8. Air terjun

1351 Kata
Reynand berhenti sejenak saat Reyna menghela nafas panjang, wanita itu mungkin kecapekan karena sejauh ini mereka sudah cukup lama mendaki hutan Pinus ini. Reynand membawa Reyna agar duduk di bawah pohon yang menjulang tinggi di hadapannya, tersenyum ke arah gadis nya yang sekarang wajah nya sudah memerah akibat kepanasan serta kecapekan. Ingin sekali Reynand tertawa dengan wajah gadis itu, tetapi ini bukanlah waktu yang tepat. "Kamu capek ya, sayang? Mukanya sampe merah begitu." Tanya Reynand sembari ikut duduk di samping kekasihnya. Reyna mengangguk, membuka tas yang berisi cemilan serta dua botol aqua. Satu nya ia berikan kepada Reynand dan langsung di terimanya. Karena Reynand juga merasa haus dan letih, walau wajahnya tak menampakkan itu semua. "Kita udah kejauhan ya, Rey?" "Iya, udah sampai sini aja ya sayang. Kalau ke atas kita bisa sampe malam. Nanti Revin marah," Jawab Reynand memberi penjelasan pada kekasihnya agar Reyna tak keras kepala untuk mendaki lebih atas lagi. kalau waktunya pagi atau siang sih, Reynand mau-mau saja. Kalau malam, bukan waktu yang tepat, apalagi Reyna. mengingat jika wanita itu adalah Indigo. Reyna mengangguk lalu tersenyum kecil, dia mengeluarkan sebuah wadah tissue yang tak terlalu besar dan mengelap wajahnya yang berlinangan keringat dengan tissue itu. "Nih," Reyna memberikan beberapa lembar tissue kehadapan wajah Reynand yang sibuk memandang dirinya sedari tadi. Reynand memandang tissue itu dan hanya mengerutkan keningnya. "Keringat kamu lap nih!" titah Reyna, tetapi Reynand malah terdiam. Hingga beberapa menit kemudian Reynand menyunggingkan senyum kecil lantas mengedikkan bahunya. "Lap lah sama kamu, masa sama aku." Mendengar jawaban itu membuat Reyna terkekeh kecil, dia mulai mengulurkan tangan kanannya untuk mengelap keringan Reynand yang ada di dahi menggunakan tissue. Setelah itu dia mengantongi tissue nya kembali dan akan membuangnya nanti dibawah sana. Ia tak akan mungkin mengotori hutan seindah ini. "Nah gitu dong, makasih sayang." ujar Reynand tersenyum hangat membuat Reyna mengangguk. Tiba-tiba saja Reyna terlonjak saat mendengar suara gemericik air. Dia mengerutkan kening pasalnya ia begitu jelas mendengar suara itu. "Rey, kamu denger suara air gemericik gak?" Reynand mengerutkan kening dan menatap kekasihnya dalam. "Enggak tuh, kenapa tah? Kamu dengar ya." Reyna mengangguk lantas menghela nafas pelan. Ia takut jika pendengarannya sedang tajam, dan itu bukanlah air terjun yang ada di dunia nyata. Ah tetapi saat mendengar kembali gemericik air terjun itu pikiran negatif yang melintasi otaknya, Reyna tepis begitu saja. "Rey, kita ikutin suara itu yuk. Aku penasaran banget.. hum." Reynand segera menggeleng, dia menatap kekasihnya tajam. Karena bagaimanapun apa yang Reyna dengar jika dia tidak mendengar itu berarti ada yang aneh dan salah. "Ayo iih!" Reynand kembali menggeleng. "Pulang ayo!" Nada pria itu terdengar tegas, tetapi Reyna tak gentar dengan pendiriannya. Dia membuang wajahnya dan segera beranjak pergi. Dia berniat akan mencari sumber suara itu seorang diri, ah Reyna sangat yakin Reynand tak akan membiarkan dirinya pergi sendiri. "yaudah!" putus Reyna. *** Benar saja, Reynand tak akan membiarkan Reyna pergi sendirian. Pria dengan wajah yang terlihat datar itu mengikuti Reyna dari belakang. "Sayang.. coba dengerin aku kali ini aja." Reyna menghentikan langkah dan menghadap ke arah Reynand. "Rey, suaranya udah deket banget.. ayolah sebentar aja. Lagian ini juga jalan arah pulang kan? Sekalian aja iihh." Reynand menghela nafas kasar lantas mengangguk ragu. "Sebentar lagi adzan magrib Reyna!" Reyna menatap wajah Reynand yang dingin, sedetik kemudian wajah dirinya memerah. Baru kali ini Reynand membentak dirinya, apakah Reynand semarah itu. Reynand menghela nafas kasar. "Sebentar kan?" nada Reynand sudah melembut, dia mengangkat dagu Reyna agar menatap dirinya. "Yaa..iyaa. Bentar aja, a-aku penasaran." Reynand mengangguk, pria itu menggandeng tangan kekasihnya lembut membuat Reyna kembali mengembangkan senyuman. Ia pasti tahu kalau Reynand tak akan marah kepadanya terlalu lama, pria itu sangat menyayanginya dan pasti akan melakukan apapun yang membuat wanitanya senang. Setelah perdebatan kecil di tengah jalan itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan, Reyna dengan semangat menggandeng tangan Reynand yang wajahnya masih saja datar, tetapi mau tak mau Reynand harus mengalah, sepertinya berkunjung sebentar tidak akan apa-apa. Ya semoga saja! "Wah indah banget, Rey." Bukan hanya Reyna, Reynand pun tercengang dengan pemandangan yang ada di depan mereka ini. Pasalnya di depan sana terpapar air terjun yang sangat indah sekali, airnya jernih, suara gemericik air yang turun dan melewati bebatuan itu membuat mata siapapun akan terpesona. Reyna melangkah lebih dekat, tentu saja di ikuti oleh Reynand. Sayang sekali berkunjung kemari tetapi tidak menyentuh air jernihnya. "Eh mbak, mas. Permisi.." Reyna dan Reynand menoleh secara bersamaan saat ada satu orang yang memanggilnya. Reyna memastikan jika wanita itu adalah orang, tetapi jika bukan orang maka Reynand tak akan menoleh dan tak akan mendengarnya bukan? Beberapan menit kemudian dia bisa menghela nafas karena yang berada dihadapannya sekarang adalah manusia. "Iya kenapa ya mbak?" Tanya Reyna. "Kakak-kakak ini pengunjung disini ya?" "Iya kenapa emangnya?" selalu Reyna yang menjawab, seperti biasa jika bukan urusan pekerjaan, Reynand akan bersikap cuek pada perempuan selain Reyna dan sahabat Reyna. "Saya cuman mau ngasih tau saja. Kalau magrib jangan keluyuran disini, soalnya banyak sekali mitos tentang hutan ini apalagi air terjun." Reyna dan Reynand kembali mengerutkan kening secara bersamaan. "Maksudnya mbak? Mbak ini siapa? Kenapa mbak juga keluyuran ini kan mau masuk waktu magrib loh." Wanita itu tersenyum kecil. "Saya Mahasiswi yang sedang pengamatan. Tenda nya ada sebelah sana, besok main-main aja atau kita bisa janjian kembali disini." Reyna mengangguk ragu. "Yasudah dek, kamu jangan keluyuran seorang diri. Kita mau pergi dulu ya dek, soalnya udah Magrib mau sholat juga. Assalamualaikum," Wanita itu mengangguk, lalu mempersilahkan Reyna dan Reynand untuk