"Boy! Kamu mau ke mana, hem? Ayo kita makan siang sekarang?" ajak Pak Daniel pada putra semata wayangnya.
Ya, Pak Daniel merasa perlu bertanya ketika melihat sang putra terlihat terburu mau menuruni tangga dengan pakaian rapi. Sedangkan ia baru saja keluar dari kamarnya.
Damian yang mendengar suara sang daddy seketika menghentikan langkahnya, ia berbalik lalu berjalan ke arah Pak Daniel.
"Dad! Bisa Willy minta uang beberapa juta saja, Willy janji setelah ini Willy tidak akan meminta uang saku kalau ke sekolah," pinta Damian tanpa pikir panjang, dan mengutarakan niatnya pada daddy-nya.
'Kenapa Willy tiba-tiba meminta uang, beberapa juta? Buat apa uang sebanyak itu? Kalau uang untuk kepentingan sekolah, rasanya itu tidak mungkin. Apa Willy mengalami masalah, dan aku tidak tahu dengan masalah dia?' khawatir Pak Daniel dalam hatinya.
"Daddy akan memberikan uang berapa pun yang kamu inginkan, Boy. Asalkan kamu menceritakan untuk apa uang itu?" jawab Pak Daniel lembut, tapi menuntut jawaban.
'Haruskah aku menceritakan untuk apa uang itu pada Daddy? Tapi, kalau tidak kuceritakan maka aku tidak akan mendapatkan uang itu,' batin Damian bimbang.
''Tapi Daddy jangan marah, atau pun menertawakan apa yang Willy katakan, ya," ragu Damian saat ia akan menceritakan tujuannya meminta uang.
"Tentu saja, Daddy tidak akan menertawakan putra kesayangan Daddy. Sekarang katakan, untuk apa uang itu? Padahal selama ini kamu hampir tidak pernah meminta uang sama Daddy?" heran Pak Daniel.
"Lebih baik kita bicara di situ dulu, ya," ajak Pak Daniel, seraya merangkul Damian ke ruang tengah di lantai dua dan duduk di sofa.
Damian hanya bisa menurut. Namun, ia tidak bisa tenang. Ia terus gelisah ketika ia melihat jam tangannya telah menunjukkan hampir jam satu siang.
"Apa bisa sekarang Willy menerima uangnya, Dad. Karena ada hal penting yang Willy lakukan sekarang," ucap Damian dengan sikap gelisahnya, Pak Daniel yang menyadari perubahan sikap putranya pun mengerti.
''Baik, Daddy akan memberikan uang itu. Tapi, jelaskan sebentar untuk apa uang itu?'' tanya Pak Daniel dengan rasa penasarannya.
"Uang itu untuk mengganti kado yang telah di ambil preman, Dad. Willy ingin membelikan kado untuk Gadis Kecil itu, dan melihat keadaannya."
"Saat tadi siang, saat kami berada di taman. Tiba-tiba ada segerombol preman mengancam kami, dan Gadis Kecil itu merelakan pipinya di tampar hanya karena dia ingin melindungiku. Damian terus kepikiran tentang dia, selain ingin membelikan kado untuknya, Damian ingin melihat keadaannya," terang Damian dengan menerawang mengingat kejadian di dalam taman siang tadi.
"Gadis Kecil? Siapa dia? Apa dia kekasihmu, Boy?" tanya Pak Daniel mulai mengerti kegelisahan putranya.
"Bukan seperti itu, Daddy?" malu Damian, lalu mengalihkan pembicaraannya.
"Sekarang berikan uangnya, Willy ingin cepat melihatnya," rengek Damian seraya menodongkan tangannya meminta uang.
Pak Daniel yang melihat wajah memerah putranya, hanya bisa terkekeh.
''Akhirnya Daddy bisa melihatmu membicarakan seorang gadis, Boy. Daddy jadi teringat saat Dady jatuh cinta untuk pertama kalinya dengan Mommy-mu," goda Pak Daniel, dan itu semakin membuat wajah Damian memerah.
"Daddy!" kesal Damian, lalu memalingkan wajah dengan gerakan salah tingkah.
'Hehehe ... oke, Daddy akan transfer ke ATM-mu sekarang," ucap Pak Daniel seraya mengusak puncak kepala Damian penuh sayang.
"Terima kasih, Dad," bahagia Damian, dan langsung menghambur keperluan daddy-nya.
"Willy, pergi dulu," lanjutnya.
Setelah melerai pelukan dengan Pak Daniel, Damian bergegas menuruni anak tangga.
"Hati-hati, Boy," teriak Pak Daniel, dengan senyuman merekah di bibirnya. Ia sangat bahagia, saat bisa melihat wajah ceria sang putra untuk pertama kalinya. Di mana putranya saat ini mulai mengenal namanya jatuh cinta, untuk pertama kali.
Saat di lantai bawah, Bu Laura yang tengah menyiapkan makan siang melihat kedatangan putranya dengan terburu membuat ia mengernyit heran.
"Sayang! Kamu mau ke mana? Sebentar lagi makanan sudah siap, kita makan siang bersama dahulu," tanya Bu Laura lembut dengan menghampiri putranya.
"Maafkan Willy, Mom. Sepertinya Willy makan siang di luar saja, ada hal yang ingin Willy lakukan," jawab Damian dengan terburu.
Cup!
"Willy sayang, Mammy," sambungnya, setelah itu Damian berlari keluar dari rumah megahnya.
"Mau kemana dia, tumben sekali pergi ke luar jam segini. Tidak biasanya Willy bersikap manis seperti tadi, dan lihatlah wajahnya begitu berseri sekali," gumam Bu Laura bahagia, yang kebetulan di dengar oleh Pak Daniel.
