12. Percakapan Terakhir

2114 Kata
Drrrrtt! Suara nada dering dari ponsel Damian terus berbunyi, seketika membuyarkan lamunan remaja tampan itu dari gadis kecil yang tadi memberikan kecupan di pipinya. Sesaat ia merasa kesal, tapi begitu melihat nama Mammy di layar ponsel tidak lama senyuman indah terlukis di wajahnya. 's**t! Siapa, sih, yang mengganggu lamunanku dengan Yasmin. Bikin kesal saja?!' gumam Damian, seraya mengambil ponselnya dari saku jaketnya. Tidak lama Damian mengaktifkan ponselnya, setelah itu terlihat jelas nama Bu Laura tidak lain adalah Mammy-nya Damian. 'Mammy? Kenapa Mammy meneleponku, apa Mammy sekarang tengah mengkhawatirkan diriku?!' batin Damian, kemudian ia menekan tombol hijau. "Hallo, Will Sayang. Kamu sekarang ada di mana, Nak?" tanya Bu Laura lembut, syarat kekhawatiran di dalamnya. "Ini Damian sekarang dalam perjalanan pulang, Mam. Memang ada apa? Apa Mammy mengkhawatirkan Damian, hem?" penasaran Damian. "Tidak apa-apa, Sayang. Mammy hanya ingin memastikan kalau kamu dalam kondisi baik, karena Mammy takut terjadi hal buruk padamu," sahut Bu Laura menenangkan. Tidak lama Bu Laura mengutarakan niatnya, sekaligus pamitan kalau malam ini ia dan suamiya akan pergi menghadiri pesta ulang tahun pernikahan sahabat Bu Laura, yaitu Pak Baron dan Bu Silia. "Kamu sudah makan, Sayang? Karena Mamy takut kamu belum makan apa-apa dari siang, Nak," sambung Bu Laura. Damian yang sudah makan di rumah Yasmin, membenarkan kalau ia memang sudah makan tadi. "Damian sudah makan Mam, di rumah teman kecil Damian tadi," antusias Damian ketika ia mengingat Yasmin. "Syukurlah, Mammy senang mendengarnya. Lain kali kamu jangan sampai telat, atau pun lupa jam makan kamu, ya, Sayang. Kalau kamu melakukannya lagi, Mammy akan sedih." "Kamu juga harus rajin belajar, jadi anak yang baik dan pintar. Damian harus bisa menjaga diri Damian dengan baik, ketika Mammy dan Daddy tidak bersama Damian. Apa Damian mengerti, Sayang?" pesan Bu Laura tanpa ia sadari, entah mengapa hari ini ia tiba-tiba begitu lancar mengucapkan kalimat-kalimat pesan pada putranya. Damian yang mendengar di ujung telepon, seolah tidak mau menerima. Sebab Mammy-nya tidak pernah memberikan banyak pesan seperti tadi. "Kenapa Mammy bicara seperti itu? Apa Mammy sama Dady ingin pergi jauh, hingga memberikan pesan dan nasehat buat Damian." "Damian hanya ingin ada Mammy, sama Dady di samping Damian hingga Putra Mammy tumbuh dewasa Damian ingin Mammy sendiri yang mengingatkan dan menyiapkan semua kebutuhan Damian seperti biasa," sanggah Damian tidak suka. Bu Laura akhirnya menyadari, jika ucapannya tadi membuat putranya bertanya-tanya dan membuat sedih tentunya. "Maafkan Mammy, Sayang, tadi Mammy bicara begitu karena Mammy 'kan sekarang berada di luar. Mammy hanya mengkhawatirkan keadaanmu, karena Mammy sangat menyayangi kamu Sayang," sesal Bu Laura dengan kata-kata lembutnya. Damian mendengar penjelasan Mammy-nya akhirnya memahami, kalau Mammy selalu mengkhawatirkannya. "Maafkan Damian juga, ya, Mam. Tadi, Damian sempat berpikir lain. Damian juga sayang Mammy, sama Dady juga. Oh, iya, di mana Daddy sekarang, Mam?'' ucap Damian tidak kalah menyesal, ia pun akhirnya bisa tersenyum senang karena kedua orang tuanya benar-benar memperhatikan segala tentangnya dan juga sangat menyayangi dirinya lebih dari apapun. Bu Laura yang berada di dalam toko perhiasan, memberikan ponsel ke suaminya. Kebetulan Pak Daniel berada di sampingnya. "Daddy, Damian ingin bicara." Bu Laura memberikan ponselnya, dan langsung diterima oleh Pak Daniel dengan senang hati. "Hallo, Boy. Bagaimana kabarmu hari ini dengan Gadis Kecilmu itu?" goda Pak Daniel, dengan kekehan kecilnya. "Dad!" Damian merasa malu, ketika Pak Daniel membahas tentang Yasmin. Gadis kecil, ya tadi pagi sempat ia ceritakan pada Daddy-nya. "Apa kamu sudah memberikan hadiah untuk Gadis Kecil itu, Boy? Daddy harap sudah, dan Daddy yakin kalau Putra Daddy pasti membelikan sesuatu yang langsung disukai meskipun baru pertama kali dia melihatnya.'' Pak Daniel semakin menggoda Damian, tentu saja dengan tebakan yang benar mengingat Damian memang memberikan sesuatu yang di sukai gadis kecil itu meskipun Yasmin baru pertama kali melihatnya. Tidak ingin Daddy-nya semakin menggodanya, Damian akhirnya berkata jujur. Sebab berkat Pak Daniel-lah niatnya untuk mengganti kado yang sempat dirampas preman terwujud. "Willy sudah memberikan dia kado, Dad. Benar tebakan Daddy kalau Gadis Kecil itu sangat menyukainya, dia juga berjanji akan menjaga kado dari Willy," terang Damian seraya mengingat janji Yasmin tadi sore, yang akan menjaga kalung pemberian darinya. "Bagus, Daddy senang mendengarnya. Tunggu sebentar, Daddy akan mematikan teleponnya dulu. Tapi, Daddy akan Video Call kamu. Sebab Daddy ingin melihat sebahagia apa Putra Daddy pulang dari rumah gadisnya." Pak Daniel merasa senang, ketika putranya mau berkata jujur perihal perasaannya padanya. "Dadd ....!" malu Damian. Tut. Biasanya seorang anak akan mencari Ibunya untuk menceritakan hal-hal pribadi yang terjadi dalam hidup mereka, apalagi menyangkut perasaan atau cinta pertama mereka. Seorang anak akan merasa merasa nyaman berbicara pada Ibunya, karena seorang anak merasa kalau Sang Ibu selalu ada untuknya setiap waktu. Namun, berbeda dengan yang terjadi pada Damian. Ia lebih memilih menceritakan hal pribadinya, apalagi tentang seorang gadis untuk pertama kalinya pada Pak Daniel Daddy Damian sendiri. Setelah memutuskan sambungan telepon sesaat, Pak Daniel menelepon Damian kembali dengan menggunakan aplikasi hijau. Ya, Pak Daniel sebelumnya telah mencari tempat yang nyaman bersama Bu Laura untuk berbicara dengan putra semata wayang mereka. Entah firasat apa, yang ada dalam benak Pak Daniel dan Bu Silia. Sebab selama ini, mereka jarang melakukan komunikasi menggunakan video call. Mengingat mereka bertiga sering bertemu, baik di rumah atau pun di kantor. Jika Damian telah pulang sekolah, ia lebih memilih untuk pulang dan berkumpul bersama Mammy dan Daddy-nya. Kalau ia tidak menemukan orang tuanya, maka ia akan pergi ke kantor sang daddy untuk bermain serta bercengkrama bersama seraya menikmati makan siang. Drrrrtt Mammy "Apa kamu sudah makan, Boy?" tanya Pak Daniel begitu sambungan telepon telah tersambung. "Sudah, Dad." Damian berkata jujur, terlihat senyum simpul terlihat di wajah Damian. Di ujung telepon terlihat Pak Daniel dan Bu Laura terus saja memperhatikan ekspresi putra kesayangan mereka. Sesaat suami-istri itu berbicara sendiri, dan di dengarkan oleh Damian di ujung telepon. "Lihatlah Sayang, Putra Kita terlihat sangat bahagia. Apa kamu tahu, apa yang membuat Willy tadi siang pergi dengan terburu. Bahkan dia mengabaikan makan siangnya," ucap Pak Daniel sedikit keras, membuat sang istri langsung penasaran. "Kenapa, Dad?" "Karena Putra Kita sekarang sedang jatuh cinta, ya, jatuh cinta pada seorang gadis kecil," lanjut Pak Daniel, membuat Bu Laura yang mendengarnya seolah tidak percaya. "Benarkah itu, Dad? Kenapa Mammy tidak tahu, ya, apa Willy malu pada Mammy saat ingin menceritakannya?" antusias Bu Laura merasa senang, sekaligus heran. Karena Damian tidak mau curhat padanya. "Daddy kurang tahu soal itu, tapi yang jelas Daddy senang akhirnya Willy memiliki perasaan suka pada seorang gadis. Ya, meskipun gadis itu masih kecil," ucap Pak Daniel, membuat Damian yang sedari tadi diam akhirnya mengeluarkan suara dengan nada sedikit kesal. Sebab Pak Daniel membahas soal Yasmin yang masih kecil, menurut Damian itu tidak perlu dibicarakan. "Daddy! Berhenti bergosip sama Mammy tentang Gadis Kecil Willy, Willy tidak suka," rajuk Damian dengan ekspresi kesal. "Hehehe ...." Kedua suami-istri itu seketika tersenyum geli, ketika melihat Damian kesal. "Ya sudah, kami minta maaf." "Damian, Daddy sayang Willy,'' ucap Pak Daniel mulai serius, tiba-tiba sang istri ikut-ikutan nimbrung mengungkapkan rasa sayangnya pada Damian. "Mammy juga sayang Willy," sambung Bu Laura dengan nada penuh sayang. Damian yang semula kesal, seketika perasaan kesalnya menghilang begitu saja. Tanpa berpikir panjang, saat ia mengingat kalau tadi ia marah pada sang daddy. Kini ia pun mengungkapkan rasa sayangnya pada kedua orang tuanya. "Willy juga sayang Daddy, dan Mammy. Cepat pulang, karena Willy ingin makan malam bersama kalian," jawab Damian tulus dan berharap kedua orang tuanya cepat pulang. "Daddy dan Mammy sepertinya tidak bisa pulang cepat, Sayang. Acara ulang tahun pernikahan sahabat Daddy akan dimulai jam 20.00 malam nanti, jadi Daddy sama Mammy akan pulang malam, bisa jadi kami larut malam sampai rumah," ucap Pak Daniel lembut. "Willy Sayang makan sendiri dulu, ya, Sayang. Besok pagi, baru kita sarapan bareng lagi." "Willy jangan sampai melewatkan jam makan malam kamu, ya, Sayang. Semua makanan kesukaan kamu pasti akan disiapkan oleh Bibik, jadi kamu tinggal bilang suruh hangatin makanan saja," sambung Bu Laura mengingatkan. Damian tidak bisa berkata lagi, mengingat kedua orang tuanya memang saat ini akan pergi ke pesta. "Baiklah ....," jawab Damian dengan nada lesu. Damian sesaat melihat Daddy-nya melihat jam di pergelangan tangannya, tidak lama sang daddy mengutarakan akan menutup sambungan telepon. "Boy! Daddy tutup teleponnya dulu, ya, ini jam sudah menunjukkan pukul 18.30. Daddy sama Mammy akan membeli kado untuk sahabat Daddy dulu, kamu baik-baik di rumah," izin Pak Daniel. "Jaga diri baik-baik, ya, Sayang. Jaga kesehatan, jangan lupa makan. Willy harus jadi anak yang baik, jangan nakal." Bu Laura menambahi. "Benar kata Mammy kamu, Boy, kamu harus jadi anak baik. Jangan berbuat semau kamu sendiri, jadilah anak yang tahu menghargai orang lain. Jika kamu dewasa nanti, kamu harus jadi pria hebat. Tapi, itu harus kamu raih dengan kerja keras serta tanggung jawab. Bukan dari sebuah kelicikan, tanamkan itu semua dalam hati kamu. Karena jika kamu melakukannya, maka orang pertama bangga padamu adalah Daddy dan Mammy kamu," pesan Pak Daniel penuh petuah, dan nasehat. Damian merasa aneh dengan kedua orang tuanya, tadi saat awal Bu Laura menelepon juga memberikan nasehat sekarang Pak Daniel. 'Kenapa sedari tadi Daddy dan Mammy mengatakan kalimat hampir sama, seolah mereka akan pergi jauh saja. Padahal mereka 'kan hanya pergi ke pesta, tapi kenapa mesti mereka memberikan pesan nasehat sebanyak itu,' tanya Damian dalam hati. Meskipun terdapat banyak pertanyaan dalam hatinya, Damian hanya bisa mengiyakan semua pesan nasehat yang diberikan Pak Daniel dan Bu Laura. "Iya, Willy mengerti." "Bagus, kalau begitu kami tutup teleponnya dulu. Bay, Sayang," pamit Pak Daniel dan Bu Laura, seraya memberikan kiss jarak jauh serta lambaian tangan. "Bay ...," Damian membalas lambaian tangan kedua orang tuanya, entah mengapa ia merasa tidak rela ketika sambungan telepon itu akan diputus. 'Jangan tutup teleponnya Dad, Mam,' batin Damian tidak rela, setelah itu ia melihat teleponnya terputus. Damian memukul dadanya sendiri yang tiba-tiba merasa sesak, mungkin karena pikirannya mulai tidak tenang menyangkut kedua orang tuanya. 'Kenapa dengan perasaanku sekarang, kenapa aku merasa tidak tenang setelah mereka pamitan. Mereka pasti baik-baik saja, 'kan, Daddy sama Mammy pasti pulang ke rumah.' 'Aku hanya perlu menunggu mereka di rumah, sebab Daddy sama Mammy sudah berjanji akan sarapan bersamaku,' monolog Damian mencoba menenangkan dirinya sendiri. Setelah berdebat dengan pemikirannya sendiri, Damian melihat ke sisi kiri jalan terlihat ia masih setengah perjalanan ke rumahnya. Tidak ingin memiliki perasaan tidak nyaman dalam hatinya, akhirnya ia memutuskan pergi ke rumah sahabatnya Evan. "Pak, putar ke rumah Evan," pinta Damian cepat. "Baik, Tuan Muda," sahut sang supir sopan. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit, supir Damian mengendarai mobil menuju rumah Evan. Kini akhirnya mobil itu sampai di depan gerbang rumah sang sahabat, setelah mobil terparkir di pinggir jalan Damian keluar kemudian mengetuk gerbang. Tepat saat itu satpam jaga tengah berdiri tidak jauh dari gerbang, begitu mendengar satpam pun bergegas membukanya. Ketika melihat Damian, satpam sedikit menunduk lalu mempersilahkan masuk. "Oh, Den Damian. Mari silahkan masuk, Den Evan ada di dalam," ucap satpam sopan. Dengan gayanya yang dingin pada orang lain, tanpa menjawab Damian langsung melangkah masuk menuju pintu utama rumah Evan. Tok! Tok! Cekelek! Tidak lama asisten rumah tangga Evan membukakan pintu, kemudian mempersilahkan Damian masuk. Karena Damian sudah beberapa kali main ke rumah sahabatnya. "Oh, Den Damian. Mari silahkan masuk." Damian masuk, tapi masih dengan posisi berdiri. Asisten rumah tangga Evan langsung meminta Damian duduk, di ruang tamu. "Silahkan duduk, Den, saya akan memanggilkan Den Evan sekarang," pinta pekerja di rumah Evan, sopan setelah itu ia beranjak pergi ke lantai atas untuk memanggil Evan. Sampai di lantai satu, pekerja di rumah Evan langsung mengetuk pintu. Sedangkan di dalam kamar, terlihat Evan tengah belajar. Tok! Tok! Cekelek! "Ada apa, Bik?" tanya Evan cepat, ia sebenarnya tidak suka kalau kegiatan belajarnya di ganggu. "Ini, Den, di bawah ada teman Den Evan," jawab pekerja Evan. Evan pun bertanya-tanya siapa temanya yang datang, di situasi malam seperti ini. 'Siapa yang datang, apa itu Willy?' batin Evan, dan langsung melangkah keluar dari kamarnya menuju lantai bawah. Evan sampai di ruang tamu, dan benar tebakannya kalau yang datang adalah Damian sahabat karibnya. "Willy! Tumben sekali kamu datang ke mari malam-malam, tidak biasanya,'' tanya Evan seraya mendekati Damian, kemudian menyatukan kepalan tangan keduanya seperti yang keduanya lakukan setiap kali keduanya bertemu. "Aku juga tidak tahu, kenapa aku ke mari. Tapi, malam ini aku merasakan firasat buruk akan terjadi, dan aku tidak tahu apa itu," curhat Damian tanpa di pinta, dengan nada takut di dalam nada bicaranya. Evan paham betul dengan sikap, dan semua tentang Damian pun mengerti. Evan tahu, jika apa yang dirasakan sang sahabat pasti akan terjadi. Sebab Selama Evan telah melihatnya sendiri, segala sesuatu yang diucapkan Damian rata-rata akan terjadi. Karena feeling Damian itu sangatlah tajam. 'Apa lagi akan terjadi, Willy. Kuharap bukan sesuatu yang buruk,' harapan Evan dengan doanya. Sebagai manusia kita hanya bisa berdoa, berharap semua akan selalu baik-baik saja. Tapi, sebuah takdir kita tidak akan pernah tahu. Semoga harapan Evan, akan menjadi nyata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN