CN-02

1003 Kata
Awalnya Quizer sama sekali tidak mengerti dengan permainan tebak-tebakan yang dimaksud oleh gadis itu. Aneh dan mencurigakan. Para polisi juga tidak terganggu dengan kehadirannya—atau mungkin mereka membicarakan Quizer dengan bahasa ibu mereka. Dia lalu mendengus. “Berapa lama lagi penyelidikan ini selesai?” tanya Quizer. Dia benar-benar terganggu, belum lagi hari ini sangat panas. Walau pemilik kafe memberikannya minuman secara gratis, itu tetap tidak menghentikan hawa panas di dalam tubuhnya. Quizer agak ragu untuk minum, sungkan karena orang-orang di sekitar  masih bekerja. Tidak seharusnya dia berada di sini. “Ada yang harus kamu tahu. Orang yang dibunuh mati karena minuman yang aku pesankan untukmu,” ujar gadis berambut cokelat. Gadis itu tersenyum lalu duduk berhadapan dengannya. “Lalu kenapa kamu memesankan minuman ini? Apa kamu mau membunuhku?” balas Quizer ketus. Untung saja dia belum meminum sedikit pun dari kopi latte itu. Jika ada racun, nyawanya bisa saja melayang. Sial. Perut Quizer mulai terasa sakit. Rasanya seperti dia baru saja memakan makanan pedas. Mulas. Quizer lalu mengembuskan napasnya sedikit demi sedikit sambil menunggu gadis itu mengeluarkan pendapatnya lagi. Namun, sepertinya gadis dengan rambut cokelat dan kacamata itu enggan memberitahu. Quizer cukup yakin jika gadis itu tidak akan membunuhnya, tepat di hadapan para polisi. Lagi pula dia tidak punya masalah. Seharusnya memang begitu. Ini terlalu jauh dari tempat kelahirannya, jadi aneh saja jika ada yang ingin membunuh Quizer sampai ke sini. Padahal dia sudah keluar dari dunia itu sejak lama dan bertekad tidak akan pernah menyentuhnya lagi. Jadi Quizer memutuskan untuk meminumnya. Dia kalah dengan tenggorokannya yang kering. Bahkan jika dia bisa, dia ingin membuka jaket tebalnya saja. Lalu gadis itu tiba-tiba berkata, “Karena aku tahu kamu berbeda. Baik turis atau bukan, jika aku bilang seperti itu ... mereka memilih untuk memaki, melapor atau bahkan menuduhku sebagai pembunuhnya.” “Asumsi konyol, Nona,” balas Quizer acuh tak acuh. Gadis itu lalu tertawa. “Panggil aku Natsumi. Dan seperti yang aku katakan, kamu itu berbeda. Jadi bagaimana kalau kita mulai tebak-tebakkannya, Quizer.” Quizer mendekatkan alisnya. Dia merasa yakin belum menyebutkan nama sejak berada di Jepang. Bagaimana gadis itu mengetahuinya? Bahkan menyebutkan namanya dengan mudah. Sudah dia duga, gadis ini aneh. Sangat mencurigakan. Andai bukan polisi yang menyuruhnya untuk tinggal, dia akan memilih pergi dari sini. “Jangan menatapku begitu. Aku tahu namamu dari headphone yang kamu kenakan; ada namamu di sana. Jadi kita mulai saja tebak-tebakkan ini,” lanjut Natsumi. Quizer refleks mengambil headphone-nya. Benar ada namanya di belakang, mungkin dia saja yang terlalu curiga. “Baiklah. Aku juga bosan kalau disuruh menunggu saja.” Natsumi tersenyum, dia lalu membetulkan letak kacamatanya. “Pembunuhan ini terjadi pada pukul dua belas, hanya ada dua pelanggan di sini. Pelanggan pertama pergi lebih dahulu, tersisa orang yang mati setelah meminum kopi. Awalnya tidak ada yang mengira jika orang tersebut mati. Menurutmu, benda apa yang harus dicurigai?” “Tentu saja isi di dalam gelas kopi dan orang yang membuat kopi. Orang itu mungkin meminum racun, tapi jika benar, maka si pembuat kopi yang membunuh,” balas Quizer. “Dugaanmu benar, tetapi sayangnya orang yang membuat kopi bersih. Dia tidak tahu sama sekali. Bahkan, dia juga berani meminum kopi bekas pelanggannya,” jelas Natsumi. “Dia tidak mati. Sekarang sedang diperiksa oleh tim medis.” Quizer diam sejenak. Kalau orang itu tidak apa-apa, maka kemungkinan yang terjadi bukanlah pembunuhan. Orang itu bisa saja memiliki riwayat penyakit. Itu lebih masuk akal. Namun, kenapa itu sangat meragukan. Tiba-tiba Quizer berdiri, mendekati meja yang menjadi tempat mayat itu berada. Dia melihat ada remahan roti cukup besar dan ada yang kecil tetapi berbeda warna. Sementara kopinya sudah habis. Mungkin sebentar lagi kedua benda ini akan dibawa polisi sebagai barang bukti. Namun, sebelum itu Quizer ingin memastikan sesuatu. “Natsumi, bisakah kamu memesankan macam-macam roti yang ada di sini?” ucap Quizer. Natsumi yang mendengarnya tersenyum, dia lalu berdiri dan pergi ke kasir. Memesan segala jenis roti yang berada di dalam kafe. Sesuai permintaan Quizer. Setelah itu, dia membawa makanan beraroma aneh-aneh itu ke meja sebelumnya. Quizer segera melihat satu per satu roti di hadapannya. Dia membuka bungkus, lalu mencium aromanya satu per satu. Melihat topping tiap roti. Lalu dia berhenti pada roti isi cokelat. Tanpa ragu dia pun membelah dua roti tersebut. “Ketemu,” gumamnya. “Natsumi, orang yang terbunuh sebelumnya memakan roti, kan?” “Sepertinya begitu. Toko ini tidak dilengkapi CCTV dan struk pembayarannya sudah bercampur dengan orang lain. Namun jika begitu, dia tidak akan ada masalah dengan rotinya,” ucap Natsumi. “Kafe ini selalu mendapatkan kiriman roti terbaik.” “Mungkin bukan tidak ada masalah. Namun, seseorang sudah menyabotase roti ini. Dari luar memang terlihat sama persis, tetapi aromanya berbeda. Tiap roti punya bau yang hampir mirip kecuali ini. Terlebih, ini masih hangat,” jelas Quizer. Natsumi kembali tersenyum. “Asumsi yang bagus. Aku akan memberikan asumsimu pada kepala penyidik. Tunggu di sini dan aku akan mengatarmu pulang.” Quizer tidak sempat berkata banyak. Dia justru menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Seharusnya dia tidak mengungkapkan analisa tadi. Sekarang perutnya benar-benar mulas. Quizer tidak tahan lagi. Dia meminta izin pada Natsumi, tidak, tepatnya dia menggeret gadis itu untuk menunjukkan jalan ke kamar mandi di kafe ini. Natsumi tertawa singkat. Dia menunggu di luar kamar mandi pria sambil merogoh ponsel. Ada satu daftar yang dia centang. Natsumi pun segera menghubungi Pak Wakamatsu dan menyelesaikan laporannya. “Benar, Wakamatsu-san. Aku memang sudah menduga hal itu, mungkin pelakunya masih berada di sekitar sini. Oke, Wakamatsu-san bisa  menyergap mereka sekarang juga. Aku akan mengantar Quizer pulang. Terima kasih atas bantuan, Anda,” ucap Natsumi lalu menutup telponnya. Quizer tidak lama kembali dan melihat Natsumi masih berdiri di samping pintu. Gadis itu membetulkan letak kacamatanya, lalu melihat kembali pada Quizer yang baru saja datang. “Antarkan aku ke alamat ini nanti,” ucap Quizer. Natsumi menerima selembar kertas tersebut, lalu mengangguk. “Ayo kita pergi. Kafe ini akan segera ditutup. Semuanya sudah selesai,” balas Natsumi dengan senyum aneh itu lagi. Quizer sangat tidak menyukai senyuman itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN