Bab 17 - He Knows It

1128 Kata
Hari ini Amanda akan memberikan proposal yang diminta oleh Arka, setelah beberapa hari cewek itu mengundurnya. Banyak alasan yang Amanda berikan kepada Arka, dan Arka tidak bisa berbuat apa pun soal itu. Beberapa kali Arka menanyakannya lewat aplikasi chatting pun, Amanda tidak membalasnya dan hanya membacanya. Padahal, ini menyangkut OSIS. Bukan soal mereka. Arka juga akan menggunakan hari ini untuk menanyakan apa yang terjadi dengan Amanda, kenapa cewek itu menghindarinya bahkan kini berpacaran dengan Atha. Arka merasa dia punya hak untuk mengetahui itu semua, meskipun ia tidak juga mendapatkan jawaban dari Amanda. Arka sadar, Amanda telah menolaknya dengan melakukan ini semua kepadanya. Tapi apakah semua itu diperlukan? Kenapa Amanda tidak langsung saja mengatakan bahwa ia menolaknya? Dengan perasaan yang campur aduk, Arka menunggu Amanda seorang diri di dalam ruang osis. Hari ini memang tidak ada jadwal rapat osis, dan ketika sedang ada jadwal pun, cewek itu justru tidak datang. Pintu ruang osis terbuka. Amanda masuk ke dalam ruangan, dan Arka bisa melihat Atha yang berdiri di ambang pintu. Arka mengepalkan tangannya, ia merasa kesal karena ia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berbicara kepada Arka. “Duduk dulu Nda, gue mau meriksa proposal lo sekalian ngomong sebentar.” kata Arka. Amanda pun duduk di hadapan Arka, namun ketika cewek itu duduk, Arka justru bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. “Kak bisa tolong kasih privasi sebentar?” tanya Arka kepada Atha. “Oke.” kata Atha, lalu cowok itu menunggu di luar ruangan. Arka buru-buru menutup pintu ruang osis dan kembali ke tempat duduknya. “Sori ya gue agak telat ngasihnya.” kata Amanda sambil menyodorkan proposal tersebut. “Kemarin kenapa nggak dateng rapat?” tanya Arka. “Azriel, gue ada acara sama dia.” jawab Amanda. Arka membuka proposal yang dibuat Amanda, melihatnya sebentar, lalu segera beralih kepada Amanda. “Lo itu kenapa sih, Amanda?” “Kenapa apanya?” “Gue nggak mau terus menerus berada di sebuah ketidak jelasan. Gue mau lurusin semuanya sama lo, lo ngehindarin gue kan selama ini?” tanya Arka, berterus terang. Amanda tidak menjawab Arka. “Kalau itu semua karena waktu itu gue nembak lo, oke, gue nggak akan nagih jawaban lo sampai kapan pun. Tapi, apa itu bisa jadi alesan lo buat ngehindarin rapat osis dan ngasih deadline proposal?” “Sori, Ka.” Arka menghela napasnya, ia merasa apa yang ia lihat di hadapannya kini bukanlah seorang Amanda. Seorang Amanda yang sangat ia sukai. Amanda telah berubah. “Lo tau? Karena lo telat ngasih proposal ini, rencana yang udah kita rundingin semuanya gagal. Dan kalau udah begitu, siapa yang mau tanggung jawab?” tanya Arka, kini, aura tegas yang ia miliki mulai keluar. “Gue akan minta maaf sama anak-anak nanti.” kata Amanda, “Sori Ka, tapi gue nggak bisa lama-lama.” tambahnya. Arka lagi-lagi menghela napasnya, Amanda pergi dari hadapannya, meninggalkannya yang masih bingung dengan segala sikap Amanda yang sangat berubah. Tidak mungkin ini semua karena Atha, karena Amanda tidak akan pernah terhasut oleh siapa pun.     *   Amanda menghabiskan malam sabtunya untuk menangis di kamar. Padahal, Bundanya sibuk menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk acara lamaran Azriel dan Delima besok. Azriel yang bingung dengan kelakuan adiknya berkali-kali mencoba untuk berbicara dengannya, namun hal tersebut sepertinya sia-sia. Amanda mengurung dirinya di kamar. “Amanda kenapa ya Bun?” tanya Azriel kepada Bunda, yang sepertinya bahkan tidak memiliki waktu untuk membahas soal Amanda saking sibuknya. “Coba kamu tanyain di chat aja kalau dia nggak mau keluar dari kamarnya, palingan juga lagi berantem sama pacarnya.” kata Bunda, yang setelahnya kembali sibuk menelepon. Azriel kini terduduk di teras rumahnya. Ia berniat untuk menelepon Delima yang sejak tadi siang tidak ada kabar. Dan, tepat saat itu pula Delima meneleponnya. “Ada apa, Del?” tanya Azriel. “Kamu kenal sama adikku?” tanya Delima. “Adik kamu? Aku aja nggak tahu siapa namanya, setiap ke sana kan, adik kamu gak ada di rumah.” “Tunggu… Jangan bilang adik kamu itu…”  “Amanda,” kata Azriel memperjelas. “Az, Amanda itu temen deketnya Arka. Dia pernah ke rumahku. Pantes aja Arka ngamuk karena tahu kita bakal tunangan.” Azriel terdiam. “Salah aku nggak pernah ngenalin Arka ke kamu secara resmi.” Azriel masih terdiam. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. “Az?” panggil Delima, yang tidak juga mendapatkan jawaban dari Azriel. Telepon terputus, Azriel menutup teleponnya dan ia segera menuju kamar Amanda. Sesampainya Azriel di dalam rumah, ia sudah melihat Amanda yang berpakaian rapih dengan mata sembab keluar dari kamarnya. “Mau ke mana?” tanya Azriel kepada adiknya itu. “Mau keluar sama pacarku sebentar.” jawab Amanda, berbohong. “Pacar? Kamu punya pacar?” “Punya, kak.” “Siapa? Arka?” Amanda menggeleng, “Aku buru-buru, kak.” katanya, menghindari Azriel. Setelah Amanda pergi, Azriel benar-benar dipenuhi dengan perasaan bersalah. Azriel tau persis bahwa Amanda sangat menyukai Arka, dan dia juga tahu persis bahwa barusan Amanda berbohong.   *   Amanda duduk di sebuah bangku taman. Taman tempat di mana Arka mengajaknya ngedate waktu itu, dan sejak tadi Arka sudah menunggunya. Cowok itu kini tengah bersandar ke sebuah pohon sambil melipat kedua tangannya di d**a. Amanda masih terdiam sejak ia sampai tadi. Ia enggan membuka pembicaraan. “Jadi lo udah tahu soal ini sejak awal.” akhirnya, Arka yang sudah tidak tahan dengan keheningan ini pun membuka pembicaraan. “Lo tahu ini sejak awal dan lo sama sekali nggak ngomong sama gue, bikin gue jadi kayak orang bego.” tambah Arka, yang terlihat jelas bahwa ia sangat kecewa. Amanda menangis. Ya, benar, cewek itu menangis mengingat kesalahannya yang telah merahasiakan hal ini. “Karena ini juga, lo ngenalin gue ke teman-teman lo, lo juga ngehindarin gue, bahkan lo sampe jadian sama Atha?” Tangis Amanda semakin keras, memecah keheningan yang berada di taman tersebut. Ya, taman itu sedang sepi dan hanya ada beberapa pedagang yang ngetem dan berjarak jauh dari mereka. Arka beralih posisi. Ia menghampiri Amanda lalu berlutut di hadapannya. “Kenapa lo nggak ngasih tau gue, Nda? Kenapa?” “Gue nggak mau nyakitin hati lo, Ka. Bagi gue aja ini berat banget, tapi gue bener-bener nggak mau nyakitin Azriel. Gue ngerasa dengan ngerahasiain ini semua akan menyelamatkan banyak pihak.” jelas Amanda. “Menyelamatkan apanya? Pada akhirnya gue tahu soal ini dan gue nggak bisa terima ini semua. Gue dan lo berhak bahagia, Nda.” Amanda menggeleng, “Kita memang berhak bahagia, tapi bukan dengan cara pacaran.” bantahnya, “Gue tau, kita sakit hati di waktu yang sama, healing di waktu yang sama… Tapi bukan berarti kita harus pacaran kan? Kita masih bisa bareng-bareng dengan cara temenan.” “Nggak bisa, Amanda. Gue nggak bisa ngeliat lo sama Atha, gue nggak bisa.” “Tolong jangan egois, Ka. Sekali-kali kita ngalah, apa salahnya?” Arka merunduk. Ya, Amanda benar. Dirinya sangatlah egois, karena menyalahkan Delima dan juga Azriel atas apa yang terjadi. Tetapi, serius, Arka tidak bisa menghadapi ini semua. Karena baginya, Amanda adalah perempuan yang sempurna untuknya. Ia merasa tidak adil karena ini semua terjadi padanya. Gue tau, semuanya nggak senggampang yang gue katakan. Tapi, setidaknya gue akan berusaha supaya perasaan ini nggak terlalu dalam buat lo, Ka. Dan tentunya lo juga. Lagi pula, dengan begini kita nggak akan nyakitin hati siapapun kan?  

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN