4. Mencaritahu

1599 Kata
Di saat Pak Baron dan Bu Silia menemani Yasmin di rumah sakit, di dalam kelas tepatnya di ruang kelas 2 SMP. Terlihat D amin tidak ada hentinya memandang plester yang tersemat indah di atas lukanya. Damian bahkan sama sekali tidak fokus pada mata pelajaran yang di terangkan oleh guru, sesekali ia mengembangkan senyum meskipun samar. Jika temannya yang melihat pun akan sangat sulit membedakan apakah saat ini ia sedang tersenyum atau tidak. Karena senyuman itu sama sekali tidak terlihat. Hingga sampai jam pulang sekolah, Damian masih betah duduk di bangkunya seraya melamunkan gadis kecil yang sedari tadi memenuhi pikirannya. Ia baru tersadar ketika teman sebangkunya mengagetkannya. "Kamu tidak pulang, ini sudah jam pulang," ucap Evan Putra, yang tidak lain sahabat karib Damian. Namun, ucapannya tidak mendapatkan respons dari sang sahabat. "Will, kamu tidak pulang ini udah jam pulang sekolah," ulang Evan seraya menggoyang bahu Damian. "Apa!?" jawab Damian tidak suka ketika acara melamunnya di ganggu sang sahabat. "Ini sudah jam pulang, apa kamu tidak pulang?!" ucap Evan dengan nada kesal, setelah itu ia pergi meninggalkan Damian sendiri di dalam kelas. 'Kenapa dia marah?' gumam Damian, setelah itu ia mengambil tas punggungnya, lalu berjalan keluar kelas. Terlihat sekitaran kelas Damian sudah mulai sepi, tapi ia tidak peduli. Ia sedikit mempercepat langkahnya. Ketika ia melihat sekolah yang tidak jauh dari kelasnya, kelas di mana gadis kecil itu belajar. Damian berharap ia bisa melihat lagi gadis kecil itu, meskipun hanya sesaat. Tetapi apa yang ia harapkan tidak terwujud, sebab hampir semua kelas telah tertutup. Tentu saja tertutup, karena hampir semua siswa siswi di kelas telah pulang sekolah. 'Ah, dia pasti sudah pulang. Tidak apa-apa besok pasti aku bisa melihat dia lagi,' batinnya. Dengan lesu ia pun pulang, tepat mobil jemputannya telah datang. Supir yang biasa mengantar dengan sigap turun lalu membukakan pintu. Setelah pintu tertutup, dengan terburu sang supir memutari mobil lalu masuk dan duduk di balik kemudi. ''Cepat jalankan mobilnya, aku ingin cepat sampai di rumah!" ucap Damian datar. "Baik, Tuan Muda," patuh sang supir lalu menyalakan mobil dan mulai melajukannya. *** Sampai di rumah megah dan mewah, Damian di sambut sang mami Terlihat Papinya juga tengah duduk di meja makan. "Kamu sudah pulang, Sayang. Sini kita makan siang bersama," ajak Bu Laura dengan nada lembut. "Willi sudah kenyang, Mi," tolak halus, Damian. 'Kedua orang tua Damian akan memanggil dia dengan sebutan Willi, karena nama itu adalah nama kesayangan keluarga besarnya. Jadi setiap orang yang dekat dan merasa ia juga sayang. Maka Damian membolehkan memanggil namanya dengan panggilan Willi.' "Ya sudah, kalau tidak mau makan temani Papi makan," ajak pak Daniel. "Mam buatkan s**u untuk, Willi," suruh Pak Daniel pada istrinya. "Papi! Willi sudah tinggi sekarang, kenapa mesti minum s**u terus. Willi tidak suka, Pi,'' rajuk Willi, dengan ekspresi dinginnya. "Jangan membantah apa yang Papi katakan, s**u bagus untuk perkembangan tubuh kamu, Boy. Jadi kalau dalam masa pertumbuhan seperti kamu, harus rajin minum s**u dan makan makanan bergizi," nasehat Pak Daniel bijak. Damian yang mendapatkan kata tegas dari papinya hanya bisa menghela nafas seperti biasa, karena ia sama sekali tidak menyukai minuman manis itu. "Ini Sayang susunya, benar kata Papi kamu itu. Kamu harus rajin minum s**u biar cepat tinggi kayak Papi," ucap Bu Laura dengan senyuman hangatnya, seraya mengulurkan gelas yang berisikan s**u manis berwarna putih. Tanpa membantah lagi Damian langsung menerima, kemudian meneguk hingga habis s**u dalam gelas yang ia pegang. "Sudah, puas 'kan kalian. Sekarang Willi ke kamar," pamit Damian dengan ekspresi kesal, lalu menuju tangga ke arah kamarnya yang berada di lantai 2. "Sayang, anak kita lucu juga kalau lagi ngambek kayak gitu," ucap Bu Laura, masih dengan senyumannya. "Iya! Kenapa dia dari kecil tidak suka minum s**u, padahal 'kan enak. Manis lagi," jawab Pak Daniel dengan nada heran. Pak Daniel dan Bu Laura hanya bisa terkikik geli, melihat wajah kesal putra kesayangannya. Mereka tahu jika sang putra tidak menyukai s**u, makanya dengan segala cara keduanya mempunyai banyak cara untuk membuat sang putra mau meminum s**u. Setelah mandi, Damian berbaring di ranjang king sizenya seraya membayangkan pertemuannya dengan Yasmin di taman sekolahnya tadi. Ia merasa tidak sabar menunggu hari esok, agar bisa melihat wajah menggemaskan itu. *** Waktu berlalu dengan cepat, Damian yang biasanya malas berangkat ke sekolah pagi-pagi. Kini ia begitu bersemangat, hingga ia melewatkan sarapan paginya. Tap! Tap! Damian menuruni tangga dengan terburu, hingga suara langkahnya bisa di dengan Pak Daniel dan Bu Laura. "Boy, berhenti!" teriak Pak Daniel. "Kenapa terburu-buru, bukankah ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah?" tanya Pak Daniel heran. "Iya, Sayang. Ini masih terlalu pagi, kamu juga belum sarapan, dan meminum s**u kamu jadi nanti dulu berangkatnya. Kita sarapan bareng seperti biasa," sambung Bu Laura, seraya merangkul putra kesayangannya menuju kursi di ruang makan. "Willi minum s**u saja, Mam. Karena Willi sedang ada urusan, nanti Willi janji akan makan di kantin sekolah," tolak Damian, seraya mengambil minuman susunya yang sudah ada di meja makan. "Willi sudah minum s**u, sekarang bolehkan Willi berangkat sekolah dulu," izin Willi. "Ya sudah, kamu hati-hati di jalan. Supir akan mengantarmu, karena pagi ini Papi ada meeting penting jadi tidak bisa mengantar," sesal Pak Daniel. "Tidak apa, Pi. Willi berangkat dulu, Mi, Pi," pamit Damian seraya mencium pipi Pak Daniel, dan Bu Laura. Damian pun pergi ke sekolah dengan di antar supir pribadinya seperti biasa, karena di umurnya masih belia. Pak Daniel dan Bu Laura melarang Damian membawa kendaraan sendiri, baik itu mobil mau pun motor sportnya. Sampai di sekolah, Damian tidak langsung menuju ke kelasnya, walaupun itu sekadar menaruh tasnya. Yang ia lakukan adalah berdiri tidak jauh dari pintu gerbang seraya memasukkan kedua tangan di saku celananya, dengan punggung bersandar di dinding. Sesekali Damian mengedarkan pandangannya, demi mencari keberadaan gadis kecil yang memenuhi pikirannya dari kemarin. 'Dimana dia? Bukankah sebentar lagi sudah waktunya jam masuk sekolah, kenapa dia belum datang juga?' batinnya mulai gelisah, karena sedari tadi ia menunggu tidak kunjung melihat gadis kecil itu, yang tidak lain adalah Yasmin. Tett! Teet! Bel sekolah pun berbunyi tandanya, jam sekolah dan mata pelajaran akan di mulai. Damian beserta siswa siswi mulai melangkah ke kelas mereka masing-masing, Damian masuk kelas dengan wajah lesu dan itu tidak luput dari pandangan sang sahabat. Bruk! Damian menaruh tas punggungnya dengan kasar di atas meja, dan itu cukup membuat beberapa siswa dan siswi langsung memandang ke arah meja belajarnya. "Apa yang kalian lihat, hah?! tanya Damian dengan sorot mata tidak suka. Siswa siswi yang tidak lain teman sekelas Damian dengan gerakan cepat menghadap kembali ke arah depan, mereka sedikit takut dengan bentakannya. "Willi, kenapa pagi-pagi dengan wajah bad mood begitu? Apa kamu ada masalah?" tanya Evan, setelah melihat sang sahabat telah duduk di kursi sampingnya. "Aku kesal karena tidak bisa melihat gadis kecil itu, Van," jawab Damian jujur, entah mengapa ia sama sekali tidak bisa menyembunyikan rahasia pada sang sahabat. "Gadis kecil? Siapa yang kamu maksud Gadis kecil, apa saat ini kamu lagi dekat sama cewek? Kelas berapa, dia?" tanya Evan secara beruntun, dengan nada lirih. Karena ia tidak ingin pertanyaan di dengar teman yang lain. "Entahlah Gadis itu kelas berapa? Tapi setahuku dia masih anak SD," jawab Damian lirih, tapi masih bisa di dengar Evan sang sahabat. "Apa! Gadis itu masih SD?! Apa kamu gila, Will," teriak Evan tanpa sadar, dab mengundang perhatian teman sekelasnya. "Maaf-maaf, tadi aku lagi kaget membaca berita di ponselku," ucap Evan pada teman sekelasnya, dengan nada berbohong. "Will, jangan bilang saat ini kamu sedang jatuh cinta sama Gadis kecil yang kamu maksud tadi?" tanya Evan dengan rasa ingin tahunya. "Aku tidak tahu, yang saat ini aku rasakan. Hanya saja aku selalu kepikiran Gadis kecil itu," jawab Damian lesu. "Hehee ... akhirnya cowok datar seperti es kutub bisa jatuh cinta pada Gadis juga, kecil pula. Kenapa kamu tidak tertarik dengan teman sekelas atau kakak kelas kita, bahkan adik kelas kita mungkin?" tanya Evan dengan nada heran, sekaligus terkikik geli dengan apa yang di rasakan oleh sahabatnya itu. Karena selama Evan tahu, banyak sekali gadis baik itu siswi kelas tiga atau pun kelas satu dan dua menaruh hati sama Damian, dasarnya sifatnya yang datar dan tidak suka tersenyum. Membuat beberapa siswi itu hanya berani mengungkapkan isi hati mereka lewat surat untuk Damian yang selalu di titipkan padanya. Damian tidak menjawab pertanyaan sahabatnya, ia lebih mengalihkan pandangannya lewat ke arah jendela menghadap lapangan. *** Hari-hari selama hampir seminggu ini di lalui Damian hanya menunggu, dan berharap akan segera melihat wajah Yasmin kembali. Tetapi apa yang ia harapkan tidak kunjung nyata, karena gadis yang selama ini ia tunggu sedang terbaring di brankar rumah sakit memulihkan keadaannya. Tapi Damian tidak putus asa, dan pagi ini di hari ke lima ia mendapatkan secercah kebahagiaan setelah mengetahui kabar dari kepala sekolah, kalau gadis yang selama hampir seminggu ini akan kembali masuk ke sekolah jika waktu liburannya telah selesai. 'Oh, pantas saja Gadis kecil itu hampir seminggu ini tidak masuk ke sekolah. Ternyata dia sedang liburan dengan keluarganya,' gumam Damian, seraya kembali ke arah gedung sekolah miliknya. Ya, selama hampir seminggu ini Damian selalu bertanya kabar pada para gadis yang pernah mengganggu Yasmin, meskipun Damian belum mengetahui nama gadis kecil yang tidak lain adalah Yasmin. Tetapi Damian masih hafal betul wajah-wajah temannya, Yasmin. Jadi sedikit memudahkan ia mencari tahu kabar kapan gadis kecil itu akan masuk ke sekolah, dan teman Yasmin memberitahu kalau kepala sekolahnya tadi memberitahu kalau Yasmin akan sekolah lagi esok lusa. Kabar akan kembalinya Yasmin ke sekolah membuat Damian bahagia, ia berharap penantiannya selama seminggu ini akan terbayar saat mereka bertemu. Sebelum itu, Damian telah menyiapkan kado untuk gadis kecil yang ia rindukan, sebuah japit rambut berbentuk kupu-kupu dengan butiran kristal berwarna silver yang sengaja ia beli dari tabungannya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN