Reuni Keluarga

1432 Kata
“Lalu aku bagaimana? apa aku ayah yang buruk?” Gustav muncul dari belakang dan berkumpul bersama kedua anaknya. “Eh, Ayah sudah pulang rupanya,” ujar Cheryl pada sang ayah. “Kalau ada Dieter, kamu langsung lupa padaku,” sahut Gustav pada putrinya yang hanya memberikan cengiran. “Ada yang cemburu rupanya,” kata Cheryl lagi. “Kuberitahu satu lah ya, diantara kita bertiga aku memang paling sayang pada Kak Dieter,” tambah Cheryl sambil merangkul dan memberikan kecupan di pipi sang kakak. “Ya kan, Kak?” “Itu karena kakakmu jarang pulang saja, makanya kamu bertingkah begini,” sahut ayahnya yang hanya tersenyum simpul. Dieter menyeringai. Kemudian mendekati ayahnya dan merendahkan suaranya sendiri. “Itulah alasan mengapa aku jarang pulang, Ayah. Agar Cheryl selalu merindukan aku.” Sebuah tepukan mendarat di puncak kepala Dieter yang berasal dari telapak tangan ayahnya. “Dasar anak berandalan, kapan kamu akan bersikap baik pada Ayahmu ini?” Gustav menggelengkan kepala. “Kalau aku bersikap baik hidup Ayah pasti tidak akan seru dan membosankan.” Dieter mengedipkan sebelah mata pada adiknya. Kali ini Dieter langsung mendapatkan cubitan di pipi dari adik perempuannya sebagai hadiah atas keisengannya sendiri. “Ngomong-ngomong dimana ibu kalian?” Ketika Gustav menanyakan perempuan yang dia nikahi, suasana hangat kontan berubah senyap. Cheryl hanya menatap Dieter seolah meminta kakaknya untuk angkat bicara. “Dia pergi bersama tamunya, entah kemana.” *** “Jadi kamu tidak mau tinggal disini?” tanya Gustav setelah makan malam selesai. Sebelum jam makan malam Rike pulang ke rumah sendirian, dan air mukanya telah berubah drastis menjadi sangat ramah dan penuh perhatian. Akting yang tentu saja bagi Dieter hanyalah sebuah topeng payah untuk menarik perhatian ayahnya dan Dieter benci itu. Alhasil setelah menyantap hidangan yang dibuat pembantu dikediaman mereka, Dieter langsung berencana untuk pulang ke apartmentnya sendiri dan tentu saja tempat itu akan menjadi pilihannya sebagai tempat tinggal selama berada di Bandung. “Ya, karena aku butuh privasi,” jawab Dieter diikuti dengan sebuah senyuman manis dan lirikan tajam kepada Rike. “Kami disini tidak akan mengganggu privasimu,” sahut Rike yang tidak suka dengan jawaban dari anak tirinya berikut dengan cara Dieter menatapnya sekarang. Mendapatkan jawaban dari targetnya, Dieter tersenyum dan malah seolah diberi jalan untuk bicara lebih banyak. “Ya, tapi bagaimana ya Ayah. Rumah ini tidak betul-betul diisi oleh keluarga kita. Ada orang asing disini, dan aku tidak bisa berbaur dengannya,” sahut Dieter dengan santai yang langsung membuat tubuh Rike sedikit terjengkat lantaran caranya menjawab seperti mengabaikannya. Gustav hendak buka suara tapi Dieter langsung menambahkan kembali argumentasinya. “Lagipula kalau tinggal di sini aku tidak bisa membawa pacarku kemari.” “Ayah tidak pernah melarangmu membawa pacar ke rumah, malah Ayah senang kalau kamu melakukannya,” kata Gustav. “Yang aku maksud itu pacar ya Ayah, bukan calon istri.” Gustav menghela napas lelah. “Kapan kamu akan berhenti bermain-main dan mulai serius dengan hidupmu? Cari saja satu gadis baik dan nikahi dia. Aku sudah semakin tua dan ingin segera menimbang cucu.” “Kalau begitu kamu bisa menikahkan Cheryl lebih dulu,” ujar Dieter yang langsung mendapatkan pelototan dari adiknya. “Maaf, Cheryl,” ujarnya lagi sambil terkekeh. “Sebenarnya apa yang sebenarnya kamu cari? Gadis seperti apa yang kamu inginkan sebagai teman hidupmu?” Kali ini bukan ayahnya yang bicara melainkan Rike, ibu tirinya. Dieter menatap wanita itu sebentar. “Sebenarnya aku sudah menemukan wanita yang menurutku sesuai.” Seketika tubuh Rike langsung menegang. “Eh? Benarkah? Siapa? Katakan padaku Kak!” Cheryl yang sempat cemberut gara-gara ulahnya langsung bersemangat. “Kurasa aku tidak akan mengatakannya padamu,” kata Dieter sambil menjulurkan lidahnya. “Kenapa kamu tidak ingin memperkenalkannya padaku? bukankah dia nantinya akan menjadi calon kakak iparku? Kenapa aku tidak boleh mengenal dia?” Dieter tampaknya harus mundur selangkah untuk menghindari adiknya yang super cerewet dalam situasi ini. Apalagi desakan itu semakin terasa menyesakan dan membuatnya tidak nyaman. “Ayah tidak suka dia. Ayah bilang aku harus menyerah pada dia.” “Heh? Kenapa Ayah melakukan itu? Aku malah senang kalau Kakak akhirnya mau serius dengan seorang wanita. Sejak dulu kan kerjaan kakak gonta-ganti pacar melulu.” “Karena wanita yang aku inginkan adalah wanita yang sangat Ayah lindungi. Bukan hanya dia, tapi Dokter Danuja, Dokter Arfan, dan bahkan Ranti juga melakukan hal yang sama. Mereka memberi aku peringatan keras saat aku ingin mendekati wanita itu.” Cheryl memiringkan kepalanya, tampak sedang berpikir siapa yang di maksud oleh kakak laki-lakinya. “Clue ini, jangan bilang kalau kakak ….” Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dieter menganggukan kepala. “Siapa pun dikepalamu sekarang, ya memang benar dia orangnya.” “Kak Thea?” Dieter menganggukan kepala sekali lagi. Entah kenapa mendengar nama Thea disebut tiba-tiba Rike langsung berbalik dan pergi lebih dulu dari meja makan tanpa mengatakan apa-apa. Dieter mengikuti gerakan wanita yang telah resmi menjadi ibu tirinya itu dalam diam. Sedikit bertanya-tanya tentang tingkah lakunya yang terbilang tidak biasa. Ayahnya juga tidak bereaksi soal itu. Entah apa yang sudah terjadi. “Kak Dieter,” panggil Cheryl lagi, gadis yang duduk disebelahnya itu hanya bisa memandang dirinya dengan pandangan sedih. Sementara ayahnya tidak banyak bicara. Dia tidak mau berkomentar karena barangkali dia merasa sudah cukup memberikan peringatan kepada Dieter di rumah sakit perihal Thea. “Katakan saja Cheryl, aku akan dengarkan pendapatmu,” ujar Dieter pada adik perempuannya. “Kalian tidak cocok,” kata Cheryl. “Boleh aku tahu alasannya?” “Kak Thea bukan tipe wanita yang bisa kamu dapatkan dengan rayuan, lalu kemudian Kakak sia-siakan begitu saja.” “Siapa bilang aku akan menyia-nyiakan dia? Bukankah sudah aku bilang dari awal kalau dia adalah wanita yang menurutku sesuai sebagai teman hidupku. Lagipula beberapa saat yang lalu kamu juga bersemangat soal itu,” sahut Dieter mengingatkan. Cheryl mendesah. “Apa Kakak yakin seratus persen? Apa kakak yakin kalau Kak Thea adalah wanita yang kakak cari selama ini? mungkin saja kedepannya Kakak akan menemukan yang lebih dan kemudian Kak Thea tidak lagi menjadi prioritas utama. Mengingat Kakak ini tipe yang mudah bosan dalam hubungan. Kalau sudah begitu, yang akan terluka adalah Kak Thea. Aku tidak mau dia bersedih lagi. Walau aku baru bertemu dengannya sekali tapi dia adalah wanita yang baik dan tulus. Kakak tidak cocok dengan dia.” Dieter kini memandang kepada Ayah dan juga adik perempuannya bergantian. “Kenapa kalian semua berperasangka buruk padaku begini? Apa bagi kalian berdua aku ini mahluk yang jahat dan tidak berperasaan?” Cheryl langsung merasa tidak enak pada kakaknya dan langsung merangkul bahu Dieter. “Aku minta maaf, seharusnya aku tidak ikut campur. Hanya saja aku tiba-tiba jadi ingin angkat bicara jadi—” “Oh, tidak apa-apa kok,” sahut Dieter, nada bicaranya pura-pura melunak padahal dia sejujurnya masih sedikit tersinggung dengan prasangka orang-orang terhadap dirinya. “Yang lain sudah memberiku daftar alasan kenapa aku tidak boleh mendekati Thea, jadi kalau sayang sekali kalau kamu tidak ikut melakukan hal yang sama seperti mereka.” Gustav yang merasakan ada sesuatu dari nada bicara putranya menghela napas sebelum mulai angkat bicara. “Dieter, ada satu hal yang harus diluruskan disini. Menurutku kamu bukan orang jahat,” tegas Gustav pada putranya. “Kamu hanya tidak cocok dengan Thea. Bersamanya memerlukan banyak pengorbanan, Dieter. Kamu harus membuat banyak sekali penyesuaian, dan itu bukanlah sebuah hal mudah terlebih kamu masih muda dan berjiwa petualang.” “Menurut Ayah aku tidak sanggup melakukannya?” sahut Dieter dingin. “Aku mengenalmu, Dieter. Menurutku kamu tidak akan sanggup melakukannya. Itu sebabnya kamu tidak harus repot-repot mengorbankan banyak hal jika nantinya kamu tidak bisa. Itu hanya buang waktu dan melukai oranglain dalam prosesnya,” jawab Gustav sebijak mungkin. Tapi Dieter masih tetap belum bisa menerima, dia hanya menghembuskan napas berat. “Sebaiknya aku pergi sekarang.” Cheryl menatapnya dengan rasa bersalah. “Maafkan aku, Kak.” Dieter tersenyum pada adiknya. “Tidak apa-apa kok,” Dia melangkah menuju ke pintu depan, mengambil mantelnya yang tergantung di dekat pintu dan memasang pakaian hangat berwarna hitam di tubuhnya. Tepat saat dia memegang kenop pintu Gustav tampaknya belum menyerah dan masih tetap bertanya pada putranya. “Bisakah kamu berjanji untuk berhenti mendekati Thea lagi, Dieter?” “Aku tidak bisa janji, Ayah. Itu sulit,” ujar Dieter. “Kami berdua kan bekerja ditempat yang sama.” “Kamu pasti lebih mengerti maksud perkataanku, Dieter.” “Aku hanya bisa berjanji tidak menyakiti hatinya, dan aku akan meningkatkan apa yang kurang dariku supaya aku pantas bersanding dengannya,” ujar Dieter. “Lebih baik Ayah bicara dengan istri ayah saja, aku lihat dia mengundang seorang pria kemari saat kamu tidak ada dirumah. Sampai jumpa.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN