Dani, Randy dan Hery....
Di hotel, Dani dan Cua memilih kamar conecting. Hartono berada di depan kamar anak gadisnya. Awalnya mau diberi satu kamar saja untuk Cua dan Dani, tapi Cua keberatan. Menolak keras. Dengan alasan tidak mau sekamar dengan Dani. Awalnya Dani marah pada Cua, sempat berdebat di loby hotel. Randy dengan sigap melerai kedua gadis yang menarik perhatiannya beberapa minggu ini.
"Sudah... Iya... Kita ambil dua kamar. Conecting, nanti malam gue temanin lo yah Dan. Pembicaraan kita tadi terpotong." Tegas Randy menatap Dani dengan nanar.
"Iya... Tapi lo tidur di sofa." Cemberut Dani.
"Mau disofa, atau di lantai, gue mau ngobrol panjang ama lo. Ngerti." Tegas Randy.
"Aku nanti mau ketemu temen ku yah mas Randy. Dia mau bawa aku jalan-jalan." Kekeh Cua. "Keliling Jogja. Kali aja ketemu cowok tampan." Candanya membuat wajah Dani makin cemberut.
"Hmmmm.... Mana ada cowok tampan... Adanya cowok yang seneng lihat kamu dan memanfaatkan kamu." Jutek Dani sambil berlalu meninggalkan Cua.
Cua hanya geleng-geleng kepala, memijat lembut pelipisnya menatap punggung sahabatnya Dani. 'aneh banget ini perempuan.' batinnya.
"Kamu aku temenin yah." Randy merangkul Cua menuju kamar mereka di lantai 5.
"Nggak usah mas, ntar Dani malah ngamuk lagi." Kekeh Cua menutup cepat bibirnya.
"Dia maaah emang begitu. Gue aja bingung ama kelakuan dia. Sahabatan, tapi mintanya lebih." Tunduk Randy.
"Terkadang perasaan baik kita itu disalah artikan oleh orang lain mas. Sabar ngadapin Dani." Senyum Cua melebar saat Randy menoleh ke arahnya.
"Hmmm... Kamu pernah ciuman belum.?" Tanya Randy baru menyadari mereka berdua didalam lift.
Cua menatap takut akan pertanyaan Randy. "Maksudnya.?" Cepat Cua menutup bibirnya.
"Yaaaah... Ciuman. C I U M A N... Ciuman bibir ama cowok." Randy mengulang.
"Hmmm... Belum. Bibir ku masih perawan dari cowok." Kekeh Cua, menekan tombol segera naik menuju lantai 5.
"Kita coba gimana.? Boleh nggak.?" Goda Randy.
"Apaan siiih mas Ran." Mata Cua melotot, pipinya memerah kayak tomat. Wajahnya terasa panas ingin segera sampai didalam kamarnya.
Tiiiing... Pintu lift terbuka dilantai 5.
Randy dengan cepat menutup kembali pintu lift, sebelum Cua benar-benar keluar.
"Mas Ran.." kejut Cua.
Randy tersenyum. "Marah.?" Goda Randy mulai mendekati Cua.
"Hmmm... Eeeee..." Cua jadi salah tingkah, gimana nggak salah tingkah, anak Tio Pramana, Randy Pramana ingin mendekapnya. 'uuuugh... Ini impian semua wanita, tapi tidak untuk Cua karena ada Dani dihadapan mereka kali ini.
"Jangan bilang kalian saling suka, dan nggak mau peduliin gue." Tegas Dani. "Bener kata om Tio... Ada cinta segitiga disini." Sarkas Dani berlalu meninggalkan Randy dan Cua yang tampak bingung. Mereka memang saling tatap. Tapi belum ciuman. 'beeeeegh.... Ini pasti melelahkan bagi Randy.'
"Daaaan... Dani...." Randy mengejar Dani yang berlalu.
"Apaan seeh Ran..." Sarkas Dani.
"Please... Jangan marah. Ngerti dong." Suara Randy terdengar lembut di telinga Dani.
Cua hanya berjalan pelan sambil menunduk, menganggap tidak mendengar ucapan mereka menuju kamarnya.
"Apa yang mesti gue denger Ran. Perasaan lo ke Cua.? Silahkan... Nggak ada urusan ama gue." Jawab Dani kesal.
Cua mendengar dari balik pintu kamarnya. 'ternyata wanita jadi-jadian ini mencintai mas Randy toh.' batin Cua. Cua bernafas lega, 'jika Dani bisa kembali menjadi wanita normal, aku bisa tetap dipertahankan om Hartono. Tapi jika aku gagal, aku pasti akan dicampakkan oleh mereka.' batin Cua.
'tapi... Apakah bener mas Randy mencintai Dani.?' pertanyaan ini yang ada dikepala Cua. 'aku harus ketemu dan bicara pada Randy.' Cua menutup pintu kamarnya. Merebahkan tubuhnya diatas kasur.
'beeeegh... Tidur sebentar sebelum bertemu Hery.' senyumnya.
Cua : "aku di sheraton yah. Kabari saja kalau mau jalan."
Hery : "kamu sama siapa.? Mama.?"
Cua : "sama rekan kerja. Nanti aku kenalkan. Kesini saja dulu."
Hery : "kerja.??? Oke, tunggu."
Cua memejamkan matanya sesaat. Menghilangkan kepenatannya, seharian menghadapi situasi yang sangat membingungkan baginya.
Cua bersahabat dekat dengan Dani, dan tidak membohongi diri jika menyukai Randy, tapi kenapa jadi ribet mencintai lawan jenis. Rundungnya dalam hati.
Tak berapa lama memejamkan matanya. Cua dikejutkan dengan deringan panjang telfonnya.
'Hery.'
"Ya Ry..." Cua masih setengah sadar.
"Aku di loby Cua cantik. Kamu dimana.?" Kesal Hery.
"Hmmm... Kamar 589." Cua masih enggan beranjak dari kasurnya.
"Ya udah, aku ke kamar kamu."
"Ya."
Cua melempar telfonnya. Menggeliat seakan yang datang ini adalah wanita. 'Hery.... Hery... Hery mau ke kamar. Ooooh my God... ya ampuuun, aku masih lecek gini, dia suruh ke kamar. Aaaaagh... Apa kata mamak kami nanti.' kepanikan Cua terjadi karena baru menyadari bahwa Hery akan menyusulnya ke kamar.
Cua berlari ke kamar mandi. Mencuci mukanya, merapikan dresnya. Agar tampak rapi.
Tiiiing toooong....
Bel berbunyi.
"I'm coming..." Cua berlari menuju pintu. Membuka, ternyata Hery dengan wajah sumringah tersenyum menghadap Cua dibarengi Hartono membuka pintu kamarnya yang berhadapan di hadapan kamar Cua.
"Cua...???" Mata Hartono melirik Hery bertanya pakai kode mata.
"Ooooh... Om... Ini teman sekolah Cua dulu." Jawab Cua gugup.
"Dani mana.?" Tanya Hartono sambil menatap tajam ke arah Hery.
"Dani sama mas Randy di sebelah om." Tunjuk Cua gugup dan asal.
"Oooogh... Kamu baik-baik ajakan Cua sama Dani.?" Tanya Hartono masih menahan pintu kamarnya.
"Baik om." Senyum Cua gugup.
"Ingat... Jangan macam-macam. Apalagi sama mahasiswa." Lirik mata Hartono sangat tajam pada Hery.
Hery salah tingkah. Butuh penjelasan dari Cua.
"I... Iya om." Senyum Cua sedikit sungkan.
"Huuuufffh..." Nafas Cua serasa berhenti akan pertanyaan Hartono padanya.
"Cua... Bisa kamu jelasin om itu siapa.? Kamu nggak jual dirikan.?" Pertanyaan Hery membuat mata Cua makin terbelalak.
"Pikiran kamu aneh yah. Emang kamu pikir aku sedang jual diri apa.?" Bentak Cua pada Hery.
"Bukan, kenapa dia seperti remeh sekali sama mahasiswa seperti aku." Sarkas Hery tidak senang.
"Dia itu Papa temenku Dani. Anaknya lagi ribut sama anak partner bisnisnya. Bukan kenapa-napa Hery." Geram Cua.
"Anaknya cewek.?" Tanya Hery penasaran.
"Iya, cewek jadi-jadian. Aku bingung ngadapin anaknya." Curhat Cua.
"Maksud kamu jadi-jadian.? Anaknya hantu.?" Kekeh Hery masih penasaran.
"Hmmmm.... Duduklah... Aku males inget anaknya." Senyumnya mengembang pada Hery.
"Gimana kabar kamu.?" Tanya Cua mengalihkan pembicaraan mereka.
"Baik. Aku ambil ekonomi." Senyum Hery.
"Ooooh... Aku bisnis. Kerja di perusahaan om tadi. Jadi kami disini kerja." Cua mulai jujur agar Hery tidak berfikir aneh-aneh akan dirinya.
"Kamu terlihat mewah sekarang. Apa gaji kamu besar bekerja di Jakarta.?" Senyum Hery menggoda Cua.
"Cukuplah. Daripada aku jual diri seperti pikiranmu." Sindir Cua.
"Heeeeiii... Aku nggak pernah anggap kamu seperti itu. Bagi aku, kamu wanita yang baik. Walau aku tau sebenarnya dari dulu ntah seperti apa perasaanmu padaku." Goda Hery menatap wajah Cua tersipu malu.
Tiiiing toong...
Cua bergegas kearah pintu. Sangat mengetahui siapa yang ada di balik pintu.
"Lo... Eeeeh sory." Kekeh Dani melirik Hery. Dani dan Randy menerobos masuk. "Siapa ni Cua.?" Tanya Dani.
"Temen aku dari Riau. Hery, kenalin ini putri om Hartono, dan ini Randy anak om Tio yang di Jogja." Senyum Cua menatap Hery.
"Haiii... Hery." Sapa Hery pada Dani.
"Hery." Randy menepis tangan Hery.
'Sombong banget.' batin Hery.
"Kita jalan-jalan yuuuukz..." Seru Dani. Merasa jika hubungannya dan Randy tidak akan terancam. Picik banget.hehehe....
"Gue mau jalan sama lo yah Cua." Bisik Randy pada Cua.
Bola mata Cua membesar. Tak ingin menjadi bala petaka untuk persahabatannya dengan Dani.
"Gue cemburu Cua." Teriak Randy tapi berbisik.
"Sooo... What your problem bro Ran.??" Geram Cua.
Hery memperhatikan cara Randy pada Cua. 'Yaaaaah... ditikung lagi nih aku.' batin Hery.
"Yuuuk aaagh... Kita jalan." Cua mengambil tasnya, merangkul lengan Hery. "Jangan geer kamu yah. Aku menghindari Dani. Dia cinta mati sama mas Randy." Bisik Cua pada Hery.
"Tenang... Aku juga suka situasi seperti ini." Kekeh Hery sambil berbisik pada Cua.
"Dasar..." Cua dan Hery sangat mesra, membuat Randy geram dan sangat jutek malam itu.
"Kamu makin cantik pakai dress." Hery memuji Cua, membuat Cua tersipu-sipu. Secara dari dulu mereka memang saling suka, tapi tidak pernah mengungkapkan, hanya saling mengerti antara satu dan yang lainnya.
"Yaaaah... Iyalah makin cantik. Secara perusahaan bokap gue memberi gaji yang layak pada sahabat lo." Sarkas Dani.
"Hmmmm... Begitukah.??" Senyum Hery. "Bisa dong aku bekerja juga pada perusahaan Papa lo." Senyum Hery garing.
"Nggak semudah itu honey." Bisik Dani pada Hery.
"Tenang bro, ntar lo datang aja ke kantor gue. Kita bisa sama-sama kok." Jawab Randy memutus perdebatan dua wanita ini.
Cua menatap kearah Randy. "You serius.?" Mata Cua saling tatap dengan mata Randy. Begitu mudahnya Cua mengerti dengan mimik wajah milik Randy.
Berbeda dengan Dani. Dani membutuhkan kata-kata. Tapi Cua, cukup hanya dengan sikap. Itu yang membuat Randy jatuh hati pada Cua.
"Kita kemana bro Hery.?" Tanya Dani sambil merangkul Cua saat keluar dari lift.
"Hmmm... Kemana saja boleh. Lebih asyik kita duduk di seputaran malioboro, kan deket." Hery menyeringai senyuman garingnya. Cua hanya terkekeh.
"Kita jalan kaki aja. Kalau malam lebih romantis jalan kaki di seputaran malioboro." Randy menggenggam erat tangan Cua. Menarik Cua lebih dulu.
"Raaaan..." Teriak Dani kesal.
"Sini lo sama aku aja." Senyum Hery, 'biar aman.' tambah Hery sambil berbisik menggenggam jemari Dani.
"Huuuufh... Gue nggak suka dengan situasi ini." Tegas Dani pada Hery.
"Setidaknya lo nggak seperti kambing congek. Sayang, wanita secantik lo di cuekin." Hery tersenyum menganggap genggamannya dapat menahan emosinya. Sama seperti perasaan Hery saat ini melihat Cua digandeng pria lain seperti Randy.
"Jangan baper kalau genggam gue." Bisik Dani.
"Siapa yang baper. Aku santai kok." Kekeh Hery.
"Heeeeem...." Dani hanya bisa menikmati malam. Menyaksikan kemesraan Cua dan Randy yang berada dihadapannya.
Pengen marah tapi nggak bisa. Pengen nangis... Lebih nggak bisa. Setidaknya Randy sudah menjelaskan perasaannya pada Dani. Berharap Dani bisa menahan egonya. Huuuufh....****
tobe continue....