PAPI KENAL BU GURUNYA ÇAKTI?

1171 Kata
‘Kamu bisa datang kan?’ tanya Zahra pada Callief melalui pesan. Zahra tak berani langsung telepon, takutnya Callief sedang terbang. Lebih aman dia menulis pesan saja. ‘Insya Allah bisa. Aku tanggal 25 turun dari Bali,’ balas Callief delapan jam sesudah pesan itu dikirim. Rupanya Callief sedang terbang ke Manado. ‘Tanggal 28 baru aku terbang lagi. Jadi 27 itu aku free kok. Memang sudah aku atur agar tanggal 27 aku bisa ketemu pangeran kecilmu,’ balas Callief lagi yang tak langsung dibaca Zahra. Karena sang pilot mengirim pesan jam dua dini hari! ‘Oke aku tunggu. Kalau memang tidak mau datang mulai jam sepuluh pagi nggak apa-apa. Karena acara anak-anak jam sepuluh pagi sampai jam satu siang, selebihnya nanti acara orang dewasa.’ balas Zahra sesudah salat subuh. ‘Aku pasti mau datang lebih awal. Aku mau lihat semua anak-anak. Aku suka anak-anak,’ balas Callief. ‘ Aku itu anak tunggal. Orang tuaku keduanya juga anak tunggal. Aku sangat ingin punya banyak anak sebenarnya. Itu sebabnya aku punya banyak anak asuh. Tapi karena aku sibuk mereka tidak aku bawa pulang. Mereka tetap di panti asuhan.’ jelas Callief. ≈≈≈≈≈ Sekarang sudah hari Sabtu. Zahra sudah bersiap untuk berangkat lebih dulu ke hotel tempat ulang tahun Çakti akan diadakan. Sehabis sarapan jam tujuh pagi dia sudah bersiap. “Ibu, Bapak, Paman dan Bibi nanti berangkat jam sembilan lewat maksimal jam setengah sepuluh ya. Aku sudah siapkan mobil untuk semua. Nanti Çakti juga berangkat jam segitu bersama Endah dan semua pegawai di sini,” ucap Zahra saat sarapan tadi. “Mami berangkat duluan?” tanya Athaya, dia sama sekali tak dilibatkan untuk persiapan acara di hari H. “Iya Pi. Aku harus memastikan setiap yang dibutuhkan atau dipersiapkan EO dan pihak hotel apakah ruangan dan semua hal siap. Lalu nanti mungkin sekitar jam sembilan atau setengah sepuluh tamu mulai datang. Setidaknya para guru akan datang setengah sepuluh karena aku minta mereka yang membantu untuk menghandle anak-anak.” jelas Zahra. “Even organizer sudah ngumpul dari sejak jam enam tadi di hotel. Mereka sudah memberi khabar Mami sejak jam enam sudah di lokasi. Badut datang jam delapan. Itu data yang aku dapat dari EO,” jelas Zahra. “Biar Papi yang antar, tunggu sebentar,” Athaya belum bersiap. Semalam Zahra sudah memberikan pakaian yang akan dia gunakan. Sesuai dengan thema robocop yang dipilih Çakti. Baju itu akan dia bawa, dia sekarang akan pakai baju sopan biasa saja sebelum acara. “Aku sama Yogi kok, nggak apa-apa,” balas Zahra. Dia menghampiri para orang tua untuk salim. “Kalau Papi mau bareng ya naik mobil sendiri saja biar kita nggak tergantung siapa pun. Aku pakai mobilku, Yogi yang bawa,” lanjut Zahra. “Para tamu di sini sudah ada mobil yang aku sewa. Ada tiga mobil dan mereka bisa berangkat dengan itu, selain mobilnya Çakti. Çakti satu mobil dengan Endah dan para pegawai yang lain,” Zahra mengucapkan semua yang tadi sudah dia katakan pada para sepuh di meja makan. Mungkin Athaya kurang fokus jadi tak mendengar. “Semua akan berangkat jam sembilan saja atau jam sembilan lewat lima belas menit lah. Sekitar setengah jam mereka tiba di lokasi. Kalau mereka berangkat sekarang kasihan terlalu lama menunggu. Nanti Çakti jadi jenuh,” ucap Zahra. ≈≈≈≈≈ “Ibu, Bapak saya berangkat duluan,” pamit Zahra sambil mencium tangan kedua mertuanya. ”Iya, hati-hati,” jawab Achdiyat. Zahra juga pamit pada paman dan bibinya. ≈≈≈≈≈ “Kok berangkat cepet Mas?” tanya April, saat Athaya meneleponnya. Karena Athaya sendirian di mobil maka dia menelepon kekasihnya. “Iya, Zahra dan adiknya sudah berangkat dengan mobilnya. Dia tak mau aku antar dengan mobilku. Ya sudah aku bisa leluasa meneleponmu Manis,” balas Athaya. “Kamu nanti datang kan?” “Datanglah. Aku pasti datang,” kata Aprilia. “Dandan yang cantik ya? Aku kangen,” pinta Athaya. April langsung mengganti telepon suara ke video call. Terlihat April hanya memakai pakaian dalam sepertinya akan mandi. “Dandan cantik juga enggak bisa ngapa-ngapain kan,” goda April. “Setidaknya aku bisa melihatmu. Paling yang kita bisa cuma salaman. Nggak mungkin lebih dari itu. Bicara pun enggak mungkin, jangan sampai kita berdiri berdekatan,” ucap Athaya. “Sabar ya Sayang,” jawab April. Dia tahu Athaya tak sabar ingin menerkamnya. ≈≈≈≈≈ Setiba di hotel, Zahra langsung mencari apa yang belum siap dam apa kekurangan persiapan pesta. Dia juga mengecek apa yang belum lengkap. Semua harus fix ready. Zahra meminta satu layar lebar untuk memperlihatkan perkembangan Çakti sejak di perut. Nanti akan ada slide dari sejak Zahra menikah dengan Athaya. Sudah dibikin videonya sejak tanggal pernikahan, lalu mulai memperlihatkan testcpack lalu acara nujuh bulan. Semuanya ada di video perkembangannya Çakti. Athaya pun tahu video itu dia ikut terlibat dalam mencari file. Sampai perkembangan Çakti di sekolah ada videonya. Perkembangan Çakti di sekolah mayoritas dibuat oleh Endah karena yang hari-hari di sekolah adalah Endah. ≈≈≈≈≈ Jam sembilan beberapa guru sudah mulai hadir juga Callief. “Pi, kenalkan ini pilot yang waktu aku berangkat ke Bali,” Zahra berkata pada Athaya. “Kok tumben bisa kenal dengan pilotnya Mi?” tanya Athaya sambil mengulurkan tangan pada Callief. “Waktu itu istri Bapak menolong saya ketika penumpang di sebelahnya kejang perut karena hamil. Jadi kami, pramugari dan pilot serta co pilot langsung berkenalan dengan istri Bapak. Malamnya juga kami langsung mengadakan makan malam bersama untuk mengucapkan terima kasih. Apa istri Bapak tidak cerita kebaikannya?” tanya Callief. “Wah sejak pulang dari Bali tiga bulan lalu dia langsung sibuk. Tak pernah bercerita,” kata Athaya sambil tersenyum. Dia baru ingat sejak Zahra pulang dari Bali mereka memang seperti jadi tak akrab. Bertegur sapa bila perlu saja. Apa karena dia punya wanita lain ya? ‘Bahkan dia selalu tidur bersama dengan Çakti. Membuat aku tak pernah bisa melakukan kewajibanku lagi sebagai suami. Sejak kepulangan dari Bali hanya dua kali kami melakukannya. Itu pun sudah lebih dari satu bulan lalu kami melakukan kegiatan panas di ranjang. Untungnya aku punya kompensasi jadi tak terlalu kehilangan. Bahkan dengan April aku bisa tiap hari saat hari kerja,’ batin Athaya sambil tetap tersenyum saat berkenalan dengan Callief. ≈≈≈≈≈ “Wah itu ibu gurunya Çakti sudah datang. Papi sudah kenal kan sama dia?” kata Zahra. “Siapa?” “Bukannya dia ikut antar ke rumah sakit, lalu dia juga datang besoknya ke rumah dan Papi nganterin dia pulang? Masa pakai nanya siapa sih Pi,” protes Zahra. “Kan gurunya Çakti banyak. Maksud Mami siapa?” tanya Athaya. “Itu loh yang baru datang. Bu April,” jawab Zahra dengan senyum manis menyambut April yang datang ke arahnya. “Oh iya. Papi sudah kenal kemarin waktu Çakti sakit, dia ikut antar ke rumah sakit karena Çakti memegang tangannya. Lalu esoknya dia menengok Çakti di rumah dan Papi antar karena motornya waktu itu bannya pecah,” ucap Athaya apa adanya. Semua itu memang benar dan tak ada yang ditutupi. “Oh sudah kenal ya Pi,” ucap Zahra. “Kenallah. Waktu itu kenalannya. Sudah beberapa bulan lalu itu,” jawab Athaya sambil pura-pura cuek.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN