Enam

1092 Kata
Mira dan Mikha kembali ke rumah setelah dari acara ulang tahun teman bocah itu. Mira melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul empat sore, dia bernapas lega karena jam segitu biasanya dia bisa istirahat dengan santai. tadi sebelum masuk ke kamarnya, Mira sudah menemani Mikha di kamarnya hingga gadis kecil itu tertidur. Mira membuka bajunya, dia berniat mandi dulu sebelum istirahat sebentar.  Baru saja dia ingin masuk ke kamar mandi dengan hanya berbalut pakaian dalam, William menyentak pintu kamarnya dengan keras. Mira berbalik dan berteriak kencang, "Kyaaa..."  William dengan cepat kembali menutup pintu. Jantung pria itu berdebar dengan kencang. darahnya berdesir hebat, gairahnya naik dengan cepat. celana yang dia pakai menyempit dan terasa sesak.  "Ada sesuatu yang bapak butuhkan?" Tanya Mira. Setelah dia mengenakan kembali pakaiannya dan saat membuka pintu dia masih menemukan William di depan kamarnya. Mira sama sekali tidak menyembunyikan raut wajahnya yang lelah meski ada rona malu di kedua pipinya. Mengingat dia tidak pakai baju saat majikannya itu membuka pintu tadi. William yang mampu mengubah raut wajahnya menjadi datar dalam sedetik. Sedikit mengangkat alisnya melihat pengasuh putrinya itu. "Kamu sakit?" Tanya William datar. "Tidak pak, hanya sedikit lelah," Jawab Mira jujur.  "Bapak butuh sesuatu?" tanya Mira lagi saat pria itu hanya diam. "Buatkan saya makan!"  "Bapak belum makan?'' Mira melihat jam dinding yang menunjukan pukul empat sore.  "Saya lupa, saya terlalu fokus bekerja," ucapnya berbohong. William hanya tidak suka makan, makanan yang bukan buatan Mira. Rasanya berbeda dan asing, kalau bukan Mira yang masak. Apalagi kalau dia makan di rumahnya sendiri. Selama lima tahun terakhir ini, Mira lah yang selalu memasak untuknya dan Mikha. Mira rasanya ingin mengomeli William karena kebiasaan pria itu. Tapi dia tidak berani, melihat tatapan William saja dia sudah ciut.  "Bapak keberatan, kalau saya ganti baju dulu?" Wajah Mira kembali memerah dan panas mengingat kejadian tadi. "Tidak, tapi kamu harus cepat. Saya lapar!" Lalu tanpa menunggu jawaban Mira, William langsung berlalu dari depan kamar wanita itu. Mira menutup pintu kamarnya dan menangkup wajahnya yang masih panas. Mira tidak ingin membuat William menunggu lebih lama. Dia lalu bergegas masuk ke kamar mandi dan berganti baju. *** William masuk ke kamar mandinya dan langsung mengguyur seluar tubuhnya dengan air dingin. Dia sedang berusaha meredakan gairahnya. William mengutuk dirinya yang tidak mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar Mira.W "Mira," erang William menyebut nama wanita itu dalam aktifitas memuaskankan diri sendiri. Lima belas menit kemudian setelah William mendapat pelepasannya. Dia keluar dari kamar mandi lalu menggunakan baju santai. William keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur. Dia menemukan Mira yang sedang menyajikan semangkuk sup ayam yang masih mengepulkan asap. Lalu ada ikan gurame asam manis. William kembali memasang wajah datarnya, Mira menarik kursi untuk William duduk. Lalu menyendok nasi dan lauk ke piring William.  "Kamu mau kemana?" Tanya William saat Mira tidak ikut duduk malah hendak pergi.  "Sa-saya, mau-," "Duduk! temani saya makan!" perintah William. Mira, mau tidak mau harus duduk. Dia menarik kursi di sebrang William. Diam-diam dia melirik William yang lahap memakan makannya. Ada rasa hangat yang menyusup dia hatinya, melihat William yang menyukai masakannya.  "Kenapa melihat saya, kamu mau makan juga?" Mira hanya menggeleng menjawab pertanyaan William itu. Dia kenyang, dan yang dia butuhkan saat ini adalah tidur. Mira  terkantuk-kantuk menunggu William makan. Hingga dia tidak sadar sudah tertidur di depan William yang sudah menyelesaikan makannya sejak tadi. Dia memperhatikan Mira yang pulas tanpa terganggu dengan keributan di sekitarnya. Lama William memperhatikan Mira, dan wanita itu tak kunjung bangun. William memundurkan kursinya dengan pelan, dia lalu mendekati Mira. kemudian dia menggendong Mira pindah ke kamarnya. Anisa melihat itu dengan hati panas terbakar. Dia akan menyusun rencana untuk menendang Mira keluar dari rumah ini. *** William menurunkan Mira dengan pelan dan hati-hati. Hal yang sedari tadi di tahannya kembali naik lagi. William menunduk dan mendaratkan bibirnya di bibir Mira.Lembut, sangat lembut. William suka dan tidak cukup hanya menempel saja. Dengan hati-hati dia menyesap bibir bawah Mira, William menggeram di mulut Mira. Dia merasa tidak cukup hanya dengan bermain bibir.  Dengan lancang William menyentuh d**a Mira, dia meremasnya pelan, takut membangunkan wanita itu. "Emhy ..." Mira melenguh dalam tidurnya. William dengan cepat melepaskan tautan bibirnya, dia menarik tangannya dari atas d**a Mira. Dia menutup tubuh Mira dengan selimut lalu pergi dari kamar Mira.  *** Mira dan Mikha turun dari mobil, setelah mereka tiba di rumah. Mereka baru saja pulang dari sekolah gadis cilik itu. Di belakangnya Jasmine ikut turun. Mira sudah ijin pada William untuk membawa Jasmine sahabatnya berkunjung. "Wow... gede banget." Jasmine melihat takjub pada rumah william. Selama lima tahun Mira bekerja di sana, ini pertama kalinya dia membawa Jasmine berkunjung.  "Kamu duduk di sini yah, aku urus Mikha sebentar". Mira meminta Jasmine menunggu di kamarnya. Jasmine mengangguk, dia lalu membaringkan badannya di ranjang besar milik Mira.  Dia baru tahu kalau Mira tidur di kamar seluas ini. Jasmine mengamati ruangan kamar tidur sahabat baiknya itu. Tidak lama kemudian Mira kembali ke kamarnya. Mikha mengekor di belakangnya, gadis kecil itu belum mau tidur siang. Mira membuka lemari penyimpanan kecil yang ada di samping lemarinya. Dia mengeluarkan cemilan dan air mineral kemasan. Tadi mereka sudah makan siang di kantin sekolah sebelum pulang. "Mikha, kalau ngantuk bilang Tante, yah, " Kata Mira sambil duduk di samping sahabatnya itu. "Iya, Tante," jawab Mikha patuh. "Kalau aku punya kamar sebesar ini, betah ini mah tidur seharian," kata Jasmine berguling-guling di kasur Mira. "Iya kalau rumah sendiri, lah ini rumah majikan, bisa ditendang aku kalau tiduran mulu," kekeh Mira, matanya tidak lepas mengawasi Mikha yang bermain sendiri di karpet bulu yang halus. "Kamu belum cerita soal pria yang kamu cintai itu." Jasmine mengubah posisinya jadi duduk. "Jadi siapa laki-laki itu?" tanya Jasmine lagi. Mira menunduk dan berbisik pelan, "Dia, pak William,"  jawab Mira. "Hahaha..," Tawa Jasmine meledak. "Kamu bisa melucu juga," kata Jasmine setelah tawanya reda. "Aku nggak bercanda," kata Mira serius.  "Kamu serius!?" Mata Jasmine membulat. Dia melihat Mira sungguh-sungguh. "Bisa tidak usah berteriak?" kata Mira sambil mengusap telinganya yang berdengung. "Jadi kamu beneran serius dengan perasaan mu pada Pak William?"  tanya ulang Jasmine. Dan dibalas anggukan tegas dari Mira. Jasmine melihat sahabatnya itu dengan tatapan prihatin. "Sebaiknya kamu melupakannya, Mir. Kita sama-sama tahu kalau itu tidak akan berhasil." Jasmine bukannya tidak mau mendukung sahabatnya. dia hanya tidak mau sahabat nya terluka. Mustahil William punya rasa yang sama. "Aku tahu, aku sedang berusaha melupakannya." Mira menunduk sedih.  Jasmine memeluk sahabatnya, "Aku bukannya tidak mendukung mu. tapi aku nggak mau kamu berjuang sia-sia dan akhirnya terluka." "Iya aku tahu," balas Mira berusaha tersenyum. Cintanya harus di cabut sebelum tumbuh semakin besar.  Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN