Bab 2... Pendekatan.

1639 Kata
Sudah lebih dari satu jam Cua dan Dani saling diam. Dani merebahkan tubuhnya di lantai kamar kos milik Cua. Sementara Cua, diatas kasur menatap langit-langit kamar. 'kenapa aku dipertemukan dengan orang seperti ini.?' batinnya. "Eheeem..." Dani mendehem layaknya seorang pria. Cua menghadap ke Dani yang masih menatap langit. "Hmmmm... Maaf, kamu datang kesini mau ngapain,? dan tau dari mana kos ku.?" Cua memberanikan diri bertanya pada Dani. "Eeeee.... Lo marah, kalau gue jujur.?" Dani tiba-tiba duduk dari baringannya. "Eeeeeh... Jangan mendekat. Aku nggak mau kamu melakukan aneh-aneh padaku. Ngomong aja dan tetap ditempatmu." Perintah Cua. Jujur matanya sudah sangat mengantuk. Tapi karena kehadiran tamu tidak di undang membuat Cua tetap menahan matanya. "Yaaa... Gue tadi ngikutin lo sama temen lo si Angga itu. Penjahat kelamin yang sering gonta ganti pasangan. Dan gue kesini untuk melindungi lo." Tegas Dani sambil menatap wajah Cua yang saat ini duduk bersila memeluk bantal. "Hmmmm.... Makasih, tapi aku masih nggak percaya semua ucapan mu. Karena setau ku Angga itu orang yang baik." Bantah Cua sengaja menegaskan pada Dani. "Menurut lo. Gue sering ketemu dia di club yang tadi." Dani membaringkan kembali tubuhnya. "Hmmm... Aku ngantuk. Kalau kamu mau tidur disini silahkan besok aku ada class jam 9.00. Jangan coba-coba mendekati ku." Tegas Cua sarkas. "Tidurlah. Gue akan menjagamu." Dani memejamkan matanya. Masih ditempat yang sama. Cua menyelimutkan tubuhnya, 'semoga besok pagi akan menjadi hari yang baik.' batinnya. Suasana Pagi yang berbeda. Cua membuka mata, menggeliatkan tubuhnya diatas kasur singlenya. Melihat kamarnya sudah bersih dan ada sarapan diatas meja kecil kamar kosnya. 'kemana tu bocah.?' bisiknya. Tiba-tiba mata Cua melihat sosok Dani keluar dari kamar mandi kosnya. "Lo dah bangun.? Tuh, sarapan lo. Gue cuma numpang mandi. Kita bareng aja ke kampus. Kebetulan gue juga ada kuliah. Nanti setelah kuliah kita ke kantor bokap gue dan ke apartemen gue ngambil baju, karena beberapa hari ini gue menemani lo agar jauh dari Angga." Dani menegaskan tidak meminta persetujuan dari Cua. Cua hanya mengikuti perintah Dani. 'Males berdebat. Masih pagi.' bisik Cua menggerutu. Cua mempersiapkan semua persiapan kuliahnya. Hari ini ada persentasi kelompok. Untung semua tugas sudah dikerjakannya. Dani mengantarkan Cua kekampus. Mereka memang satu kampus. Mereka hanya beda jurusan. Tapi Cua tidak pernah bertemu Dani selama setahun kuliah disini. Disela-sela makan siang mereka di kantin kampus. Cua merasa teman-teman menatap aneh, karena kedekatannya dengan Dani. "Eeeeh... Kamu ngerasa nggak mata mereka manatap kita.?" Bisik Cua. "Biarin aja. Mereka hanya penasaran, kok bisa lo deket ama gue. Itu aja." Senyum Dani. "Hmmmm... Kamu asli Jakarta.?" Tanya Cua penasaran. "Hmmmm... Ya, lo.?" Dani balik bertanya. "Aku dari Riau. Anak pulau." Kekeh Cua berbisik. "Ooooh... Mau kerja nggak.? Di kantor bokap gue.? Kebetulan bokap gue butuh karyawan. Kalau lo mau seeeh." Dani menyuapkan bubur ayam yang ada dihadapannya sambil memainkan hp pintar yang ada ditangan kanannya. "Hmmm... Aku nggak boleh kerja sama papa ku." Tunduknya. "Why.? Gue menawarkan kerjaan di bidang lo, bukan mau berniat nakal sama lo." Tegas Dani. "Aaaagh... Sambilan kan." Sindir Cua. "Maksud lo.?" Wajah Dani berubah seketika. "Yaaaah... Kamu mau deketin aku, karena sesuatu kan.?" Tegas Cua. "Heeeeiiii... Untung lo gue selametin. Kalau nggak mungkin hari ini lo udah kehilangan masa gadis lo, dan Angga lah tersangkanya. Laki-laki yang akan merusak lo." Sarkas Dani tanpa basa basi. "Hmmmm... Apakah setragis itu akan dilakukan Angga pada aku.?" Cua masih menatap tidak percaya. "Nggak percaya, buktikan saja omongan gue." Dani menghela nafasnya panjang. "Teruuus.... Kamu deketin aku mau ngapain.? Mau ngajakin aku pacaran gitu.?" Cua menatap Dani. "Ge er lo." Tawanya penuh kesombongan. "Kalau nggak mau ngapain.?" Tanya Cua penasaran. "Mau bertemanlah. Mau ngapain lagi. Emang lo mau jadi cewek gue.? Kalau gue mau, bukan lo type gue. Ngerti." Tegas Dani. "Udah cepetan habisin makan lo, kita ke kantor bokap gue." Dani sangat tegas, menarik tangan Cua menuju mobilnya. "Hmmm... Bentar, gue... Huuuufh..." Kesal Cua. Dani adalah anak pengusaha broken home. Papi Dani seorang pengusaha. Bergerak dibidang perhotelan. Sudah beberapa tahun menghabiskan waktu hanya kerja dan kerja. Semenjak perceraian dengan istrinya Pak Hartono Wijaya Sukoco lebih memfokuskan diri mengembangkan bisnisnya di seluruh nusantara. "Ini kantor papa kamu.?" Tanya Cua penuh takjub. "Ya. Kenapa.? Ada masalah.?" Dani menekan tombol lift untuk segera keruangan Papinya. "Siang mas Dani." Kekeh secretaris Hartono. "Hmmm... Papi ada.?" Dani hanya menatap wajah Laras yang sangat dia kagumi. "Ada mas. Sepertinya lagi nggak sibuk juga." Senyum Laras, sambil membukakan pintu untuk Dani. "Silahkan mas." Kekehnya lagi. "Makasih." Dani berlalu, membawa Cua masuk bersamanya. "Haiii pi." Dani menghampiri Papinya mencium dan memeluk, kemudian berlalu menuju sofa yang ada dihadapan meja Hartono. Cua menghampiri Hartono, mencium hormat pada orang tua Dani. "Cua om." Senyumnya. "Ooooh... Kamu siapanya putri saya." Hartono memperhatikan wajah Cua yang lugu. 'sepertinya anak ini anak baik-baik.' batin Hartono. "Hmmm saya temen Dani om." Cua menghampiri Dani agar duduk disamping Dani yang sudah deluan duduk di sofa. "Oooh... Kamu temen Dani di kampus.?" Tanya Hartono. "Iya om." Senyum Cua sopan. Hartono menelan salivanya. Sambil menggelengkan kepalanya. "So... what is your goal to meet Papi.?" Senyum Hartono. "Hmmm... Menerima tawaran Papi untuk bekerja disini." Senyum Dani. "Ooooh... You serius.?" Hartono masih belum yakin. "Serius pi. Tapi dengan catatan, Cua juga bekerja disini." Pinta Dani dengan wajah tanpa dosa. "Permintaan apa ini. Ini kantor Dani. Bukan ajang coba-coba untuk traning atau main-main." Penolakan Hartono sangat jelas di telinga Cua. "Kalau Papi keberatan aku nggak akan pulang." Ancamnya terdengar sangat biasa. "Oke. Biarkan Papi mewawancarai temanmu. Jika masuk kriteria mungkin akan Papi pikirkan." Tegas Hartono. "Deal. Aku menunggu di luar. Silahkan wawancara." Tegas Dani, berlalu keluar meninggalkan Papinya bersama Cua. Cua tampak bingung dan takut. Karena baru kali ini dia bertemu dengan pengusaha ternama. 'Hartono Wijaya Sukoco' pfffh.... Hartono hanya melihat kepergian putrinya sambil menatap kearah Cua. Menarik nafas dalam. "Oke... Bisa ceritakan sedikit perkenalan kamu dengan putri saya.? dan darimana asal keluargamu.? Apa maksud kamu mendekati putri saya." Hartono menatap Cua tajam. Memperhatikan secara seksama, dari ujung rambut hingga sepatu yang di gunakannya. "Hmmm... Saya baru mengenal anak om tadi malam. S s s saya dari kepulauan riau. Kuliah di bisnis satu kampus dengan anak om. Saya hanya berteman. Nggak ada niat yang lain." Jujur Cua sambil menunduk. Jantungnya berdegub kencang. Ingin marah, tapi nggak tau melampiaskannya bagaimana. "Oke. Apa kamu berprestasi di kampus.?" Tambah Hartono lagi. "Setidaknya saya mendapatkan beasiswa dari tempat Papa saya bekerja." Cua masih menunduk. "Ooooh... Berarti kamu anak yang pintar. Mendapat beasiswa." Senyum sinis Hartono. "Kira-kira seperti itu om." Jawab Cua masih gugup. "Saya akan mencari informasi. Silahkan tinggalkan ktp mu di depan. Besok silahkan kesini untuk mengambilnya." Hartono masih memperhatikan Cua. "Ktp buat apa om.? Saya nggak pinjam uang sama om. Atau memanfaatkan putri om. Saya hanya seorang mahasiswa, merantau kesini masih di biayai orang tua saya. Walau tidak banyak, tapi cukup untuk saya." Tegas Cua menolak. "Ooooh... Kamu pintar sekali. Saya hanya ingin memastikan, posisi apa yang cocok untuk wanita abege seperti mu. Bukan untuk memberimu pinjaman." Tegas Hartono sembari tersenyum lucu berdebat dengan teman putrinya. "Saya akan menuliskan cv saya. Bisa beri saya kertas.? Pulpen saya ada." Jawab tegas Cua membuat Hartono makin tertantang. Hartono memanggil secretarisnya. Meminta kertas sesuai permintaan Cua. "Baik... Tulis disini semua data kamu. Cantumkan juga nomor rekening mu dan gaji yang kamu inginkan." Tegas Hartono. Cua menerima kertas pemberian Hartono. Mulai menulis data diri, mencantumkan nomor rekening, dan gajinya. Setelah Cua rasa tidak ada yang mesti dirubah, Cua memberikan pada Hartono yang dari tadi memperhatikannya. "Ini om." Cua sangat percaya diri. Merasa ini tantangan untuknya menakhlukkan kota Jakarta. Mencoba kembali keberuntungannya. "Hmmmm... Masih 18 tahun, sangat muda, semester empat, jurusan bisnis, aktif berbahasa inggris, tinggal didaerah slipi. Kuliah di universitas..... Rekening BRI dan gaji 8 juta. Luar biasa. Menakjubkan." Mata Hartono kembali menatap Cua, "apa yang bisa kamu berikan pada saya jika saya memberi upah 8 juta.?" Tanya Hartono lebih santai. "Saya akan melakukan pekerjaan saya sesuai jobdis yang om berikan. Beri saya waktu 3 bulan untuk mempelajari pekerjaan saya." Jawab Cua sombong. "Baik, saya akan meletakkan kamu dibagian promosi. Saya akan menggaji kamu 10 juta/ bulan, dengan syarat. 1. Kamu bekerja jam 8.00 sampai jam 16.00. 2. Target kamu 2,5 milyar sebulan. 3. Kita sangat propesional di luar persahabatanmu dengan putri saya Dani. 4. Ubah putri saya menjadi wanita yang sesungguhnya. Ini bonus akan saya berikan pada kamu jika kamu berhasil dalam waktu setahun ini. Apa kamu setuju.?" Hartono menatap wajah Cua yang tiba-tiba memerah. Cua menarik nafas dalam, menyandarkan tubuhnya yang menegang, karena wawancara yang sangat membutuhkan pemikiran luar biasa. "Target 2,5 milyar.? Ngerubah anak om.? Oooh my God." Cua memijat pelipisnya. "Sanggup.? Jika tidak, tinggalkan ruangan saya, dan jangan pernah mendekati putri saya." Sinis Hartono sambil tersenyum. "Saya sanggup. Berapa bonus yang akan saya terima.?" Tegas Cua menerima tantangan yang diberi Hartono. "Saya akan memberikan fasilitas kamu. Membiayai kuliah kamu, jika kamu bisa merubah putri saya. Dengar, saya tidak pernah main-main. Jika kamu melanggar satu point saja, saya akan menuntut kamu." Sarkas Hartono. "Hmmmm..." Cua menelan salivanya, menatap wajah Hartono yang sangat serius. "Baik. Bisakah saya meminta gaji saya dimuka.? Karena saya tidak memiliki baju kerja, dan saya akan mengurus jam kuliah saya." Tegas Cua. "Ternyata kamu wanita yang tegas, menyikapi sesuatu." Senyum Hartono menatap wajah Cua. "Ya... Saya menerima tawaran om, untuk menggali kemampuan saya. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan saya." Senyum Cua. "Saya sudah mentransfer 20 juta. Anggap itu bonus. Silahkan masuk besok pagi. Hrd akan membantu kamu menunjukkan ruangan mu." Hartono meletakkan kembali hp pintarnya. Meminta secretarisnya untuk menyiapkan perjanjian mereka. Ditanda tangani diatas matrai 10 ribu, di copy rangkap dua sebagai pegangan Cua. "Deal." Hartono memberikan tangannya dihadapan Cua setelah perjanjian mereka di tanda tangani. Cua menerima tangan Hartono tanda setuju. Sesuatu yang baru memacu adrenalin Cua. Merubah anaknya sebagai wanita tulen, itu sangat gampang. Lagian waktu yang diberi masih lama. Satu tahun. Kekehnya dalam hati. Kali ini keberuntungan kembali berpihak padanya. 'Yeeeesss.' tobe continue....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN