Terkesan tak terawat benda itu dilapisi kertas dengan ornamen bunga. Kuno lebih tepatnya. Berbentuk persegi panjang berukuran 50x70 cm dan ditempatkan di antara kotak-kotak mewah di sebelahnya. Membuat netra biru safir fokus pada hadiah kusam itu. Kaki panjangnya melangkah ke tempat sang kado berada.
Jemari tangan panjang, putih nan lembut itu ragu-ragu mengambil kado lusuh di antara hadiah mewah yang para tamu berikan sebagai hadiah ulang tahun yang ke-23. Netra biru safir memantapkan hatinya guna mengambil kado tersebut.
Gumamnya pelan, mempertanyakan, “Siapa yang mengirim ini? Apa mereka sedang mengerjaiku?”
Dilihatnya kado tersebut, berbentuk pipih. Netra biru safirnya mengamati lekat pada benda di tangannya. Sedikit merasa penasaran, Cristian Austin Wiley ingin membuka kado tersebut. Sebelum itu, dia menyorot para tamu yang tengah menikmati pesta ulang tahun dalam Villa megah miliknya.
Kembali memfokuskan pandangnya pada benda tersebut, tangan Cristian mencari-cari bagian mana yang bisa dibuka agar lebih mudah. Sebuah tepukan pada bahunya membuat Cristian berhenti melakukan aksinya. Seseorang di belakangnya telah mengganggu aktivitas pria itu.
“Hei, Cristian, kau sudah tidak sabar membuka hadiah? Kau seperti anak gadis saja.” pria yang menepuk bahu Cristian barusan, terdengar mengejek aksi pria netra biru safir.
Cristian memutar bola mata, tak menoleh pada pria itu. Dari suaranya saja, sudah bisa mengetahui kalau pria itu adalah salah satu sahabatnya yang ia undang hari ini.
Menyejajarkan diri tepat di sebelah Cristian, pria itu kembali terkekeh setelah melihat kado kusam di tangan Cristian. Tidak ragu-ragu merampas kado begitu saja. Seolah-olah izin tak diperlukan baginya yang seorang sahabat. “Eh? Siapa yang mengirim benda kusam seperti ini? Apa isi di dalamnya, ya?” Rolando juga cukup penasaran, sehingga memindai kado tersebut.
Belum sempat tangannya merusak keras pembungkus, Cristian meraih kado miliknya. Menaruh lagi di tempat yang sama.
“Hei?” Rolando menatap sengit pada Cristian, tampak tidak terima benda itu dirampas balik darinya.
“Kadoku. Jadi harus aku yang buka,” balas si netra biru safir dengan tatapan acuh tak acuh. Lantas menarik sahabatnya ke kerumunan orang.
“Yang benar saja, Cristian. Benda itu pasti usang di dalam. Kau buang saja. Kenapa begitu menghargai benda kusam itu?” Rolando menggerutu, tetapi orang di sebelahnya sama sekali tak menghiraukan.
Anggaplah dia hanya patung yang menghalangi pemandangan sejenak. Cristian mengambil segelas wine untuk Rolando guna menyumpal mulut itu agar berhenti mengeluarkan nadanya.
***
Semakin malam, suara musik semakin terdengar keras. Hentakan kaki ramai terdengar di luar Villa megah itu. Sekiranya ada 50 undangan yang datang ke pesta ulang tahun pria itu. Hari ini merupakan bahagianya, tetapi di sini Cristian merasa sendirian karena ia tidak memiliki pasangan. Apa? Tidak memiliki seorang pasangan di hari ulang tahunnya sendiri? Cristian Austin Wiley sedikit unik, ia lebih suka memperhatikan teman-temannya membawa pasangan dan melihat kebahagiaan mereka.
Di bawah pengawasan langit, dan tatapan bintang berkedip-kedip. Seperti mengedipkan mata padanya yang tengah duduk sendiri di tepi kolam renang.
Beberapa pria berbusana mahal melangkahkan kaki mereka menuju kolam renang, sembari memegang gelas wine di tangan mereka. Duduk di sisi Cristian, mendaratkan lengan mereka di atas bahu Cristian; sedikit merasa iba pada pria itu.
“Seharusnya kau bilang jika tidak punya pasangan. Aku bisa carikan gadis seperti tipemu, Crist,” ucap Radika—salah satu sahabat Cristian. Sementara yang lain mengangguk. Menyetujui ucapan Radika.
Bibir Cristian terbuka, sudut bibir terangkat, hingga memperlihatkan dimple pada pipi kanannya. Ia menjawab apa yang ada di pikirannya, “Tidak perlu. Aku tidak perlu berpura-pura memiliki pacar sehari, kan? Cukup kalian saja.”
Radika tertawa keras. Menyedot semua perhatian tamu, hingga berpasang-pasangan netra mengarah padanya. Enggan menghentikan tawa sambil memukul bahu Cristian. “Kau pikir kami hanya pura-pura pacaran? Hei, Tuan Muda Wiley dengar, ya, hanya kau saja yang belum mempunyai pacar di sini. Cepatlah cari pacar agar ada yang mengurusmu.”
***
Setelah pesta usai, Cristian sendirian di dalam Vila megah itu. Badan tegapnya berdiri di depan tumpukan hadiah mahal. Menyorot untuk menghitung jumlah. Ada 51 buah kado yang bisa Cristian hitung. Jumlah tamu undangan hanya 50 orang, lalu siapa tamu ke lima puluh satu itu?
Tidak ingin berpikir negatif. Cristian mengambil kado, memisahkannya dari kado mewah lain. Bukan membuang benda itu, malah Cristian membawa ke dalam kamar. Matanya mencari-cari bagian yang bisa dibuka seperti tadi ketika Rolando mengganggunya.
Perlahan kertas pembungkus dirobeknya. Memperlihatkan kertas pembungkus kedua yang berwarna emas. Cerah, memesona seperti kilau emas asli. Dengan rasa penasaran dalam benak, Cristian merobek bungkus selanjutnya. Terlihatlah di bawah bungkusan pelindung, ada sebuah lukisan gadis berambut ikal hitam legam. Kulitnya putih, warna mata zamrud yang memikat, serta hidung tinggi. Ditorehkan mengenakan gaun abad Victoria oleh sang pelukis. Mengamati lukisan untuk beberapa saat, tidak membuat Cristian menemukan inisial sang pelukis. Akan tetapi, lukisan tersebut tak seperti dilukis oleh amatiran.
“Besok aku harus tanyakan pada penerima tamu, siapa pengirim benda ini.”
Bangkit dari duduknya, sembari membawa lukisan di tangan, ia keluar dari kamar mewahnya. Dalam Villa miliknya, meski disewakan pada tamu-tamu, tetapi Cristian memiliki kediaman pribadi yang tak dapat dimasuki oleh para tamu yang menginap. Langkahnya tak ragu memasuki sebuah ruang gelap. Cristian harus menuruni sekian anak tangga sampai melihat cahaya lampu yang baru saja dinyalakan.
Lengkap masih dengan pembungkus diletakkan pada sebuah meja berdebu, Cristian tidak ragu meninggalkan lukisan tersebut di sana—di dalam rubanah—tempat Cristian menyimpan benda tak pakai.
“Kau tinggallah di sini dulu. Aku akan cari pemilikmu nanti. Seseorang pasti telah salah mengirim benda itu kemari. Aku tidak butuh. Juga kuno, dan tidak layak dipajang.”
***
Pada saat itu, Cristian telah tidur lelap. Lelah setelah menggelar pesta besar di hari spesialnya. Tanpa sepengetahuannya, seorang gadis naik ke ranjangnya. Netra zamrud itu mengamati wajah blasteran pria yang tengah lelap dalam tidur.
Jari mungilnya tak kuasa menyentuh ujung hidung Cristian. Tertanam senyum di bibir gadis itu. Rambut ikalnya tak sengaja ia biarkan jatuh mendarat di atas pipi sang pria.
“Oops.”
Diraihnya helaian rambut hitam legam bak malam gulita, tanpa setitik cahaya di dalamnya. Cristian mengerutkan dahi, sepertinya terganggu dengan aktivitas gadis itu. Buru-buru sang gadis melompat turun, takut-takut kalau Cristian bangun. Ia bersembunyi di bawah ranjang selama sepuluh menit. Merasakan tidak ada pergerakan dari laki-laki itu, sang gadis berpakaian abad Victoria; mengeluarkan tubuhnya dari bawah ranjang. Kembali naik, lalu merebahkan badan mungilnya di sebelah Cristian.