Rencana

1426 Kata
Aku mencoba fokus dengan apa yang ada di depanku meski pikiran ini entah kemana. Guru yang ada di depan ku, menjelaskan semuanya, namun aku masih tak percaya dengan semua yang terjadi padaku, andai ini mimpi aku ingin segera bangun dari mimpi ku . “Apa sudah mengerti Vina?” Pertanyaan itu membuat aku tersadar dati lamunan ku. “Yang mana Pak?” Aku malah berbalik bertanya. Aku bingung yang mana saja yang di jelaskan. “Apa sedari tadi kamu melamun?” Ucapnya. Aku hanya diam. Aku tahu tak seharusnya tidak fokus saat guru yang di depan ku menjelaskan. Tapi mau bagaimana lagi, aku benar-benar tak bisa membohongi pikiran dan hatiku. “Aku butuh minuman.” Batinku. “Vina!” panggilnya. “Hah! Iya, ada pak, yang mana?” ucapku cepat. Lelaki di depanku hanya geleng kepala. “Sekarang kamu kerjakan soal ini dan ini.” Dia menunjukan beberapa soal di dalam buku. “Astaga, aku belum paham.” Pikir ku. “Maaf pak, bisa tolong jelaskan kembali, tadi saya tidak konsentrasi.” Pinta ku ulang. Dia menghembusakan napasnya beberapa kali, aku tahu dia kesal atau marah, entahlah. Dia pun kembali menjelaskannya dengam sabar. Kali ini aku akan fokus. Semoga saja. Mungkin sekitar satu jam, dia menjelaskan dua rumus yang berbeda namun dengan hasil yang sama ini cukup bagus untuk ku, dan mungkin saja ini bisa membantuku untuk membuat makalah lomba bisa lebih mudah. Aku tersenyum dengan isi di kepalaku. “Apa sekarang kamu sudah mengerti Vina?” tanyanya. Aku mengangguk sekali. “Baiklah, kalau begitu sekarang kamu kerjakan soal yang tadi saya suruh. Jika ada yang kurang jelas kamu bisa tanyakan ke saya.” Ucapnya. “Baik pak, saya mengerti.” Jawab ku yakin. Cukup lama aku mengerjakan soal itu. Lumayan rumit sih, aku kira semudah yang aku bayangkan tapi ternyata aku salah. Soal ini bahkan membuat kepalaku berdenyut bukan main. Aku sempat menghembuskan napas berkali-kali, dan sempat juga bertanya, namun guru yang awalnya ku kira baik ini ternyata lebih menyebalkan dari yang aku bayangkan. Pertanyaan ku hanya di jawab sekedarnya, aku menggaruk kepala ku pusing. “Ini kenapa jadi begini sih rumusnya.” Aku ngedumel sendiri melihat deretan angka dan kata yang hanya berputar-putar disitu saja. “Pak.” Panggil ku. Dia menoleh sekilas sebelum melihat ke laptopnya lagi. “Ada apa Vina?” tanyanya polos tanpa dosa, padahal aku tahu dia tahu apa yang aku inginkan. “Saya bingung pak, kenapa rumusnya jadi begini, dan hasilnya tidak ada yang cocok dengan pilihannya, dan yang ini.” Kata ku, menunjukan soal yang memiliki rumus yang sama dengan apa yang di contohkannya tadi. “Saya audah mencoba kedua rumusnya tapi kenapa hasilbya nggak sama?” tanyaku heran. Dia hanya tersenyum, beberapa saat dia hanya menelisik hasil kerjaku, sampai mungkin dia telah menemukan letak kesalahan ku, dia menutup laptopnya dan menjelaskan rumusyang aku kerjakan dan tata letak kesalahan ku. Aku bari sadar ternyata jumlah ionnya yang berbeda dan aku tadi tidak melihat jumlah dari seriap atom yang tersusun, serta jumlah molikul yang mengelilinginya. “Sekarang kamu paham dimana kesalahan kamu Vina?” tanyanya setelah ia selesai menjelaskan. “Iya pak, maaf tadi saya nggak lihat tabelnya dulu.” Jawab ku. “Baiklah, pelajaran kali ini, saya sudahi, mungkin hari Rabu saya akan datang kembali, sebagai uji coba kamu, saya kasih tugas yang lain, agar kamu semakin paham, dan jika tugas yang saya berikan hasilnya benar, mungkin pertemuan yang ketiga kita akan adakan ulangan.” Jelasnya. Aku membulatkan mata, segampang itu dia minta ulangan enak saja. Tapi kok dia bilang hari Rabu, terus besok siapa yang akan mengajar ku, apa libur ya, semoga saja deh. “Baik pak, akan saya usahakan sebaik mungkin.” Lidah ku ingin sekali aku pukul karena selalu tak sesuai dengan apa yang ada di hatiku dan pikiran ku. “Kalau gitu, saya pamit dulu, salam saya pada mama kamu.” Ucapnya sebelum dia mengemasi semua barang-barangnya. Aku pun melakukan hal yang sama. Setelah semua rapi seperti awal ku panggil Mbok untuk membersihkan bekas minuman dan cemilan yang di sediakan tadi. “Mbok, “ Panggil ku. Namun sepertinya dia tak mendengar ku. “Mbok.” Ulang ku lagi, karena masih tak mendapat jawaban aku pergi dapur untuk melihatnya. Sampai ku disana tak ada orang. Malahan semua rapi seolah tak ada kegiatan masak memasak. Aku mencoba mencarinya ke halaman belakang. Ada mang Sapri yang sedang memberaihkan sisa rerumputan yang telah ia potong. “Mang, lihat mbok nggak?” tanyaku dari pintu belakang. Lelaki paruh baya itu pun menoleh padaku, melihatku yang sedang celingak celinguk dia pun bangun dan mendekat. “Aduh, tadi kalo nggak salah Bik Mirah pergi sama Nyonya Non.” Jawabnya. Aku pun menghela napas. “Baiklah makasih ya Mang.” Balas ku, sebelum aku berbalik untuk melangkah. Aku sudah sampai anak tangga, aku rasa aku lupa sesuatu. Aku berhenti sejenak, mengingat apa yang ingin aku kerjakan. Setelah aku tahu, kembali aku berbalik kehalaman belakang, Mang Sapri sudah kembali bekerja. “Mang.” Panggilku. Dia pun menoleh. “iya Non, ada yang bisa mamang bantu?” tanyanya, dari tempatnya. “Gini, nanti kalo Mbom sudah pulang, tolong bilang bersihkan ruang tamu ada bekas minuman dan cemilan yang tadi, aku mau kerjain tugas dulu dalam kamar, terus nanti buat makan siangnya aku mau di kamar aja, nanti suruh bawa ke atas ya.” Ucapku. “Baik Non.” Jawabnya. “Ada lagi yang lain Non?” tanya nya. Aku pun menggeleng. “Nggak ada Mang, itu aja.” Jawabku. Aku pun kembali ke pulau kapuk kesayangan ku. Tadi gawai ku, aku tinggalkan di kamar. Mungkjn saja ada sudah banyak pesan dari grup, atau berita Update lainnya di i********:. Tubuhku sudah panas bukan main, gara-gara baju sialan ini, tubuhku kembali lengket. “Ya ampun, kapan semuanya berakhir.” Lirihku sampil melepaskan baju. “Ini semua gara-gara baju sialan ini, dan yah tentu saja wanita pembawa sial itu. Jangan harap hidupnya akan damai. Liat saja.” Ucap ku ngedumel sendiri. Kembali aku mengguyur tubuhku di bawah sower yang mungkin saja bisa membuat ku rilex. Setelah puas berdiri di bawah air yang membasahi tubuhku, aku rasa ini belum cukup, dan aku pun masih ingin memanjakan tubuhku sediki lebih lama lagi. Ku isi bathtub yang ada di sampingku dengan air hangat. Tak lupa aroma terapi aku teteskan beberapa untuk membuatku semakin tenang. “Ahhhh! Ini sangat nyaman.” Lirihku setelah meletakkan tubuhku di dalamnya. Aroma mawar dan lavender serta hangatnya air yang merendam tububku membuat pikiranku bisa berfungsi dengan normal kembali. Melupakan penghiatan si b******k itu dan tugas yang menantiku di dalam sana. ****** Aku sedang mengerjakan tugas di meja, suara getar gawai ku di ranjang membuat aku berhenti. Tadi setelah mandi sekitar satu jam aku sempat membalas chat grup yang mengajakku ke club, tadi juga Neni berencana akan ke Mall bersamaku dan Lola. Niat dua Laki-laki yang sudah ku anghap sebagai kakak itu ikut di urungkan. Jadi aku pikir mungkin saja slah satu di antara mereka yang menghubungiku. Tanpa aku melihat siapa yang menelpon aku angkat saja. “Hallo, kita jadi pergi?” tanyaku antusias. “Sayang!” tiba-tiba suara ku tercekat di tenggorokan. Alu kenal suara itu. Tapi kini bukan lagi rasa bangga ataupun terpesona. Melainkan rasa kecewa dan menjijikan. “Mau apa lagi? Belum puas kamu nyakitin aku? Atau kamu mau meledek ku karena pernah cinta banget sama kamu, tapi sayang, kamu salah jika kamu berpikir, aku akan menangis. Air mataku terlalu berharga untuk aku keluarkan untuk cowok penghinat kayak kamu.” Ucap ku panjang lebar. “Sayang aku cuman mau jelasin sesuatu." Ucapnya. “Tolong kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya aku mohon. Tolong sayy..” “Cukup, kamu nggak punya hak lagi buat panggil aku sayang.” Potong ku. “Kamu nikmatin aja masa bahagia kamu dengan sepupu tersayangmu itu.” Ucap ku emosi. “Upsss!” aku menutup mulutku dramatis. “Ralat, bukan sepupu ya, tapj pacar simpenan.” Sambungku kembali. “Dan sepertinya kita sudah tak ada hubungan lagi bukan, bukan cuman status, namu juga perasaan kita sudah putus.” “Tapi Vin...” “Udah lah, sudah cukup semuanya. Aku memberikan kamu kebebasan dan kebahagiaan yang akmu mau bukan. Jadi aku juga bisa dong mencari kebahagiaan ku sendiri. Jadi please janga ganggu aku lagi ya.” “Tapi Vin ini nggak ad...” Tanpa mau mendengar kata dia lagi aku mematikan sambungan itu. Terserah dia mau bilang apa. Yang jelas hati aku sudah tertutup. Dan kini aku butuh minuman untuk menenangkan pikiranku. Sepertinya pergi ke club bersama mereka bukan ide yang buruk. Aku menganti bajuku dengan cepat sebelum Tuan putri Nova mengetahuinya. Tadi aku dengar dia sempat pulang untuk mengantar Mbok Mirah. Namun sepertinya dia pergi lagi. Itu lebih baik pikirku, jadi aku bisa keluar yanpa harus ijin dulu bukan atau mencari banyak alasan. Tanpa babibu aku menghubungi mereka lewat grup dan berjanji bertemu di Club biasa, dan mereka pun menyutujui nya. Untung saja aku masih punya stok baju yang bisa aku pakai untuk keluar dan tidak malu-maluin. “Semoga saja nggak ketahuan.” Batinku. Setelah aku terlihat aman. Aku pin dengan cepat mengambil kunci mobil dan segera keluar dari rumah itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN