KETAKUTAN ATHAYA

1134 Kata
“Bisa makan siang bareng Pi?” tanya Zahra siang menjelang makan siang pada Athaya. Dia sengaja menelepon suaminya. “Wah siang ini Papi enggak bisa Mi. Bos ngajak ketemuan dengan klien,” kata Athaya. Bagaimana dia tiba-tiba membatalkan makan siang dengan kekasih hatinya saat ini? “Wah tumben ya Bos ngajak bagian HRD makan siang,” kata Zahra. “Entahlah. Mungkin memang ada yang harus papi ketahui,” jawab Athaya. “Padahal Mami ingin sekalian ngajakin Papi buat belanja untuk acara ulang tahun Çakti lho,” ucap Zahra. “Ulang tahun Çakti masih lama kan Mi? Satu bulanan lagi, Papi nggak lupa loh kapan pangeran kita lahir,” jawab Athaya. “Benar Pi, masih satu bulan. Tapi Mami mau bikin gede-gedeanlah sekali-sekali. Nggak ingin bikin di rumah. Mami ingin bikin di hotel saja, biar Çakti punya kenangan. Sekarang kan dia sudah bisa ngertiin, tidak saat dia berusia satu, dua atau tiga tahun. Kalau dibikin besar juga dia belum ingat. Saat ini dia mulai bisa ingat. Aku ingin undang semua keluarga kita. Keluarga Papi, keluarga mami, terus juga teman-teman kantor dan teman-teman sekolahnya Çakti sekaligus rekanan bisnis kantor Mami,” ucap Zahra. “Wah boleh kalau begitu. Bagaimana kalau besok saja kita cari hotel atau resto yang besar untuk acara itu? Kalau hari ini Papi sudah ada jadwal lain,” sesal Athaya. “Ya sudah kalau begitu. Besok ya jam makan siang. Papi jemput Mami. Mami besok berangkatnya diantar Pak Sholeh saja, nggak bawa mobil,” ucap Zahra. Pak Sholeh adalah sopirnya Çakti ke sekolah. “Oke,” jawab Athaya. “Apa kabar?” tanya Zahra pada Rubben Mangkunegara. Sahabatnya sejak SMA dan di kampus yang sama walaupun beda jurusan. “Kabar baik Sayangku. Kamu apa kabar? Sombong amat sih. Sudah sukses, sudah punya suami ganteng, lupa ya sama yang ngenalin,” balas Ruben menggoda Zahra. Dulu memang Zahra dan Athaya berkenalan karena Ruben. Saat itu Zahra bertemu dengan Ruben yang sedang berkumpul dengan seniornya di bidang fotografi. Salah satunya adalah Athaya, maka Ruben pun mengenalkan Athaya pada Zahra. Rupanya Athaya langsung tertarik pada gadis sederhana yang bernama Zahra. Zahra saat itu baru saja kehilangan ibunya, sejak kecil dia sudah kehilangan ayahnya. Jadi dia tinggal berdua dengan Prayogi Damar Prawira, adik kandung satu-satunya yang jarak umur mereka hanya dua tahun. Sekarang Prayogi atau Yogi belum menikah dia bekerja sebagai wartawan di sebuah penerbitan internasional di Singapura. Saat itu Zahra hampir lulus kuliah. Tentu saja dia tidak berani langsung menerima cinta Athaya yang strata ekonominya lebih tinggi. Zahra takut calon mertuanya mengira Zahra hanya mengharapkan harta dari keluarga Athaya. Tapi kedua orang tua Athaya tidak seperti itu mereka malah mendukung Athaya untuk mendapatkan Zahra. Walau tinggal berdua dengan adiknya, paman dan bibi Zahra selalu mengawasi kedua keponakan mereka dengan penuh cinta. Mereka juga tak terlunta-lunta kurang biaya. Hanya cukup saja, setidaknya tidak minus. “Kita makan siang bareng yuk?” ajak Zahra pada Ruben. “Ayo! Aku ingin banget. Aku kangen sama kamu Za,” balas Ruben. “Kebetulan aku dan Steffy juga janji makan siang bareng. Jadi kita bisa bertigaan,” balas Ruben. “Oke. Share location ya,” pinta Zahra. “Siap,” Ruben pun langsung share location tempat mereka akan makan siang. “Kamu sibuk June?” “Nggak Bu. Ada apa?” tanya June, sekretarisnya Athaya. “Temani saya makan siang yuk?” ajak Zahra. Dia kenal dekat dengan sekretaris pribadi suaminya. “Boleh Bu,” jawab June tanpa ragu. “Oke, saya share locationnya,” jawab Zahra dengan senyum licik. Siang itu Zahra makan siang bersama Ruben sahabatnya yang juga sekalian sekaligus atasan dari Athaya dan June yaitu sekretarisnya Athaya. Athaya ditarik ke kantor itu setelah dirinya resmi melamar Zahra. Awalnya Athaya bekerja di sebuah perusahaan kecil dan hanya seorang staf administrasi biasa. Mengingat persahabatan Ruben dengan Zahra, Ruben mengangkat Athaya menjadi staff HRD lalu karena prestasinya bagus lama-kelamaan dia naik menjadi manajer HRD sampai saat ini. Jadi jabatan Athaya semuanya karena persahabatan Ruben dan Zahra. Athaya panik melihat status whats-app sekretarisnya yang sedang makan siang bersama istrinya dan CEO perusahaannya. Padahal tadi dia bilang dia tak bisa makan siang bersama dengan Zahra karena dibawa oleh Ruben untuk makan siang dengan klien. “Ada apa sih Mas? Kok pucat begitu?” tanya Aprilia. Mereka baru saja makan siang, belum menuju ke kamar hotel seperti biasa. Hari ini jadwal mereka ngamar, karena April baru saja selesai periode bulanan. Itu sebabnya Athaya tak mau jadwal hari ini di ganggu. Karena dia ingin mereguk madu yang memabukkannya. “Sepertinya akan ada bom atom meledak,” ucap Athaya lirih. “Maksud Mas apa?” tanya Aprilia bingung melihat wajah kekasihnya pucat pasi. “Tadi aku diajak makan siang oleh Zahra, karena kita sudah janjian, aku bilang aku nggak bisa. Alasanku, aku akan diajak meeting oleh bosku. Aku lupa bos aku itu sahabatnya Zahra dan siang ini mereka makan siang bareng. Sialnya juga bersama sekretarisku. Ketahuan kan bahwa aku bohong dan mungkin tadi Zahra ngajak aku makan siang karena dia janjian dengan bosku,” kata Athaya. Dia menduga Zahra sudah janjian lebih dulu dengan Rubben. “Ya Mas bilang saja tadi Mas nggak jadi ikut meeting dengan bos karena tiba-tiba sakit perut. Sekarang Mas langsung pulang saja, bilang sakit perut. Jadi nggak ketahuan kalau bohong. Terus kalau ditanya masalah meeting ke mana, Mas nggak tahu, bos rupanya mau diam-diam bikin kejutan makan siang bersama Zahra. Begitu saja nggak usah ketakutan,” Aprilia yang sekarang sudah semakin pintar cari alibi untuk berbohong membantu memberikan saran pada Athaya. “Kamu memang pintar ya. Kalau begitu sekarang aku pulang saja. Nanti biar orang di rumah lapor kalau aku pulang dari siang dan sakit perut. Maaf ya rencana siang ini terpaksa batal Sayangku,” ucap Athaya penuh sesal. “Sebaiknya seperti itu dan bilang bos memang ngajak keluar meeting tapi nggak ngasih tahu akan bertemu dengan siapa. Kalau tahu akan bertemu dengan Zahra tentu kamu akan berangkat.” “Oke manisku. Kamu memang yang terbaik,” jawab Athaya. Mereka hanya melakukan kissing sepuasnya tanpa hal lain karena sekarang Athaya tidak menggebu-gebu ingin dipuaskan setiap saat. Cuma make-out saja. Athaya lebih senang langsung melakukannya di kamar hotel mana pun, terlebih Aprilia aman untuk diserang tanpa takut hamil karena sudah suntik KB. “Sampai ketemu hari Senin ya. Karena besok abis salat Jumat aku harus nemenin Zahra untuk makan siang dan belanja pernak-pernik persiapan ulang tahunnya Çakti. Sebenarnya belum belanja sih, dia mau cari gedung tempat ulang tahun. Dia bilang mau dibikin ulang tahun Çakti ini lumayan besar. Dia ingin semua guru dan teman-teman Çakti diundang karena ini pengalaman pertama Çakti ulang tahun sesudah punya teman sekolah. Zahra juga ingin undang teman-temanku dan keluarga besar,” jelas Athaya dengan berat hati. “Iya Sayangku. Enggak apa-apa kok. Kita ketemu hari Senin asal kamu selalu kasih kabar aku ya,” kata Aprilia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN