10. Riani kesurupan

1223 Kata
Tak ada percakapan diantara mereka, selain memandang hujan yang beberapa menit ini semakin deras, mereka semua asik dengan pikirannya. Hingga suara seseorang membuyarkan lamunan mereka. "Kak, maafin adek ya." Reyna menundukkan kepalanya, meminta maaf kepada kakaknya, Revin yang tadi sempat marah karena dirinya. Revin tersenyum kecil, melihat Reyna yang mengakui kesalahannya sudah lebih dari cukup. Ditambah dengan keberadaan Valen membuat mood nya kembali membaik. "Gak apa-apa dek, lain kali jangan begitu. Jangan keras kepala!" Peringat Revin yang langsung diangguki oleh Reyna. "Mellow gini sih! Gak seru ah!" Ucap Felli "Terus lo maunya apa, Fell?" Tanya Siska sembari memutar mata jengahnya membuat Felli mengedikkan bahu acuh. "Tadi gue ketemu mahasiswi di air terjun." "Uhuk~" Rio yang sedang meminum kopi pun tersedak dengan perkataan Reyna. Mahasiswi? Apakah rumor tentang mahasiswi itu benar-benar ada? Pikir Rio Mereka semua menatap ke arah Rio dengan tatapan bingung. "Kenapa lo?" Tanya Siska. Rio menggeleng, wajahnya nampak pucat dan sedikit demi sedikit menyeruput kembali kopi hangat yang ia buat beberapa menit yang lalu. "Kayak nya ada yang lo sembunyikan deh?" Tuduh Valen. Rio memilih diam, ia tak ingin mendatangkan kekhawatiran bagi mereka yang ada disini, lagian mereka tak melakukan kesalahan seperti apa yang rumor bilang. Tetapi tak menutup kemungkinan jika Reyna dan Reynand lah yang membuat kesalahan itu. Ah rasanya tidak mungkin~ "Terus kalian bicarakan apa aja? Kok bisa ada mahasiswi?" Tingkat ke-kepoan Felli semakin menjadi sepertinya saat Rio tak bergeming sedikitpun. Padahal Felli paling penakut tentang hal seperti ini. "Dia cuman bertanya aja basa-basi gitu, terus gue juga nanya dan ternyata mereka itu lagi berkemah soalnya mau penelitian besok harinya." "Disini gak di izinkan untuk berkemah! Apalagi dekat dengan air terjun!" Jawab Rio, wajahnya sudah sangat serius. "Kok bisa sih?" Rio tak menjawab saat Siska melontarkan pertanyaan, hal itu membuat mereka yang ada disana berdecak kesal. Rio seperti menutupi sesuatu yang sangat penting. "Riani, kamu tau gak dek kakak mu kenapa atau sembunyikan apa?" Tanya Felli sembari melirik ke arah Riani yang memandang ke arah depan-tak berkutik sedikitpun. Mereka tambah kebingungan. "Hai! Riani!" Kembali Felli memanggil Riani dengan suara yang agak keras. "Dek? Dede?" Rio segera menaruh kopi dan menghampiri Riani yang duduk di tengah-tengah antara Angga dan Felli. "Dek!" Pekik Rio sembari menggoyangkan tubuhnya, tetapi Riani tak berkutik sedikitpun. "Tolong kunci pintunya," Reynand menurut saat kekasihnya itu menyuruh dia untuk mengunci pintu. Berhubung dia yang paling dekat dengan pintu, dan duduk di kursi kecil yang tersedia disana, setelah itu Reynand duduk kembali di tempat semula. Seperti biasa, wajahnya akan terlihat biasa saja berbanding balik dengan hati dan pikirannya. Sebisa mungkin, dia menyaring tingkah Rio serta gelagat aneh yang Rio lakukan barusan saat mendengar kata mahasiswi. Reyna mendekati Riani yang tatapannya kosong, seperti bukan Riani. "Dek, istighfar dalam hati. Kakak tau kamu masih ada, istighfar... istirahat." Ujar Reyna sembari menyentuh kepala Riani dengan tangan kanannya. "Kamu gak apa-apa kan sayang?" Suara Reynand ditengah keheningan membuat Reyna mendengar dengan jelas nada kekhawatiran Reyna. Reyna menjawab hanya dengan gelengan kepala saja, karena ia sedang fokus membaca doa supaya Riani kembali. "Huh.." Riani tersadar dan segera menunduk, wanita itu menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. "Terus istighfar dek, ingat Allah." Ujar Reyna, tak ada yang bisa Riani lakukan selain mengangguk dan menggeleng. Saat Riani sudah mengangkat kepala dan mulai merengek, tangan Reyna juga bergerak untuk menyentuh kepala Riani. "Lihat apa, dek?" Riani semakin menggelengkan kepalanya, tak tahu harus menjawab apa. Karena jujur saja, apa yang ia lihat takut hanya sekedar halusinasi saja. "Gak apa-apa dek, kita gak akan anggap kamu halusinasi." Perkataan Reyna membuat Riani terlonjak. Dalam hati berbicara bagaimana bisa Reyna mengetahui isi hatinya, mengetahui keraguannya akan apa yang ia lihat barusan. Jika seperti itu, bukankah Reyna juga tahu apa yang tengah Riani pikirkan? Kenapa masih bertanya? "Kakak gak tau ya?" Reyna tersenyum lalu menggeleng. "Kakak tahu, tapi hanya untuk memastikan. Coba apa yang kamu lihat?" "Aku seperti ada di air terjun, dan bertemu dengan banyak mahasiswa yang tengah mandi. Tetapi tak lama kemudian mereka semua di b-bunuh." "APA DI BUNUH?!" Felli membulatkan matanya dan meminta penjelasan lebih sembari melirik Reyna. "Dek, kamu halusinasi. Jelas-jelas dari tadi kamu disini sama kita, tiba-tiba aja menjerit." Riani menggeleng dan menatap kakaknya dengan mata yang berkaca-kaca. "Sumpah demi apapun, dede gak halusinasi kak. Kalau iya itu halusinasi, coba jelaskan kenapa dede bisa melihat bagaimana keadaan disana? Ah apa jangan-jangan benar? Iya! Halusinasi." Saat Riani akan menangis kembali, Reyna segera membawa Riani ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan gadis itu. "Bukan.. itu bukan halusinasi dek, kamu tenang ya, sekarang tenang nanti kakak ceritakan detail nya." Riani mengangguk, saat Reyna akan melepaskan pelukannya Riani semakin mempererat nya. Sepertinya, gadis belia itu benar-benar ketakutan. Reyna tersenyum kecil, mengusap punggung Riani dengan lembut, memeluk kembali perempuan itu. Beberapa menit kemudian, Riani sudah tertidur di pangkuan Reyna. "Tidur dia," ucap Felli membuat Reyna mengangguk. "Sini, bantalnya." Reyna memposisikan bantal di sampingnya, di bantu dengan Felli akhirnya Riani tertidur dengan nyaman di atas kasur. Tak lupa, Valen menyodorkan satu selimut untuk menutupi tubuh Riani yang mulai menggigil karena kedinginan. "Jadi gimana, Rey?" "Ada yang sengaja buka mata batin nya Riani," jawab Reyna pelan setelah menghela nafas kasarnya. "Maksudnya gimana?" Rio maupun yang lain masih terlihat bingung dengan jawaban Reyna. "Akibat ilmu pelet yang datang pada Riani, membuat dia tanpa sengaja terbuka mata batin nya. Jawabannya adalah dua, lo mau Riani dibiarin bisa melihat kayak gue atau mata batin nya di tutup kembali." Semua orang memandang Reyna dengan tatapan tak percaya, apalagi dengan Rio. Pria itu berdecak dan tak lama menggeleng-gelengka kepalanya. "Bilang, gue harus gimana atau kemana supaya Riani bisa melihat dengan normal lagi. Atau lo emang bisa nutup mata batin dia?" Reyna segera menggeleng pelan. "Nanti, bukan sekarang. Kita bawa Riani ke kakak gue, kak Revin. Mental Riani juga masih dalam tahap di uji. Gue saranin ke elo sebagai orang terdekat sekaligus sebagai kakaknya Riani, hibur dia dan laksanakan apa yang dia mau selama itu masih dalam hal kebaikan. Karena mental nya benar-benar sedang di uji." Rio menghela nafas kasar, menatap wajah damai sang adik ketika tidur. Beda sekali saat adiknya itu terbangun, maka wajah nya selalu menunjukkan kegelisahan dan ketakutan tetapi Riani pendam itu sendiri. "Rey, yang Riani lihat barusan apa?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Reynand, ini adalah pertanyaan yang Reyna tunggu-tunggu karena ini menyangkut tentang mahasiswi itu. "Seperti apa yang tadi dibilang, Riani bisa melihat masa lalu dan masa depan, serta bisa melihat di suatu tempat itu ada apa dan bagaimana." "Gilaaa!" Rio mengacak rambutnya secara frustasi, apa yang adiknya jalani itu pasti tidak mudah. Tetapi Rio yakin jika Riani bisa melewati semua ini, ia akan terus berusaha melindungi Riani walau nyawa taruhannya sekaligus. Nampak Doni yang berada di samping Rio mengusap punggung laki-laki itu untuk menguatkan, memberi semangat dan meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja. "Dia lihat segerombolan mahasiswa dan mahasiswi yang menjadi korban~" terang Reyna. "Maksudnya... Termasuk mahasiswi yang kita temui di air terjun tadi?" Tanya Reynand, wajahnya menampakkan kebingungan sekali. Reyna mengangguk. "Benar Rey, mereka sebenarnya sudah meninggal tetapi arwah nya masih penasaran." Reynand menghela nafas lalu mengangguk, dia kembali duduk dengan santai sembari terlihat tengah memikirkan sesuatu. "Jadi mereka dibunuh karena apa?" Tanya Felli, wanita yang paling Kepo diantara yang lainnya. "Mereka dibunuh karena gak sengaja nemu----" Brakkkkk Seketika semua terkejut dengan suara kaca yang Tiba-tiba seperti digebrak dengan orang atau di lempar dengan batu yang ukurannya lumayan besar *** Bersambung..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN