Bab 01. Apa Kamu Mau Jadi Selingkuhan?
Jika suami pada umumnya dilayani istri, maka di sebuah keluarga kali ini berbeda. Si istri pagi-pagi sudah pergi, sementara suaminya harus mengurus diri sendiri sebelum berangkat bekerja.
Beruntungnya, ia memiliki pembantu yang layak disebut istri karena mampu melayani kebutuhan, bahkan dari segalanya.
"Bapak pasti lagi cari ini!"
Sesosok pembantu berwajah cantik dengan pakaian ketat memesona itu, datang dan menunjukkan sesuatu yang membuat si majikan tersenyum.
"Ah, benar. Kamu selalu tau apa yang saya butuhkan!"
Gendis Putri Rahayu. Gadis jelita dari desa dengan pesonanya yang begitu memikat, selalu berhasil membuat Elwin Bagasarya sebagai majikan, mengaguminya.
"Mari saya pasangkan!"
Pria itu pun menunduk agar tingginya setara, lalu pembantu tersebut memakaikan sebuah dasi. Dari awal sampai selesai keduanya tak luput saling memandang, bagai remaja yang tengah kasmaran.
Jika bertanya di mana dan ke mana sang istri? Maka jawabannya, Elwin bagai seorang duda. Ia memiliki istri seorang model. Jadwalnya yang padat membuatnya tidak punya banyak waktu untuk memberikan pelayanan kepada suami dan anak-anak.
Ya, saat ini Elwin memiliki dua putri yang sangat cantik. Satu masih sekolah menengah atas, sementara yang paling kecil si bungsu masih berusia 3 tahun.
"Terima kasih ya, Dis!"
"Baik Pak, sama-sama. Saya sudah siapkan sarapan di meja makan, tolong dihabiskan. Ini tasnya!" balas Gendis sambil menyerahkan tas kerja milik sang majikan,
"Temani saya sarapan ya! Anak-anak sudah berangkat, 'kan?"
"Baik mari saya temani, dan ya anak-anak sudah jalan barusan!"
Tiba di meja makan. Lagi-lagi aura memikat dari Gendis keluar, saat di mana ia menyediakan sarapan yang seharusnya seorang istri yang melakukan. Elwin terkadang mengakui ia selalu tergoda, tetapi sayang ia hanya mampu mengungkapkannya di dalam hati.
"Gendis kamu bisa hantar makanan ke kantor nanti? Saya lagi gak makan di luar. Masakan kamu makin hari makin enak!"
"Tapi, Pak ...."
"Gak usah gak enakan begitu, saya tau kamu mikirin istri saya, 'kan? Bella pasti pulang malam, dia mana tau urusan suami," balas Elwin.
"Baik Pak!"
Selepas perginya sang majikan, kini gadis pemilik surai panjang tersebut menjalankan tugasnya kembali. Namun, belum ada tindakan, tiba-tiba ia melihat seorang wanita anggun pulang dengan tergesa-gesa.
"Ibu, tumben pulang cepat sekali?" tanya Gendis.
"Ah ya Gendis, saya ada panggilan job dari luar negeri. Bantu saya beres-beres, yuk!"
Bella Monica, merupakan istri cantik dari majikan Gendis. Ia seorang model ternama, sekaligus pemilik brand cosmetics terlaris di global. Perempuan yang kerap memasarkan produk top internasional itu sudah berusia 31 tahun.
"Sampai kapan, Buk?"
"Mungkin sekitar satu atau dua bulanan. Tolong jaga anak-anak ya, sekalian layani kebutuhan suami saya, pokoknya seperti gantikan saya sementara, kamu bisa 'kan?Nanti ada tip tambahan buat kamu!"
Hal yang sangat disyukuri oleh Gendis. Ia diangkat menjadi pembantu hanya karena sebuah pertemuan tak sengaja, hingga diperlakukan bak keluarga.
"Kalau capek jangan dipaksa lanjut, kamu berhak istirahat. Makan sama anak-anak atau suami saya gak apa-apa, jangan misah sendiri. Okay pesan-pesan ini sepertinya bukan hal asing lagi ya. Kamu sudah lama bekerja, pasti paham!"
"Baik, Buk, saya mengerti."
***
Sampai di malam hari. Gendis menyambut pulangnya sang majikan seperti biasa.
"Pak, mau makan dulu atau mandi?"
Elwin, pria itu masih melongok menatap pembantu cantiknya yang kian hari semakin gemulai.
"Sial, punya pembantu s3ksi begini, aku mana tahan," batin Elwin.
"Pak ...?"
"Ah iya Dis, saya mau mandi dulu. Apa istri saya sudah pulang?"
"Ibuk tadi sempat pulang tapi pergi kembali dan katanya akan keluar negeri selama beberapa bulan," balas Gendis.
"Dia gak ada beritahu saya sama sekali!"
"Mungkin karena terburu-buru, Pak!"
"Baiklah, ayo ikut saya ke kamar, siapkan semua!"
Gendis tersenyum, lalu meraih tas dan juga jas dari tangan majikannya. Dengan tatapan yang begitu menghipnotis, ia berkata, "Apa mau saya gandeng seperti seorang istri? Kata ibu, saya sementara gantikan perannya!"
Tentu saja Elwin tersenyum, ia memberikan tangannya agar dikaitkan dengan tangan pembantu cantiknya itu. Mereka pun berjalan layaknya suami istri.
"Andai kamu itu Bella, betapa bahagianya saya," batin Elwin.
Selesai membersihkan diri, Elwin mendapati Gendis sedang menyiapkan baju. Dengan kemolekan tubuhnya yang terlihat memesona menggunakan seragam ketat seperti itu, Elwin mencoba mendekati. Namun, Gendis justru terkejut.
"Ehh!"
"Saya mau ambil baju saya!"
"Oh, silahkan, Pak. Maaf!"
Seketika Gendis merasa canggung, terlebih saat melihat majikannya itu menghampiri hanya dengan menggunakan lilitan handuk di pinggang.
"Katanya mau gantikan peran istri saya, biasanya Bella selalu memakaikan baju!"
"Hah?"
Elwin tersenyum menggoda. Namun, ekspresi kaget dari Gendis menggambarkan betapa polosnya ia.
"Bercanda Dis, kamu kalau mau ke dapur duluan gak apa-apa, nanti saya nyusul!"
"Saya bisa kok pakein baju, Pak!"
"Hah?!"
"Kok jadi Bapak yang gantian kaget?"
"Astaga polos sekali dia," batin Elwin.
***
Di dapur. Gendis tidak benar-benar melalukan leluconan yang dibuat oleh majikannya tadi. Kini, ia mulai berkutat di dapur untuk menyiapkan makan malam Elwin.
"Silakan, Pak!"
"Duduk, temani saya!"
Sudah menjadi hal biasa bagi Gendis. Ia selalu menjadi penonton di saat majikannya itu sedang makan. Meski belum lama bekerja, Gendis terkadang sudah sangat menebak karakter Elwin yang terlihat begitu santai berhadapan dengan siapapun, termasuk dirinya sebagai pembantu.
"Bapak gak bosen setiap makan saya terus yang temani?"
"Biasa saja. Kamu tau arti kesepian tidak? Manusia kalau sudah sendiri, ke mana pun selalu cari teman. Setidaknya kalau Bella yang selalu gak bisa, saya beruntung punya kamu yang selalu ada!"
"Kasihan Bapak, seharusnya Buk Bella tau apa peran dia yang sebenarnya. Istri mana yang tega meminta perannya digantikan, sementara dia sibuk dengan dunianya sendiri. Aku juga manusia, aku bisa menyukai seseorang, tak terkecuali suaminya ini!" batin Gendis.
"Dis apa feeling lonely itu salah?Bagi saya yang memiliki istri tetapi rasanya seperti duda ini, terkadang saya pikir mencari istri lagi itu gak masalah!"
"Bapak mau menikah lagi?" tanya Gendis dengan tampang polosnya.
Elwin terkekeh geli. "Seandainya Gendis ... saya masih mencintai Bella kok, cuma saya kehilangan perannya aja!"
"Kenapa Bapak gak minta ibu berhenti aja jadi model?"
"Perlu kamu tau, sudah yang kesekian kalinya saya meminta, dari melarang, merayu, sampai melakukan berbagai cara agar Bella berhenti dari kesibukan dunianya, tapi semua berakhir dengan sabar. Ya, saya selalu gagal sampai rasanya sudah pasrah saja. Model adalah cita-cita dia dari kecil, dan itu sangat didukung oleh mertuaku," tutur Elwin membalas.
Gendis berpikir, perasaan majikannya itu wajar yang mengungkapkan apa dia salah feeling lonely, dan orang yang menjadi teman adalah dirinya sendiri.
"Wajar kok kalau ada perasaan kepengen nikah lagi, saya mengerti perasaan Bapak. Saya juga akan selalu jadi teman. Semoga buk Bella mau berubah dan sadar kalau saat ini dia lupa dengan statusnya sebagai ibu dan istri!"
Elwin tersenyum, lalu dengan berani pria itu menggenggam tangan pembantunya. "Terima kasih, Gendis. Tapi saya gak mau menikah, saya mau selingkuh aja."
"Hah?"
"Kamu mau jadi selingkuhan saya?"