12. Minta Mamah Baru

1302 Kata
Wira berusaha menghapus pikiran-pikiran anehnya yang membuat dia tak nyaman dengan hatinya sendiri. “Ah, nama Melati kan banyak. Ngapain juga aku mikirin nama istrinya si Arya? Lagi pula Melati juga kan masih sendiri?” Wira belum mengetahui banyak tentang identitas Melati. Dia hanya tahu Melati adalah seorang gadis yang tinggal bersama dengan sahabatnya itu. Dari sudut jauh dia melihat sosok gadis yang membuat dirinya ilfeel itu merentangkan kedua tangannya. Sontak Wira yang merasa risi itu pun masuk kembali ke dalam ruangannya, tetapi nahasnya dia belum bisa menutup gadis itu sudah bisa menahan pintu itu dan langsung bisa menyerang sisi pintu dengan tubuhnya yang mungil. “Mas Wira, kamu ini kenapa sih? Lama banget aku nggak datangi maskapai kamu ini? Setelah kamu datang ini penyambutan kamu untukku?” Wira berdecak kesal dengan gadis ganjen itu. “Kamu ini yang kenapa. Ngapain kamu tiba-tiba datang ke sini tanpa ada undangan?” “Ih, Mas kamu ini gimana sih? Aku itu sudah sendiri lagi dan aku mau kita balikan lagi. Kita lanjutkan tunangan kita gimana?” pintanya dengan memaksa. Lelaki itu menggeleng lalu duduk di meja kerjanya. Dia paling malas meladeni gadis kecentilan itu yang sudah ketahuan sudah berselingkuh darinya. Maka tak akan ada kesempatan kedua bagi Wira. Tetap saja namanya perempuan kalau sudah menduakan dirinya selamanya tidak akan puas begitu juga dengan lelaki yang tak memiliki janji setia. “Aku sibuk Yoriko. Jadi, aku tidak akan meladenimu di sini.” Wira berpura-pura membuka komputernya untuk mengecek data analisa bulanan. “Mas, tapi aku ke sini kan pingin ketemu sama kamu. Apa kamu kayak gini gara-gara guru ganjen itu ‘kan?” sindir Yoriko hingga berhasil mengalihkan perhatian Wira dari komputer itu. “Maksud kamu guru ganjen yang mana?” “Itu yang kemarin ke rumah kamu. Guru baru kok tingkah lakunya udah kek mau rebut laki orang.” Jemari gadis itu memainkan anak rambutnya. “Melati maksud kamu?” “Iyalah. Siapa lagi kalau bukan dia? Mungkin dia juga ingin harum namanya seperti bunganya,” elaknya dengan malas. “Yoriko, Melati tidak seperti itu. Jaga ucapan kamu dalam menilai orang ya!” Sebagai sang presiden direktur di salah satu maskapai di Indonesia, dia paling tidak suka dengan orang yang asal bicara tanpa bukti. Wira bukan hanya mengajarkan kepada orang-orang di sekitarnya melainkan juga kepada karyawan dan petinggi lainnya untuk tidak mudah percaya dengan orang lain sebelum bukti berkibar. “Aku sudah menjaga ucapanku kok. Lagian semua orang juga kayaknya masih tahu aku itu dulu calon istri kamu? Sedangkan dia guru baru dan langsung dekat dengan wali murid ganteng kayak kamu. Apa kamu nggak nyadar, Mas?” Wira yang terlanjur kesal itu akhirnya pergi dari ruangan itu. “Mas mau ke mana?” Tak ada jawaban dari Wira yang terus melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Gadis itu yang hendak beranjak pun urung setelah melihat kartu undangan di bawah komputer Wira. Dia yang merasa penasaran itu pun mengambil kartu undangan itu lalu dibacanya. “Undangan Family Gathering maskapai group?” “Apa maksudnya ini pesta antar maskapai gitu?” Dia kembali membacanya sampai selesai hingga membuat kedua matanya terbelalak sebab ada pesta meriah yang akan dihadiri oleh Wira kelak bersama dengan pasangannya. “Wah, jadi Mas Wira akan datang dong bawa pasangan?” “Cocok!” “Berarti aku bisa jadi pendamping dia di sana dong?” “Ah, foto dulu deh.” Gadis itu mengambil ponsel di dalam tas kecilnya lalu mengabadikan berikut tempat dan waktunya. Kali ini Yoriko tidak akan memaksa berlebihan ke Wira. Dia akan bermain cantik agar dia tetap menjadi pasangannya kelak. Sore harinya, Wira segera menjemput putranya. Dia sudah memberikan pesan kepada kepala sekolahnya agar Abil mendapatkan jam tambahan berupa permainan agar lebih lama lagi bertemu dengan Melati di sekolah. “Papah!” Abil berlarian saat melihat ayahnya yang duduk di kap mobil. Wira yang melihat putranya itu pun mengangkat tubuh mungil putranya. “Hai, anak Papah gimana sekolahnya ditambah jam pulangnya?” “Lebih seru, Pah. Abil jadi seneng deh main sama Bu guru Melati.” “Oh iya?” “Iya. Pah, kita pulang bareng lagi yuk sama Bu guru,” bisiknya. “Emang Bu gurunya mau?” “Pasti mau. Abil mau ke Bu guru dulu, Pah.” Anak kecil itu minta dilepaskan untuk memaksa Melati agar pulang bareng kembali. Namun, Melati menolak sebab dia merasa tidak enak apalagi sampai dilihat oleh para seniornya. Dia berpura-pura akan ada jam tambahan di sekolahnya yang akhirnya terbebas dari paksaan Abil. Wira pun akhirnya memutuskan pulang sebab anaknya pasti membutuhkan istirahat lebih. “Pah, kenapa sih Bu guru nggak mau pulang bareng sama kita?” “Bu guru kan ada jam tambahan tadi. Apa kamu nggak denger tadi?” Anak kecil itu rasanya kecewa dengan Melati yang tidak mau pulang bareng dengannya. Setelah sampai rumah anak kecil itu ngambek sampai neneknya pun kewalahan lagi sebab tidak ada Melati sore hari ini untuk menemaninya. Abil langsung masuk ke kamar dan menguncinya. Dia tidak mau bertemu dengan siapa pun kecuali Melati. Marina yang melihat cucunya kumat lagi pun merasa khawatir dengannya. “Wira, ini bagaimana kenapa Abil bisa ngamuk lagi?” “Mah, Wira juga nggak tahu. Dia hanya ingin Melati pulang bareng, tapi Melati ada jam tambahan makannya nggak bisa pulang bareng,” sahut Wira yang juga ikut panik. “Wira, kamu tahu kan anak itu bisa bertindak semaunya. Kamu masih ingat kan Abil mau loncat dari balkon dulu?” Kedua tangan lelaki itu mengangkup di kepalanya lalu menghembuskan napas. “Mah, Wira juga bingung ini harus bagaimana.” “Apa kamu tidak mau sewa baby sitter lagi untuk, Abil?” “Mah, semua baby sitter itu tidak ada yang betah dengan Abil. Percuma yang ada mereka bakalan kabur lagi.” Suara vas bunga pecah dari kamar anak kecil itu hingga membuat kedua orang tua itu merasa panik dengannya. Mereka pun segera mengeksekusi anak itu sebelum bertindak sesuka hatinya. “Wira, kamu harus dobrak pintu ini lagi!” pinta Marina dengan panik Sudah beberapa kali kamar Abil bergonta-ganti pintu. Akhirnya Wira pun berhasil mendobrak pintu itu yang ternyata anak kecil itu sedang menangis meraung-raung yang hendak mengambil pecahan vas bunga itu. Wira segera berlari lalu mengambil pecahan beling itu lalu dibuangnya segera. Dia memeluk putranya itu. “Abil, kamu kenapa lagi, Nak?” “Abil mau tidur sama Bu guru, Pah. Abil mau Bu guru tinggal di sini titik!” Tentu Wira tidak bisa mengabulkan permintaan putranya detik itu juga. Ada harus banyak step agar Melati bisa tinggal di rumahnya untuk menggantikan baby sitter. “Wira, apa kamu tidak bisa menjadikan Melati baby sitter di sini? Kamu kan bisa gaji dia lebih tinggi dari dia mengajar?” “Mah, dia itu kan baru masuk kerja beberapa hari ini apa dia mau?” “Ya kamu coba aja bilang ke dia. Kamu mau anak ini bisa bertindak lebih dari yang tadi?” Tatapan anak itu begitu sendu sampai air matanya mengalir deras. “Pah, Abil mau Bu guru tinggal di sini.” “Tuh, dia aja mau Melati tinggal di sini Wira,” ucap Marina lagi. Wira mengelus kepala putranya. “Abil mau Bu guru jadi baby sitter, Abil?” Anak kecil itu pun menggeleng. “Nggak mau.” “Lah terus maunya apa?” “Abil mau Bu guru Melati, jadi mamahnya Abil aja, Pah,” pintanya dengan nanar hingga membuat kedua orang itu terbelalak dengan permintaannya. Wira langsung menggeleng. “Abil, papah nggak mungkin menjadikan Bu guru Melati jadi mamah kamu. “Wira, Mamah setuju dengan permintaan Abil. Lebih baik kamu jadikan Melati itu istrimu saja. Mamah juga setuju Melati menjadi menantu Mamah.” “Tapi, Mah ak—” “Wira, kalau kamu sayang sama Abil berarti kamu juga sayang sama Mamah yang sudah lama ingin melihat kamu bahagia juga,” potong Marina hingga membuat Wira membisu seketika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN