Pukul enam sore Arthur terdiam memandangi tembok yang ada di hadapan nya, adiknya sudah pergi mengunjungi Arianna beberapa jam yang lalu sedangkan kedua orang tua nya sedang tertidur pulas di sofa yang tak jauh dari nya saat ini.
Arthur kembali termenung memikirkan wanita yang menolongnya saat itu, ia menunggu kabar dari Justin dan para anak buah nya yang lain tentang keberadaan wanita itu namun mereka semua belum memberikan perkembangan tentang pencariannya terhadap wanita itu.
Justin pun hampir setiap hari menayakan perkembangan pencarian itu kepada Royal dan temannya yang lain namun mereka belum memberikan kabar apapun, fokus Justin terbelah menjadi dua karena ia harus menjaga Arthur di rumah sakit dan memantau perkembangan tentang pencarian tersebut.
Lamunan Arthur terpecah karena pintu ruang inap nya terbuka, seorang pria paruh baya berdiri di ambang pintu membuat Arthur terkejut, pria itu tersenyum ke arah Arthur membuat Arthur ikut tersenyum.
"Uncle Vinic!" teriak Arthur membuat Brian dan juga Vallery terbangun, Vinic terkekeh melihat reaksi Arthur yang berlebihan sedangkan Brian dan Vallery mengerjapkan mata mereka lalu memusatkan tatapan mereka kepada Vinic yang berdiri di ambang pintu.
"Vinic?" ujar Brian lalu berdiri lalu menghampiri sang adik, kedua saudara itu berpelukan sebentar.
"Sejak kapan kau tiba di Manhattan? Kenapa tidak mengabari kami?" tanya Vallery setelah ia memeluk adik ipar nya tersebut meskipun hal itu membuat Brian segera memisahkan keduanya, hal yang membuat Vinic terkekeh karena Brian masih saja bersikap posesif terhadap istrinya.
"Tadi pagi, maaf aku tidak langsung kemari, aku beristirahat terlebih dahulu di apartement milik Dave" jawab Vinic.
"Uncle" panggil Arthur membuat Vinic terkekeh lalu menghampiri keponakannya yang terbaring lemah sedangkan Vallery menggelengkan kepalanya melihat reaksi Vinic.
Paman mana yang terkekeh melihat keadaan keponakannya yang mengalami patah tulang di mana-mana? Tanya Vallery dalam hati.
"Ck, apa yang terjadi dengan mu?" Vinic berdecak seraya menggelengkan kepalanya melihat keadaan Arthur, sedangkan Arthur merentangkan salah satu tangannya meminta pelukan dari pria yang sejak kecil begitu ia sayangi.
"Don't you want to hug me?" tanya Arthur membuat Vinic lagi-lagi terkekeh.
"Astaga kenapa kau selalu manja padaku?" tanya Vinic saat ia memeluk Arthur lalu mengecup puncak kepala keponakannya.
Arthur selalu seperti ini jika dihadapkan dengan pria yang menyayanginya sejak kecil, apa saja yang Arthur inginkan selalu dituruti oleh Vinic, membuat pria itu begitu manja kepada pamannya dan hal seperti ini hanya akan ia tunjukkan saat ia berada di tengah-tengah keluarganya saja. Jika ada bawahan nya di dalam ruangan itu sudah pasti Arthur akan menahan keinginannya untuk meminta pelukan dari sang paman.
Brian yang melihat interaksi dari kedua pria itu merasakan panas yang menjalar di dalam hatinya karena ia tidak bisa seleluasa Vinic yang bisa memeluk Arthur kapan pun, bahkan putranya sendiri yang memita pelukan itu.
"Kenapa kau jarang sekali mengunjungi ku di Los Angeles, uncle?" tanya Arthur menatap pamannya yang sedang menarik kursi kemudian duduk di sana. Vinic mendengus mendengar pertanyaan dari sang keponakan.
"Harusnya kau yang sekali-kali mengunjungi ku, keponakan manja. Kenapa kau tidak pernah datang ke mansion ku semenjak aku menikah? Bahkan bisa ku pastikan kau tidak mengetahui siapa istriku" ujar Vinic membuat Arthur tertawa karena semua yang dikatakan oleh pamannya adalah kebenaran.
"Kau hanya tahu putriku saja" cibir Vinic membuat Arthur terkekeh.
"Setidaknya aku tahu siapa nama istrimu, uncle" kilah Arthur.
"Ya, hanya sebatas nama" Arthur lagi-lagi terkekeh mendengar ucapan sang paman.
"Kenapa Vena dan Perrie tidak kau ajak kemari?" tanya Brian yang kini sudah duduk di samping adiknya.
"Aku yang tidak mengijinkannya, Vena sedang hamil muda dan Perrie sedang pergi bersama atasan nya" ucap Vinic membuat Vallery terkejut.
"Vena sedang hamil?!" tanya Vallery begitu terkejut. Vinic mengangguk menjawab pertanyaan Vallery.
"Oh My God! Selamat Vinic" seru Vallery seraya tersenyum, kabar bahagia yang mereka dapat dari Vinic membuat mereka ikut senang.
"Perrie akan memiliki adik di usia nya yang sudah berkepala dua" ujar Arthur membuat Vinic menoleh.
"Ya, dan dia begitu terkejut saat mendengar kabar tersebut" Vinic terkekeh mengingat putrinya yang begitu terkejut mendengar kabar kehamilan sang ibu.
"Kau tidak ingin memiliki adik lagi?" tanya Vinic membuat Arthur mendengus.
"Tidak, uncle. Memiliki satu adik saja sudah membuat ku pusing" jawab Arthur membuat Vallery tersenyum karena ia bisa melihat bahwa apa yang dikatakan oleh putranya berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Arthur.
Vallery mengenal betul bagaimana pintarnya Arthur menyembunyikan perasaannya kepada orang lain, tapi tidak dengannya, sedangkan Brian menatap sendu ke arah Arthur, ia merasa bersalah karena dulu sering mengutamakan Mathew dibanding Arthur karena ia merasa Arthur tidak selemah Mathew, ia berpikir bahwa Arthur sekuat dirinya. Mungkin itu yang membuat Arthur tidak ingin memiliki adik lagi.
"Bagaimana kau tidak pusing jika hampir setiap minggu kau menanyakan kabar adikmu kepada orang yang kau tugaskan untuk mengawasi Mathew?" tanya Vinic membuat Arthur melotot sedangkan Vallery menahan tawanya.
"Aku tidak menyuruh anak buah ku untuk mengawasi pria itu!" kilah Arthur seraya membuang tatapannya ke arah samping kiri. Brian terpaku mendengar perkataan dari adiknya.
Apakah itu benar? Tanya Brian dalam hati.
"Kau tidak bisa menyembunyikan apapun dari ku, little psycho" ucapan Vinic kembali membuat Arthur melotot.
"Aku bukan psycopath, uncle. Kenapa kau selalu menyebut ku seperti itu sejak kecil?!" tanya Arthur dengan sewot membuat Vinic tertawa.
Vinic tidak menyangka jika darah psikopat yang ada di dalam tubuh kakaknya tidak menurun kepada Arthur, sedangkan sifat psikopat yang dimiliki oleh kakaknya berasal dari sang Mommy dan juga kebiasaan Brian yang sering melihat pembunuhan secara langsung, Vinic berpikir mungkin selama ini keponakannya tidak pernah melihat penyiksaan atau pembunuhan yang sering ia lihat dulu hingga membuat Vinic menjadi psikopat seperti kakaknya.
"Maaf, aku baru sadar jika kau seorang mafia" ucap Vinic membuat Vallery menggelengkan kepalanya, di antara keluarga kecil nya mungkin hanya ia dan Mathew yang waras.
"Kau akan menginap malam ini?" tanya Brian membuat Vinic menoleh ke arah nya lalu tersenyum.
"Maybe, aku akan meminta ijin kepada Vena terlebih dahulu, aku juga ingin mengunjungi Perrie besok pagi" ucap Vinic membuat Brian mengangguk, setelah itu mereka dikejutkan dengan pintu ruangan yang dibuka, menampilkan sosok Mathew Abraham yang berdiri di ambang pintu.
"Uncle Vinic?" ujar Mathew membuat Arthur mendengus, Vallery terkekeh melihat respon Arthur dengan kedatangan Mathew, wanita itu bisa menebak bahwa Athur akan merasa tersaingi dengan kehadiran adiknya.
Kenapa Mathew harus kemari di saat ada uncle Vinic? Tanya Arthur tidak suka dalam hati.
Vinic berdiri lalu memeluk keponakannya, ia tersenyum lalu mengacak-acak rambut Mathew. "Tingkah mu terakhir kali di mansion ku membuat Perrie begitu marah" ujar Vinic membuat Mathew tertawa.
Mathew kembali mengingat kejadian satu bulan yang lalu di mansion milik pamannya tersebut, saat itu ia tanpa sengaja membunuh ikan kesayangan milik Perrie karena ia meletakkan Moly kucing kesayangan nya di samping ikan tersebut, alhasil kucing miliknya dengan cepat mengambil ikan kesayangan milik Perrie lalu memakannya.
Mathew kalah cepat dengan pergerakan Moly, hari itu ia terpaksa membawa Moly karena tidak ada yang menjaga Moly di apartement miliknya, biasanya Ariana yang menjaga Moly, namun saat itu sang kekasih tengah menemani Jennifer untuk mengurus restoran keluarga mereka yang baru saja dibuka.
"Ya, dan hingga saat ini Perrie tidak mau berbicara dengan ku" ucap Mathew lalu terkekeh sedangkan Brian dan Vallery hanya bisa menggelengkan kepalanya, berbeda dengan Arthur yang mendengus tidak suka.
"Jangan dekat-dekat dengan ku jika ada kakakmu, lihat, wajahnya terlihat cemburu melihat kedekatan kita" ucap Vinic membuat Mathew meringis sedangkan Arthir melotot tidak terima.
"Kau ingin membawa uncle Vinic keluar dari ruangan ku saat ini juga aku tidak akan marah!" ujar Arthur dengan ketus membuat Vinic tertawa.
"Kalian ini kenapa terlalu manja kepada ku? Kenapa tidak bersikap manja kepada Daddy kalian?" tanya Vinic seraya menggelengkan kepalanya. Brian mendengus mendengar pertanyaan dari adiknya, sedari tadi ia menahan cemburu karena kedua putranya begitu manja terhadap adiknya tersebut.
"Kami juga sering bersikap manja kepada Daddy" ucap Mathew seraya tersenyum membuat Vallery dan juga Brian menggelengkan kepala mereka.
"Kau sudah memberitahu hal ini kepada Dave?" tanya Vinic kepada Brian.
"Sudah, ia berkata hari ini akan kemari dengan Sirena" jawab Brian membuat Arthur mengernyit. Vinic yang melihat kerutan di kening keponakan nya segera mengusap kening Arthur.
"Kau ini kenapa?" tanya Vinic kepada Arthur.
"Meera tidak ikut?" tanya Arthur membuat Vinic mengendikkan bahunya.
"Sepupumu sedang sibuk dengan pekerjaannya" ujar Brian membuat Arthur teringat bahwa sepupunya itu tengah merintis karir sebagai seorang model saat ini.
Sejak kepergiannya dari mansion sang ayah, Arthur hanya bertemu dengan Meera sekali dalam setahun, itu pun saat natal dan mereka bertemu di penthouse milik Arthur karena pria itu tidak ingin kembali ke mansion milik ayahnya.
"Aku merindukan Meera" ucap Arthur dengan lesu.
"Aku sudah menghubungi Merra tadi siang" ungkap Mathew membuat Arthur mendongak.
"Really?" tanya Arthur begitu singkat membuat Mathew mengangguk.
"Ya, tapi belum ada balasan" jawab Mathew kembali membuat Arthur murung, ia begitu merindukan sepupu yang sudah ia anggap sebagai adiknya.
Sejujurnya sejak ia kecil ia ingin memiliki adik lagi yaitu adik perempuan, namun ia belum sempat menyuarakkan keinginannya kala ia tahu bahwa sang ayah tidak menginginkan kehadirannya di dunia ini, alhasil ia begitu menyayangi Meera karena ia sadar bahwa ia tidak mungkin memiliki adik lagi terlebih adik perempuan dari ibunya.
"Sudah, jangan murung seperti itu, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Ini sudah masuk jam makan malam" ucap Vallery seraya tersenyum namun perkataan sang ibu membuat Arthur mendengus.
"Dan kalian bisa memakan makanan kesukaan kalian sedangkan aku hanya bisa memakan bubur" ucap Arthur membuat mereka semua terkekeh, Vallery tersenyum karena kehadiran Vinic bisa meredakan ketegangan dalam keluarga kecil nya.
"Kau harus bersabar, my boy" ujar Vallery lalu melenggang pergi keluar ruangan, kini tinggalah Arthur, Brian, Vinic dan juga Mathew di dalam ruangan tersebut. Mereka berbincang-bincang ringan sembari menunggu Vallery yang sedang memerintahkan Justin untuk memesankan makanan.