"Willy saat ini sedang jatuh cinta, Mam. Makanya wajah Willy terlihat berseri, dan saat ini kurasa dia ingin menemui gadis pujaannya," terang Pak Daniel dengan menghampiri sang istri, lalu memberikan pelukan hangat dari belakang.
"Benarkah itu, Dad?"
"Wah ... Mammy bahagia sekali kalau seperti itu, Dad. Semoga gadis yang di sukai Willy, bisa membuat putra kita lebih banyak tersenyum dan yang pasti bisa membuat sifat Willy berubah hangat pada orang lain," harap Bu Laura dengan senyuman di wajahnya.
"Oh, iya, Dad. Bukankah nanti malam kita akan menghadiri pesta anniversary Silia dan Baron, Mammy lupa memberitahu Willy. Bagaimana kalau saat dia pulang, terus kita sudah berangkat ke pesta?'' tanya Bu Laura sedikit sedih.
"'Kan kita bisa menelepon dia, Sayang. Kita bisa pamit lewat telepon, atau video call," saran Pak Daniel dengan memutar tubuh sang istri hingga keduanya berhadapan.
"Bener juga kata, Daddy. Kenapa tidak sampai kepikiran, ya. Hehee ...," kekeh Bu Laura, seketika membuat Pak Daniel gemas pada sang istri.
Cup!
''Kamu tidak berubah, Sayang. Masih saja polos dan pelupa, dan itu yang membuatku selalu mencintaimu," ucap Pak Daniel setelah mengecup bibir sang istri sekilas, lalu memeluk Bu Laura dengan penuh cinta.
"Iihh ... Daddy! Bikin malu Mammy,'' malu Bu Laura, dengan memberikan cubitan kecil di perut Pak Daniel.
"Akhh ... sakit, Sayang," pura-pura Pak Daniel, seraya mengaduh kesakitan.
"Benarkah? Maafkan Mammy, Dad," sesal Bu Laura dengan wajah ekspresi menyesal.
"Hehe ... tidak apa, Sayang. Aku hanya bercanda, kamu wanita yang sangat baik. Semoga Willy kelak saat dewasa nanti, bisa menemukan wanita yang mencintainya dengan tulus sepertimu, Sayang," harap Pak Daniel, dengan doa tulusnya.
''Iya, Dad. Doa yang sama, Mammy berharap juga seperti itu. Karena Willy mempunyai sifat yang keras, dan dia mudah menaruh dendam jika sudah ada yang menyakiti miliknya atau keluarganya."
"Mammy berharap sifat Willy bisa berubah, jauh lebih baik seperti remaja seumurannya," doa dan harapan Bu Laura tidak jauh berbeda dengan Pak Daniel.
"Ya, semoga doa dan harapan kita terkabul. Meskipun nanti saat kita tidak ada di samping Willy lagi, Willy bisa hidup lebih baik bersama wanita yang dia cintai. Aku yakin, saat ada wanita yang tepat dan mengerti sifat Willy pasti Willy akan hidup lebih baik, dan sifat dinginnya serta pendendamnya akan hilang berjalannya waktu,'' yakin Pak Daniel, jika sifat putranya akan berubah berjalannya waktu.
Dengan kehadiran wanita yang meluluhkan hati Damian tentunya, mengingat selama ini Damian berbeda dengan remaja seumurannya. Damian cenderung mempunyai sifat dingin, dan tak acuh dengan sekitarnya. Dia hanya bisa hangat pada kedua orang tuanya, itu pun hanya sesekali.
"Mammy berharap seperti itu, Dad. Tapi, tetap saja Mammy merasa takut akan perubahan sikap Willy. Semakin dia dewasa, dia semakin jarang bergaul dengan teman-temannya."
"Kecuali sahabatnya Evan, dia tidak pernah mau dekat, mau pun bergaul dengan temannya yang lain," resah Bu Laura, ketika teringat sifat Damian yang acuh dengan sekitar. Namun, pintar dalam segi pendidikan.
"Sudah! Jangan terlalu dipikirkan, Sayang. Yakinlah pada Willy, dia pasti akan berubah lebih baik sifatnya. Tugas kita sebagai orang tua hanya mengarahkan mana yang baik, dan tidak pada Willy. Tinggal bagaimana Willy melakukannya atau tidak, lebih baik kita doakan putra kita yang baik-baik saja," ucap Pak Daniel, dengan merangkul sang istri menuju meja makan.
"Iya, kita hanya bisa mendoakan dia saja," setuju Bu Laura.
"Ayo sekarang kita makan, biarkan Willy makan dengan teman wanitanya," kekeh Pak Daniel, tiba-tiba membayangkan putranya akan berkencan. Namun, Pak Daniel tidak tahu. Jika gadis yang disukai putranya masih terlalu kecil jika diajak berkencan.
"Ah, kira-kira seperti apa gadis yang di sukai Willy, ya, Dad?' tanya Bu Laura dengan senyuman dan rasa penasarannya.
"Aku tidak tahu, Sayang. Tapi, yang jelas tidak lama lagi kita pasti tahu seperti apa wajah gadis yang bisa mencuri hati putra kita," jawab Pak Daniel lembut seraya menggenggam telapak tangan istrinya.
Entah mengapa siang ini keduanya terus saja membicarakan Damian, seolah keduanya tahu bahwa akan terjadi pada diri mereka. Keduanya entah mengapa tidak berhenti berdoa untuk kebahagiaan sang putra, meskipun dalam diri keduanya tidak merasakan firasat apa pun.
Saat Pak Daniel dan Bu Laura tengah menikmati makan siang dengan perasaan bahagia, karena putranya telah mempunyai dambatan hati. Di salah satu kafe cukup terkenal di Jakarta pusat, terlihat dua pria dewasa tengah mematangkan rencana mereka untuk nanti malam.