pulang. "Waalaikumsalam, hati-hati di jalan. Satu hal, apapun yang kalian dengar tetap pada satu tujuan. Pulang ke Villa kakak jangan menengok kebelakang ya." Ah kalau seperti ini Reynand dan Reyna semakin bingung, namun mereka berdua menghiraukannya. Sepuluh menit lagi adzan magrib. Reynand membuka jaket yang melekat ditubuhnya, memakaikannya pada bagian kepala Reyna dan membungkus wajah wanita itu. Tidak apa-apa dirinya merasa dingin juga, asal wanitanya tetap aman. Untung saja, Reyna juga memakai jaket. "Kamu ngapain sih, Rey?" "Biar kamu gak liat sesuatu," Di balik jaket Reynand, Reyna tersenyum tipis. Reynand tetap sama seperti dulu, selalu mementingkan dirinya dari pada diri Reynand sendiri, selalu bersikap manis dan romantis, walau Reynand tak humoris seperti Alvin, tetapi Reynand mampu membuat dirinya bahagia dan tertawa sampai mengeluarkan air mata. "Kamu ini ada-ada aja sih, hehe." Jawab Reyna sembari membuka jaket dan memasangkannya di tubuh mungilnya. Jaket itu sangat kedodoran sekali di tubuhnya. "Gini aja." Reynand terkekeh, saat tangan Reyna menyelinap di tangan kirinya, menggandeng tangan Reynand cukup erat. "Harusnya kamu takut jalan berdua sama cowok. Mana di hutan, terus udah sore juga." "Kenapa pak? Aku gak takut di mesumin kok. Kalau kamu niat m***m, udah aja sewa hotel dari kemarin-kemarin," Reynand dibuat tertawa dengan jawaban Reyna, wanita itu begitu frontal mengungkapkan isi hatinya. "Lagian mana berani aku sayang, banyak singa yang jagain." "Iyalah jangan, masa polisi nya seperti itu. Gimana rakyatnya," "Iya sayang, lagian aku tuh kan sayang sama kamu bukan buat merusak kamu.." Sepanjang jalan mereka terus berbicara agar suasana tak terlalu mencekam. "Bag-" Tolong.. Ku mohon tolong aku... tolong, hiks.. Reyna menghentikan langkah saat ada suara yang asing yang meminta tolong. "Rey, kamu dengar gak ada orang yang minta tolong?" Reynand menghela nafas pelan, dia melepaskan gandengan tangan Reyna lantas menyelinap kan tangan besarnya di pinggang Reyna. "Ayo pulang! Jangan aneh-aneh, aku sholawatan aja ya." Teringat dengan mahasiswi tadi, Reyna urung untuk mendengarkan suara orang minta tolong itu. Reyna mengangguk, dan mulai menikmati suara merdu Reynand yang melantunkan shalawat. Shalawat yang di lantunkan oleh Reynand berjudul "Ya nabi salam alaika" itu membuat hati Reyna tenang, membuat suara-suara asing terabaikan. ***** Bonus Lirik? Ya Nabi Salam 'Alaika Ya Rasul Salam 'Alaika Ya Habib Salam 'Alaika Sholawatullah 'Alaika Asyroqol Badru 'Alaina Fakhtafat Minhul Buduruu Mitsla Husnik Maa Ro'aina Khottu Ya Wajha Sururii Ya Nabi Salam 'Alaika Ya Rasul Salam 'Alaika Ya Habib Salam 'Alaika Sholawatullah 'Alaika Anta Syamsun Anta Badrun Anta Nuurun Fauqo Nuuri Anta Iksiru Wagholi… Anta Misbahus Shuduri Ya Nabi Salam 'Alaika Ya Rasul Salam 'Alaika Ya Habib Salam 'Alaika Sholawatullah 'Alaika Ya Habibi Ya Muhammad Ya 'Arusal Khofiqoini Ya Muayyad Ya Mumajaad Ya Imamal Qiblataini Ya Nabi Salam 'Alaika Ya Rasul Salam 'Alaika Ya Habib Salam 'Alaika Sholawatullah 'Alaika bersambung..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN