orang tadi pun menjelaskan permasalahannya yang ternyata adalah terdapat virus di dalam komputer khusus keuangan. “Kalau udah kena virus biasanya semua data hilang, deh!” keluh orang yang ternyata bekerja di bagian keuangan tersebut. “Boleh saya coba liat komputernya?” Mariana menawarkan diri untuk memberi bantuan. Orang tersebut awalnya ragu, tetapi ia pun akhirnya memberi tempat untuk Mariana duduk dan mengecek komputer. “Dari tadi juga saya udah minta tolong teknisi sampai bagian IT sekalipun enggak ada yang sanggup ngerjain, Mbak. Apa Mbak yakin bisa nanganin virus ganas ini?” tanya orang tersebut dengan sanksi. Mariana tidak menjawab, hanya anggukan kepalanya saja yang terlihat. Matanya terlihat fokus pada layar komputer di hadapannya. Semua mata di sekitar secara otomatis melihat Mariana yang dengan percaya diri berhadapan langsung pada lawan terberat di sana, yaitu virus komputer. Kasak-kusuk pun mulai terdengar dari beberapa orang, membicarakan kenekatan Mariana yang baru bekerja, tetapi sudah percaya diri menghadapi virus terberat menurut mereka. Waktu berjalan cukup lambat, dan sepuluh menit pun akhirnya berlalu. Tiba-tiba Mariana berdiri sambil tersenyum puas. “Sudah, nih. Coba dicek dulu, deh. Komputernya udah aman dari virus dan semua data juga masih tersimpan di tempatnya masing-masing,” tutur Mariana yang membuat beberapa orang di sekitarnya terdiam sambil menatap tak percaya. Staf bagian keuangan pun segera mengecek komputernya dan sesuai dengan apa yang Mariana katakan, semua masalah teratasi hanya dalam waktu singkat, yaitu sepuluh menit. “Kamu keren! Siapa tadi namamu?” Mariana pun menyebutkan namanya sambil tersenyum bangga dengan kemampuan yang dimiliki. Semua orang yang menyaksikan bertepuk tangan mengundang rasa ingin tahu bos mereka. Saat itulah bos mereka datang ke meja komputer bagian keuangan dan menatap dengan pandangan heran. “Ada apa ini ramai-ramai?” Beberapa staf yang tadi menonton segera mundur secara perlahan dan memberi ruang pada bos mereka. “Ini, Pak. Mariana sudah berhasil mengusir virus terberat di sini, dan hasilnya juga memuaskan. Semua file aman, dan virusnya menghilang. Ditambah lagi, kecepatan dalam mengusir virus tersebut cuma sepuluh menit, Pak. Keren banget, bukan?” Bos baru Mariana menatapnya dengan penuh selidik. “Siapa kamu sebenarnya?” tanyanya. “Saya Mariana, Pak,” jawab Mariana polos. Sontak bos dan para staf yang hadir seketika tertawa mendengar jawaban dari Mariana. “Bukan nama, tapi dirimu, Mariana. Kamu ini siapa? Ahli IT atau penakluk virus pada setiap komputer?” Mariana tersipu saat mendengar kedua julukan tersebut. “Saya hanya bisa bantu yang kebetulan diketahui aja, Pak.” Mariana menundukkan kepala. Jantungnya berdebar, khawatir bos baru Mariana akan marah. Namun, respon yang Mariana dapat sungguh tak terduga. “Bagus! Selamat datang di toko kami, Mariana!” sambut sang bos dengan tangan lebar dan senyum yang menawan. “Terima kasih, Pak,” ucap Mariana tulus. “Terima kasih juga, ya, Mariana. Terimalah sebuah voucher makan malam dari saya sebagai bentuk rasa terima kasih padamu yang sudah berhasil menyelesaikan masalah virus ini,” ujar bos sambil menyerahkan selembar voucher pada Mariana yang terkejut. “Kebetulan saya dapat voucher ini dari klien dan tidak bisa menggunakannya karena kesibukan. Jadi, kamu bisa ajak siapapun untuk makan malam bersama di restoran tersebut menggunakan voucher itu, ya.” Mariana menatap voucher yang bertuliskan kalimat makan gratis di sebuah restoran ternama. “Pak, ini sungguhan?” Tangan Mariana gemetar sambil memegang voucher tersebut. Bos menganggukkan kepalanya dan langsung membubarkan kerumunan sambil meminta pada seluruh staf untuk segera kembali bekerja. Semua yang hadir di sana bertepuk tangan turut menyambut kedatangan Mariana dan keberhasilannya menaklukan virus komputer, kecuali seseorang. Sejak awal, tatapan orang tersebut terlihat tak bersahabat dan meremehkan. Bahkan saat Mariana berhasil menyelesaikan masalah virus yang tak semua orang mampu melakukannya, orang tersebut tetap menatap dengan pandangan tak suka. Senyum licik pun tiba-tiba terpancar di wajah orang tersebut yang bernama Delisa. “Eh, kita balik kerja, yuk! Masalah virus mah sepele lah, ya. Apalagi itu komputer jadul, ini cuma faktor keberuntungan dia aja sekarang.” Delisa memprovokasi. Namun, Mariana tidak menggubrisnya. “Eh, loe tau enggak? Itu komputer aslinya emang enggak ada virus. Palingan yang megang data keuangan lagi oleng aja. Bisa-bisanya aja dia cari muka ke bos dan kita-kita.” Delisa mulai menyebar gosip. “Tapi kata orang IT itu emang virus langka, Del. Masa iya bisa begitu,” celetuk seorang staf toko. “Ah! Itu dia mental tempe aja! Masa iya orang IT langsung nyerah. Palingan virusnya itu diada-adain aja sama si anak baru itu.” Tak hanya menghasut, Delisa pun mengambil ponselnya dan menunjukkan perilaku Mariana sebelum masuk ke dalam toko yang menatap langit dengan penuh senyum. “Trus, kenapa dia kayak gitu, Del? Apa hubungannya sama virus?” tanya temannya. “Itu karena dia yang simpan virusnya lebih dulu, makanya hanya si anak baru doang yang bisa beresin tuh masalah, kan.” Dua orang yang menatap heran foto di ponsel Delisa terlihat mulai percaya dengan perkataannya. “Nah, kalian coba liat dia tadi dari awal masuk sampai tiba-tiba nyamperin meja bagian keuangan tanpa diminta. Masa iya dia ujug-ujug ke situ kalau bukan karena udah setting duluan di komputernya?” Bertambah lagi orang yang percaya pada perkataan Delisa, dan salah satunya mengadukan hal tersebut pada bos. Mariana menyaksikan dan mendengarnya secara langsung. Hatinya terasa sakit saat mendengar fitnah tak berdasar dari seseorang yang tak Mariana kenal. Namun, mau membela diri pun tak bisa. Karena memang tak ada yang memahami virus tersebut dan cara menyelesaikannya. Akhirnya Mariana hanya berdiam diri di balik mejanya sambil menundukkan kepala dan hati yang terluka, tidak menggubris kejadian ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN