2. Paksaan Menikah

1915 Kata
“Pak Davit … Pak … Saya mau dibawa ke mana?” teriak Lintang saat Pak Davit membawanya dengan paksa menuju ke parkiran. Pak Davit membuka pintu mobilnya dan memasukkan Lintang ke sana dengan paksa.  Kepala Lintang sampai harus terbentur sandaran kursi saking kasarnya Pak Davit kepadanya. Ucapan Pak Davit yang mengaku sebagai suaminya masih membuat Lintang shock.  Pak Davit masuk di kursi kemudi, pria itu dengan cepat memakai sabuk pengamannya dan menginjak pedal gasnya untuk keluar dari area kampus.  “Lintang, besok kita menikah. Dan saat ini saya akan membawa kamu pada orang tua saya,” ucap Davit yang membuat Lintang bagai disambar petir.  “Pak, apa maksudnya ini lagi?” tanya Lintang.  “Saya akan menikahi kamu besok. Tidak peduli kalau kamu tidak setuju, karena kamulah yang membuat karir saya di ambang kehancuran,” ucap Davit.  “Pak, tapi. Saya tidak mau!”  “Saya tidak butuh persetujuan kamu. Kamu hanya perlu menurut apa yang saya katakan.”  “Saya tidak mau menikah dengan duda. Saya maunya menikah dengan perjaka. Meski Pak Davit punya banyak duit, saya tidak mau!” tegas Lintang.  “Saya akan menuntut kamu kalau kamu tidak mau menikah dengan saya. Kamu yang membuat karir saya hancur,” ucap Davit.  “Kenapa saya?” tanya Lintang.  Ciiit! Davit mengerem mobilnya dengan mendadak, membuat kepala Lintang terhuyung ke depan. Dengan sigap tangan Davit menahan kepala Lintang agar tidak terbentur. Lintang mengusap d**a-nya naik turun saking kagetnya. Buru-buru Davit menarik tangannya kembali.  “Lintang, pertama kamu menyudutkan saya ke tembok, lalu saya membalas menyudutkan kamu. Semua kamera itu memperlihatkan bahwa saya mencium kamu, kamu tahu apa artinya? Saya dicap sebagai dosen mesuum. Dan itu artinya karir saya tengah terancam, bisa tidak bisa saya harus menikahi kamu besok dan menyatakan bahwa saya sudah menikah. Demi karir saya, tolong kamu menikah dengan saya. Saya janji akan meluluskan sidang kamu semester depan, menanggung biaya hidup kamu, dan biaya kuliah kamu!” oceh Pak Davit dengan satu tarikan napas. Lintang membeo, pikiran Lintang sangat kacau.  Lulus kuliah, biaya hidup, biaya kuliah, semua berputar di pikiran Lintang.  “Saya tidak akan menyentuh kamu, saya juga akan membuat surat perjanjian kontrak. Setelah satu tahun, kita akan berpisah baik-baik,” kata Davit.  “Pak, saya tidak mau hidup di dalam kisah n****+ dengan pernikahan kontrak. Saya benar-benar tidak mau menikah dengan duda apalagi terjebak kontrak. Bisa-bisa saya rugi bandar,” ucap Lintang menggelengkan kepalanya.  “Kamu bisa mengancam saya, saya pun bisa mengancam kamu. Kamu mau menikah dengan saya dan semua masalah beres atau kita perkarakan di meja hijau?” tanya Davit.  Lintang menatap Davit dengan pandangan nanar. Selain pelit dan kikir, Davit juga sangat egois.  Davit mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. Kartu debit berwarna hitam ia serahkan pada Lintang, “Ini buat kamu kalau kamu mau menikah dengan saya!”  Lintang ingin mengambilnya, tapi Davit menariknya kembali. “Ingat, menikah dulu baru saya berikan!”  kata Davit dengan tegas. Lintang menarik tangannya kembali, perempuan itu mencoba untuk berpikir. Davit mulai menjalankan mobilnya untuk menuju ke kediaman orang tuanya. Dari kaca spionnya, Davit melihat sang adik yang tengah mengendarai motor bebeknya mengikutinya.  Tangan kiri Davit memijat pelipisnya, Davit sungguh tidak habis pikir dengan adiknya. Hukma selalu menurut dengan orang tua, Hukma mendapatkan uang jajan dari orang tua dan dirinya, tapi Hukma masih open jasa skripsi.  Davit tau kalau adiknya sangat pintar, tapi kepintaran adiknya sudah disalahgunakan. Apalagi adiknya tengah membantu tesis dari mahasiswi yang dia ajar.  Lintang Arum, mahasiswi yang selalu mendapat perhatian dari Davit. Bukan perhatian karena Davit tertarik dengan Lintang, tapi karena Lintang yang selalu terlambat datang ke kelasnya, sering melamun dan menulis oret-oretan di catatannya. Selama enam semester mengajar Lintang, Davit tidak pernah melihat Lintang seperti mahasiswi lainnya yang aktif di kelas, apalagi mengikuti organisasi kampus, nama Lintang tidak ada di organisasi manapun. Davit melirik Lintang yang tengah menggembungkan pipinya, perempuan itu seolah tengah berpikir keras.  Tidak berapa lama Davit sampai di kediaman orang tuanya. Lintang menatap rumah besar yang saat ini ada di  hadapannya. Di depan rumah besar itu ada kolam yang besar yang Lintang tebak adalah kolam ikan.  “Ayo turun!” ajak Davit membuat lintang tersentak. Lintang menciut, perempuan itu menggelengkan kepalanya.  “Ayo keluar!” titah Davit lagi.  “Pak, saya mau pulang saja. Saya tidak mau menikah dengan Pak Davit,” ucap Lintang.  “Saya sudah bilang kalau mau tidak mau kamu harus menikah dengan saya!” tegas Davit.  “Pak, pernikahan atas dasar paksaan itu tidak akan sah. Bapak lebih memilih karir menjadi dosen daripada menghargai wanita?” tanya Lintang. Davit tercenung sebentar, pria itu menatap Lintang yang tampak meringkuk sembari menyilangkan tangannya di depan d**a-nya.  “Lintang, saya memang marah sama kamu sebagai dosen. Kamu sudah membuat karir saya nyaris hancur, tolong kalau kamu masih mempunyai rasa kemanusiaan, menikah dengan saya. Di balik karir saya sebagai dosen, ada orang tua yang mati-matian menyekolahkan saya sampai di titik ini. Saya menghormati kamu, maka itu saya menikahi kamu. Rumor di kampus sudah menyebar kalau saya mencium kamu, kalau saya tidak menikahi kamu itu baru dinamakan bukan laki-laki yang menghormati wanita,” oceh Davit mencoba memberikan pengertian pada mahasiswinya.  “Pak, tapi Pak Davit duda, saya takut nikah sama duda. Katanya duda lebih pengalaman makanya lebih ganas,” cicit Lintang dengan lirih. Davit membulatkan matanya mendengar cicitan kecil dari Lintang.  “Apa maksud kamu, hah?” tanya Davit yang mulai ngegas.  “Eh eh … bukan, Pak. Itu kata teman-teman saya di kerjaan, katanya kalau anak gadis jangan menikah dengan duda, takut diapa-apain,” jawab Lintang menggelengkan kepalanya dengan cepat.  “Ingat ya, Lintang. Saya sudah bilang dari awal kalau saya tidak akan menyentuh kamu. Ini pernikahan juga demi kebaikan kita berdua. Saya janji akan kasih kartu debit yang tadi kalau kamu mau menikah dengan saya.”  “Apa Pak Davit janji akan meluluskan sidang saya semester depan?” tanya Lintang.  “Iya janji.”  “Apa Pak Davit janji akan memberi saya makan?”  “Iya janji.”  “Beneran, Pak? Saya boleh makan tiga kali sehari?” tanya Lintang dengan berbinar.  “Mau kamu makan sepuluh kali, saya tidak akan keberatan.”  “Beneran?” Lintang semakin berbinar.  “Iya Lintang, makanya cepat turun!”  “Baik-baik, saya turun,” jawab Lintang segera turun dari mobil Pak Davit.  “Waaah … Pak Davit pasti kaya. Makan sepuasnya tidak apa-apa?” tanya Lintang yang masih tidak percaya.  “Apa di otak kamu hanya ada makan?” tanya Davit yang menahan kedutan bibirnya agar tidak tersenyum.  “Em, pengen makan yang banyak tanpa mikirin uang dan kehabisan beras,” jawab Lintang seraya memainkan kedua tangannya. Davit melirik-lirik gadis di sampingnya. Davit tidak tahu pasti bagaimana kehidupan Lintang. Namun mendengar pernyataan Lintang yang tadi mengatakan kalau hidupnya tidak mudah dan ditambah dengan Lintang yang tidak pernah makan dengan baik, entah kenapa membuat hati Davit terasa terketuk. Yang Davit tahu kalau Lintang yatim piatu, tidak memiliki sanak saudara. Di mana Lintang tinggal dan bekerja, Davit tidak pernah tahu. Bagaimana tahu, jelas saja hubungan mereka hanya sebatas dosen dan mahasiswi.  “Kak Davit, Lintang, tunggu!” teriak Hukma menghentikan motornya tepat di samping mobil Davit, perempuan itu segera turun dari motornya dan melepas helmnya.  Hukma berlari mendekati kakaknya dan Lintang, napas Hukma naik turun karena ngos-ngosan. Hukma sudah kebut-kebutan di jalan karena mengikuti mobil kakaknya yang melaju dengan kecepatan tinggi.  “Kak, kakak mau apa ngajak Lintang ke rumah?” tanya Hukma.  “Tentu saja meminta restu sama Mama dan Papa,” jawab Davit.  “Kak, kakak sudah keterlaluan. Apa kakak pikir dengan-”  “Kamu diam dan semua akan aman, atau kamu bilang sama mama papa dan kakak akan bongkar kalau kamu sudah melakukan pekerjaan yang tidak terpuji,” ucap Davit dengan tenang. Hukma menatap kakaknya dengan tidak percaya, sekarang kakaknya mengancamnya.  “Daripada kamu melakukan joki tugas, skripsi dan tesis, lebih baik kalau kamu mengajari kakak ipar kamu belajar. Itu lebih terpuji dari kegiatanmu sebelumnya,” ucap Davit lagi.  Davit menarik tangan Lintang untuk memasuki rumahnya. Lintang menatap tangannya yang dipegang erat oleh Pak Davit. Lintang juga celingukan menatap sekeliling rumah besar milik dosennya. Kaki Lintang menapaki porselin yang terlihat sangat mahal. Untungnya Lintang tidak norak-norak amat, perempuan itu menatap punggung tegap dosennya yang terus membawanya lebih masuk ke rumah.  Dosen Davit sang Duren impian mahasiswi di kampusnya. Sejak dulu Davit selalu menjadi idaman para mahasiswi, kecuali Lintang. Lintang tidak ada waktu untuk mengagumi cowok, siapapun itu. Di hpnya dia hanya masuk grup kelas dan grup beasiswa, tanpa pernah chatting pribadi dengan siapapun. Hanya Hukma lah yang selalu dia hubungi. Dan kini Lintang tengah merampas Pak Davit sang Duren idaman teman-temannya.  “Ma, Pa!” sapa Davit pada kedua orang tuanya yang tengah duduk di ruang tamu. Bu Shela dan Pak Seno segera berdiri saat menyadari ada seorang gadis asing tengah digandeng anaknya.  “Davit, siapa?” tanya Bu Shela.  “Ma, kenalin ini Lintang Arum, pacar Davit,” ucap Davit yang membuat Shela shock bukan kepalang, begitupun Pak Seno yang semula memegang pisang goreng dengan spontan menjatuhkan pisang gorengnya  “Pacar?” tanya Bu Shela dan Pak Seno. Melihat orang tua Pak Davit yang syock membuat Lintang berusaha melepas cekalan tangan Pak Davit. Lintang ingin kabur sekarang juga. Sudah pasti orang kaya akan mencari menantu yang kaya dan sepadan, Lintang merasa minder berada di sini.  “Bukan pacar, maksudnya calon istri,” ucap Pak Davit meralat ucapan sebelumnya.  “Calon istri?” tanya Bu Shela dan Pak Seno dengan kompak. “Iya,” jawab Davit.  “Oh anakku, ternyata kamu masih laki-laki normal. Mama sudah yakin kalau kamu tidak menyimpang, tapi gunjingan tetangga membuat mama was-was. Dan sekarang kamu datang membawa calon istri? Demi apa, hah? Kenapa kamu tidak membawanya sejak dulu? Kalau kamu membawa sejak dulu, mama tidak perlu mengalami tekanan darah tinggi karena berpikir kalau kamu seorang gayy,” oceh Bu Shela memeluk tubuh anaknya. Lintang sedikit mundur, gadis itu ngeri dengan ucapan Bu Shela.  “Ma, mama mau membuatku malu di depan calon istri?” tanya Davit. Bu Shela segera melepas pelukannya pada anaknya.  “Lintang, kenalin Mama, mamanya Davit. Kamu bisa panggil mama. Ayo sini duduk!” ajak Shela menarik paksa lengan Lintang. Lintang terkesiap, satu hal yang dia tahu, ternyata sikap pemaksa Pak Davit menuruni Bu Shela.  “Lintang, kamu kenal Davit di mana? Jadi kapan kalian akan menikah?” tanya Pak Seno yang ikut bersuara.  “Aku kenal Lintang di kampus. Kami sudah pacaran sejak satu tahun yang lalu, dan besok aku akan menikahi lintang. Biarkan Lintang tinggal di sini dulu, aku akan segera mengurus berkas pernikahan,” ucap Davit yang menjawab pertanyaan Pak Seno, membuat Pak Seno dan Bu Shela menutup mulutnya dengan mata yang melotot.  “Davit, apa membujang bertahun-tahun membuatmu tidak sabar untuk icikiwir bersama Lintang? Kamu gercep sekali langsung mengajak menikah di hari pertemuan calon istrimu dengan mama kamu,” ucap Bu Shela. Davit tidak menanggapi, sedangkan Lintang menutup wajahnya malu. “Davit, tunggu! Apa kamu benar-benar ingin cepat mengasah pedang kebanggan kamu?” tanya Bu Shela lagi.  “Ma, cukup!” tegur Davit segera menaiki tangga menuju kamarnya.  Bu Shela tertawa terbahak-bahak membuat Lintang menatap ngeri perempuan paruh baya itu. Bu Shela tidak peduli ditatap aneh oleh calon menantunya, yang ia tahu ia tengah senang karena anaknya yang membujang akan segera menikah. Sudah lima tahun penantian Bu Shela agar anaknya mau menikah dan baru hari ini kesampaian. Menikah besok? Tentu saja Bu Shela tidak keberatan yang penting anaknya menikah. Masalah dokumen Bu Shela akan membereskannya dan segera mendaftarkan ke kantor urusan agama. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN