12 - ADELL - I am Home

1069 Kata
ADEL ===== Aku masih tidak percaya telah menyetujui tawaran Lucas di balkon, sampai pengumuman yang diucapkan oleh bibir Avindale membuatnya menjadi kenyataan. "Hasil diskusi saya dan Sir Lucas telah memilih pemenang kompetisi siang ini." Tidak ada yang berani bersuara meski Avindale memberi jeda pada pengumuman tersebut. Semua terlihat tegang—sekaligus berharap—namanya keluar sebagai pemenang. Walau pasrah, aku justru berharap sebaliknya, sedikit mengkhianati kesepakatan di balkon tadi. Toh, hanya di dalam hati, Lucas tidak mungkin tahu. "Dan pemenangnya adalah ... Miss Watson!" ucap Avindale setengah berteriak. Tidak ada suara riuh tepukan, tidak ada sorak kekaguman. Semuanya masih hening, seolah terperangah oleh hasil keputusan yang sama sekali tidak terprediksi. Suasana sunyi itu, justru membuat pemanggilan namaku layaknya vonis hukuman mati. "Lady Watson, silakan ke depan," kata Avindale, memecah kekakuan. Lantas satu tepukan tangan entah dari siapa, membuat cair suasana. Ya, sekarang teman-temanku bertepuk tangan—meski enggan—hanya sebagai formalitas dan memenuhi adat kesopanan. Aku melangkah maju dengan ragu. Berdiri kikuk di sebelah Avindale yang tersenyum tipis. Kumis yang dipelintir, semakin menambah kesan menyebalkan pada wajahnya. Iya dia membuatku kesal hari ini. Seandainya saja guru lukis nyentrik itu tidak ada acara makan siang dadakan, pasti aku sudah bisa kabur dari Sir Lucas dan terhindar dari masalah pelanggaran yang tidak disengaja. Seharusnya saat ini aku sudah berada di pondok musim panas milik Tatiana, menikmati kebebasan tanpa pengawasan paman. Yah, tapi nasib memang sukar ditebak. "Baiklah Nona-nona, langsung saja kita sambut Sir Lucas untuk maju ke depan. Pastinya kalian semua sudah penasaran dengan alasan pemilihan review lukisan kali ini. Silakan Sir Lucas," lanjut Avindale. Entah itu hanya imajinasi atau memang benar, sekilas kulihat tatapan aneh Avindale dan juga seringainya. Cukup menakutkan, walau setelah kulihat lagi dengan saksama ekspresinya sudah kembali normal. Lucas sudah berdiri di sebelahku. Auranya membuatku semakin kikuk. "Selamat siang Ladies, langsung saja saya kemukakan alasan pemilihan pemenang ini. Saya sebagai seorang kolektor, memang memiliki kegemaran khusus pada seni lukis beraliran realis. Oleh karena itu, mendapat pandangan dan pendapat tentang lukisan yang memiliki aliran berbeda akan sangat menyenangkan. Dan menurut Avindale pengamatan Lady Watson adalah yang paling akurat. Bukan begitu Mr. Avindale?" ujar Lucas melemparkan penjelasan pada Avindale. "Betul sekali, Sir. Jadi Ladies, sudah jelas bukan? Dengan demikian, saya mewakili semuanya berterima kasih atas penyambutan pada kunjungan makan siang ini. Terima kasih pada Sir Lucas, dan sekarang mari kita berkemas!" kata Avindale tanpa basa basi. Para gadis pun segera membubarkan diri tanpa minat. Masih terdengar jelas gumaman dan gerutuan dari bibir mereka. Bahkan sama sekali tidak ada yang terlihat senang dengan keputusan ini. Tatapan mereka cukup membuatku paham akan hal itu. Hanya Tatiana yang menghampiriku. "Selamat ya, Nona. Semoga liburanmu menyenangkan," ujar Avindale padaku, seraya mengangkat topi. "Oh, tunggu Mr. Avindale. Aku ... aku tidak langsung ditinggal bukan? Aku harus mengepak beberapa barang," ujarku panik. "Itu terserah Anda, Nona," katanya sembari melangkah pergi, seolah dia sama sekali tidak peduli. "Mr. Avindale, tunggu!" "Adel, selamat ya Sayang," ucapan Tatiana membuatku berhenti memanggil Avindale. Dia memelukku sejenak. "Terima kasih, Ana," jawabku singkat. "Kamu baik-baik ya, di sini. Besok akan kusuruh Paman Kusir untuk mengantar barangmu yang ada di pondokku. Untung saja kemarin kita belum membongkarnya," kata Tatiana. "Ana, aku ... aku ...." "Sudahlah, nikmati saja liburan musim panasmu kali ini," ujarnya sembari tersenyum, sebelum menghadap Lucas yang mematung di sebelahku, "Anda tentu akan memperlakukan sepupu saya dengan baik, bukan, Sir Lucas?" "Em, iya. Tentu saja," jawab pria itu cepat-cepat. "Saya akan mengantar Avindale dulu." Dia kemudian berlalu meninggalkan aku dan Tatiana berdua saja. "Adel, aku pulang dulu ya. Jaga dirimu baik-baik. Jangan berulah yang berlebihan," ujarnya seraya memelukku. "Tatiana," balasku, mengeratkan pelukan kami, "hati-hati di jalan, ya. Terima kasih untuk semuanya." Setelah mengurai pelukan, Tatiana pun melangkah pergi. Aku hanya bisa menatapnya menjauh, seolah kakiku terpaku di lantai. Entahlah, rasanya aku tidak ingin melihatnya pergi, takut jika aku ingin ikut dengannya. Sementara itu kesepakatan dengan Lucas telah menahanku di sini. Tersadar dari lamunan, buru-buru aku berlari ke balkon. Dari atas sini terlihat rombongan teman-teman yang sedang berjalan menuju halaman samping. Pandanganku pun tertuju pada seorang gadis bergaun biru langit. Dia menoleh, lantas melambaikan tangannya. Ah, Tatiana. Membalas lambaian tangannya, mendadak aku merasa sedih. Bodoh! Aku sangat bodoh! Harusnya aku mengantar mereka sampai pintu depan. Menyadari hal itu, aku segera berlari masuk, membelah ruangan menuju pintu keluar. Sedikit kuangkat gaun agar.langkahku tidak terhalang saat melewati lorong lantai dua menuju tangga. Dengan hati-hati meniti anak tangga, sembari berpegangan di sisi kayunya, aku turun ke bawah. Kemudian melewati satu hall lagi dan menuju pintu keluar yang mengarah ke taman belakang. Ya Tuhaaan, manor ini sungguh luas. Semoga aku bisa sampai di depan tepat waktu, sebelum Tatiana dan rombongan Mr. Avindale pergi. Kakiku terus melangkah di jalan setapak, sementara napasku memburu. Salahku sendiri kenapa tadi tidak langsung turun saja. Sekarang malah terburu-buru turun. Begitu sampai di depan manor, tempat kereta kuda kami terparkir, para Lady telah masuk ke kereta masing-masing. Bahkan dua kereta diantaranya telah meninggalkan tempat. Lucas yang sedang berdiri melambaikan tangan, terkejut melihatku. "Kau turun juga." "Aku, maksud saya, saya, ingin, mengantarkan mereka, pergi," jelasku sambil terengah-engah. Rasanya pelarian tadi pagi mendadak terulang kembali. Lucas bergeming menatapku, sementara aku masih berusaha menenangkan debaran jantung yang berlompatan, juga mengatur napas yang amburadul. "Adel! Sampai jumpa!" teriakan Tatiana membuatku spontan menoleh. "Anaaa! Sampai jumpa!" balasku sambil berjalan mengikuti keretanya. Lantas aku berhenti di depan gerbang, melihat kereta-kereta itu menjauh hingga menghilang di tikungan. Setelah itu, beberapa pengawal manor menutup pintu gerbang besi yang sangat tinggi itu. Saat berbalik, aku mendapati Lucas sedang berjalan mendekat. Langkah kaki dan bahasa tubuhnya, seolah mengancam dan mengintimidasi, membuatku tidak nyaman. "Jadi, hanya tinggal kita berdua sekarang," ujarnya. "Sepertinya begitu," jawabku tanpa menatap matanya. "Mari, saya tunjukkan kamar Anda, Nona Adel," katanya sembari membuat gerakan dengan tangannya. "Terima kasih, Sir Kingstone." Aku mengangguk sopan. Dia berjalan lebih dulu, dengan tangan saling berkait di belakang tubuhnya. Kali ini dia menunjukkan jalan menuju pintu depan Manor. Ada dua orang pengawal yang berjaga di sana. Melihat kedatangan Lucas, mereka berdua memberi hormat, lantas salah satu di antaranya membukakan pintu besar berdaun ganda itu. "Terima kasih," ucap Lucas pada mereka berdua. Dia berhenti di ambang pintu lantas menoleh. "Silakan, Miss," ujarnya seraya mempersilakan aku untuk masuk lebih dulu. Aku hanya mengangguk sopan lantas berjalan melewatinya. Sebuah ruangan besar yang sangat kukenal, kini terpampang nyata di hadapanku. Entah kenapa, aku seolah merasa sedang kembali pulang. "Mommy, I'm home."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN