LoD_3

796 Kata
Masih dengan kondisi di mana aku baru pulang dari interview dan diinterogasi lagi sama Tante Andriane di rumah, "Jadi gimana, Dek, interviewnya, aman? Adek bisa jawab semua pertanyaan mereka, kan? Ditanya apa aja tadi?" Belum juga pertanyaan itu aku jawab, sudah diberondong lagi dengan pertanyaan lain, "Hari kerjanya gimana, jam kerja mulai dari jam berapa sampai jam berapa, lalu gajinya, gimana?" Aku cuma bisa ketawa aja deh, ngeliat tanteku yang satu ini. Dengan santai aku menjawab satu per satu pertanyaannya, "Sabar, Tante sayang. Aku narik napas dulu yaaa. Jadi tadi interviewnya aman, biasa aja sih, aku ditanya beberapa alat yang berhubungan sama komputer, terus ditanya juga program-program yang berhubungan sama Excel, word, photoshop, ya semacam itulah. Untuk hari kerjanya sendiri mulai dari hari Senin sampai hari Sabtu. Nah hari Minggu tetap masuk, hanya saja liburnya gantian. jadi jatah libur cuma dua hari dalam satu bulan. Khusus hari Minggu itu dihitung lembur. Gajinya kecil, Tan, cuma satu juta delapan ratus ribu, sama uang makan dan transport tiga ratus ribu, lembur sehari tiga puluh ribu. Tapi kalo gak masuk, gaji dipotong lima puluh ribu sehari, Tan." Tante seperti mencerna apa yang sedang aku bicarakan, karena dari tadi wajahnya seperti memikirkan sesuatu. Setelah dia beberapa saat, Tante Andriane menanggapi apa yang aku sampaikan tadi, "Sebenarnya dengan waktu kerja dan hari kerja yang begitu, gaji satu juta delapan ratus itu kecil, ya, Dek. Tante gak maksain Adek buat kerja, kalo Adek gak mau terima atau mau pikir-pikir dulu, silakan, ya. Pada dasarnya apa pun keputusan Adek, semuanya Tante dukung." Aku mengangguk, aku tau Tante tidak mau aku merasa terbebani, toh dengan mengajar private dari rumah ke rumah, sebenarnya uang yang aku hasilkan cukup juga untuk bantu kebutuhan rumah, walaupun tidak sebanyak yang Kakak hasilkan. Setelah ngobrol panjang lebar sama Tante di ruang depan, Kakak yang baru selesai merivew banyak barang sponsor dari mereka yang memakai jasa Kakak untuk dipromosikan, turun ke bawah, dan sepertinya mau membuka mulut dan bertanya, “Dek, gimana …” aku langsung menaruh telunjukku di depan mulut dan mengeluarkan desis, “SSSttt … baik, aman, nunggu hasil aja. Kalo mau lebih jelas, tanya Tante, aku capek ngejelasin berkali-kali. Aku ke kamar dulu.” Kakak ketawa melihatku seperti itu, “Adek kenapa sih, Tan? Lucu deh,” Kakak dan Tante Andriane aku dengar tertawa berdua, “Biasalah, namanya juga baru pulang interview, ada keselnya, ada serunya, campur-campur. Akhirnya pulang-pulang kecapean." Dan aku membersihkan badan lalu membuka laptopku. Kemarin aku menerima laporan kalo mesin absensi di Taman Kanak-Kanak Bunga Bangsa mengalami eror. Tidak eror terus, tapi ketika jam-jam tertentu saja, ketika ramai diakses sama banyak anak secara bersamaan, maka mesinnya tiba-tiba eror. Aku masih mencari masalahnya di mana. Sejauh ini aku baru menyimpulkan dua kemungkinan, yang pertama server yang digunakan tidak sebesar kebutuhan yang harus dipenuhi sekolah untuk jumlah anak segitu banyak, sementara yang kedua adalah programku yang eror. Sepertinya aku harus langsung ke sumber masalahnya, ya itu ke sekolah tersebut, biar aku bisa tau ada masalah apa sebenarnya. Jadi, setelah istirahat sebentar, aku pamitan ke Tante Andriane untuk pergi ke Taman Kanak-Kanak Bunga Bangsa itu, “Tan, aku ke sekolah bentar, ya. Taman Kanak-Kanak Bunga Bangsa yang kemarin menyewa program absensi dariku ada kendala sedikit. Aku jangan ditungguin pulangnya, nanti Tante kangen, rindu itu berat, biar mamang cilok aja yang dorong gerobak.” Tante Andrian tertawa dan aku langsung gas menuju tempat yang aku tuju. Sesampainya di sana, aku ketemu sama guru komputer yang memang biasa bekerja sama denganku, sebagai penjembatan antara aku dan sekolah ini. “Dugaan awal saya, ini server yang tidak bisa menampung banyaknya siswa yang absensi secara bersamaan, Pak Dani.” Begitu aku membuka percakapn kami siang itu. Dia mengangguk, “Kalo memang begitu, jalan solusinya, berarti server sekolahan harus diupgrade, ya, Mbak Gendis?” aku mengangguk. lalu aku membuka laptopku dan membuka jaringan internet di sekolah, “Pak, kejadian ini udah beberapa kali atau memang baru kemarin saja kejadiannya. Karena faktor signal juga bisa berpengaruh,” Pak Dani bilang bahwa ini sudah beberapa kali terjadi. Aku coba cek kapasitas internetnya, menurutku cukup untuk ukuran sekolah ini dan siswa yang segini, maksudnya ini sepertinya memang kendala di servernya. Karena programku, di sekolah lain tidak ada masalah, aku cek di sini juga tidak ada masalah. Jadi aku bilang ke Pak Dani, bahwa harus upgrade servernya, “Ini harus upgrade server, Pak. Kalaupun sekolah belum mau upgrade server, jalan tengahnya, setiap kali absen, jangan berbarenga. Sepertinya maksimal sepuluh sampai dua puluh anak saja yang akses, lalu anak lainnya bergantian.” Pak Dani mengangguk dan bilang besok pagi dia akan mencoba membicarakan ini ke pihak sekolah, “Besok saya coba floorkan masalah ini, Mbak Gendis. Terima kasih, ya.” Dan setelah ngobrol sebentar, aku pulang lagi ke rumah, karena memang hanya itu saja urusanku hari itu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN