Tertimpa Sial, lagi?

1948 Kata
Hari yang dinanti-nanti akhirnya telah tiba. Setelah kemarin merasa gagal dan belum saatnya memposisikan diri sebagai tenaga pengajar di sebuah kampus yang lumayan beken meskipun masuk ke dalam kategori swasta, tapi perempuan ini sungguh merasa tak sabar untuk menunjukkan kemampuannya sebagai seorang dosen walau itu hanya dosen pengganti. Sekitar pukul 9 pagi, dia sudah siap dengan segala hal yang perlu ia bawa serta ke kampus di mana ia akan mengajar mulai hari ini. Kampus Buana Putih, perempuan bernama Nirmala ini benar-benar sudah merasa siap untuk mengawali pengalaman pertamanya menjadi seorang dosen. Penampilannya bahkan sudah cukup menunjang setelah beberapa kali ia mematut dirinya di depan cermin. Sebuah blouse berlengan panjang berwarna abu-abu muda dengan bagian kerah yang berenda telah ia kenakan sebagai atasannya. Sementara bawahannya, ia memutuskan untuk menggunakan celana kulot berwarna hitam yang dipadukan dengan sepatu datar berwarna senada dengan kemeja yang dipakainya. Rambut panjang hitam lebatnya ia ikat menjadi satu. Agar tidak menghalangi separuh wajahnya ketika sedang mengajar nanti, ia pun memilih unuk mengkucir rambutnya bergaya poni style. Membuat ia terlihat begitu rapi dan Nirmala rasa tidak ada yang salah dari caranya berpakaian. Untuk itu, setelah merasa puas dengan dandanannya hari ini yang tidak terkesan berlebihan, Nirmala pun lantas mulai berjalan meninggalkan kamarnya sembari menyambar tas selempang bahu kesayangannya yang lekas ia sampirkan di bahu bagian kanannya. Tidak lupa, sebuah buku tebal yang akan ia jadikan referensi bagi materi perdananya pun telah ia dekap menggunakan tangan kirinya. Selepas menutup kembali pintu kamarnya dari arah luar, Nirmala pun menghampiri bibinya yang terlihat sedang asyik merajut sebuah kain sembari menyaksikan acara gosip yang ditayangkan di salah satu chanel televisi kesayangannya. Mengingat ia yang sudah harus berangkat ke kampus, Nirmala pun melontarkan seruan kecilnya yang sontak membuat bibinya tersebut sigap menoleh ke arahnya yang saat ini sedang berdiri di belakang kursi empuk yang bibinya duduki sedari tadi. "Eh, Nirma... Kamu udah mau berangkat ya?" tanya Gayatri yang memilih untuk menghentikan kegiatannya dulu dan mulai beranjak dari duduknya semula. Kemudian, wanita bersanggul rendah itu pun lekas berjalan menghampiri sang keponakan yang buru-buru menyodorkan tangannya di kala hendak mencium punggung tangan Gayatri seperti kebiasaannya sebelum berangkat ke mana pun. "Iya, Bi. Kemarin Nirma udah berhasil lewatin tes yang dikasih sama Pak Dekan. Dan alhamdulillah, Nirma diterima jadi dosen pengganti di kampus Buana Putih mulai hari ini. Oh ya, Bi... Doain Nirma biar kerjaan Nirma selalu lancar ya. Nirma berharap kalau kelak Nirma gak cuma jadi dosen pengganti aja. Tapi, Nirma mau kalo pihak kampus merekrut Nirma sebagai dosen tetap di sana meskipun nanti dosen yang ambil cuti melahirkan udah kembali kerja seperti biasanya...." ungkap gadis itu meminta doa. Selaku pengganti orangtuanya yang memilih untuk tetap tinggal di kampung halamannya, Nirmala pun harus meminta do'a dari Gayatri untuk kelancaran pekerjaannya. Meskipun tadi malam juga Nirmala sudah sempat menelepon ibu dan ayahnya di kampung, tapi tetap saja, Nirmala pun harus melibatkan Gayatri karena bibinya ini sudah begitu banyak membantu Gayatri bahkan sejak Nirmala masih duduk di bangku SMA. Gayatri sendiri merasa terharu atas permintaan doa keponakannya terhadap dirinya. Pasalnya, selama ini, tanpa diminta pun Gayatri selalu menyertakan doa yang tulus untuk keponakannya ini. Akan tetapi hari ini, Nirmala meminta doa darinya seakan-akan dia adalah orangtua kandung Nirmala sendiri. Meskipun Nirmala juga sempat meminta doa dalam beberapa kali kesempatan yang berlalu, tapi kali ini rasanya Gayatri begitu terharu sampai tak sadar ia meneteskan air matanya ketika Nirmala masih menundukkan kepalanya sembari mencium punggung tangan sang bibi. "Tanpa kamu minta pun, Bibi akan selalu doain kamu, Nir. Jangan takut, setiap sehabis salat, Bibi bahkan selalu masukin kamu ke dalam doa yang Bibi panjatkan. Selain Reza, Bibi pun berharap agar kamu diberikan kesuksesan yang bisa bikin kamu berhasil jadi ORANG. Percayalah, Nir... Dengan segenap usaha kamu yang udah kerja keras menimba ilmu, Bibi yakin kalo kamu akan mampu menjadi seorang pengajar yang akan disukai sama semua mahasiswa di kampus tempat kamu bekerja nanti. Bibi juga doakan, semoga gak ada hambatan yang menimpa kamu. Pokoknya, selalu lancar dan sukses terus ya, Nir. Satu hal yang Bibi mau ingatkan sama kamu! Jangan lupa salat dan berdoa sama Allah, niscaya kamu bakal mampu meraih cita-citamu di kemudian hari!" tutur Gayatri melimpahkan sejumlah doa. Membuat Nirmala yang sudah kembali menegakkan tubuhnya pun lantas mengangguk santun sembari tak lupa menyunggingkan senyuman manisnya. "Makasih ya, Bi. Kalo gitu, Nirma berangkat sekarang aja ya. Takutnya nanti kena macet di jalan. Nirma gak mau telat lagi kayak kemarin. Semoga hari ini, Nirma dijauhkan dari segala macam yang bersifat s1al. Aamiin Ya Rabbal Alamin...." ucap Nirmala sembari mengusap mukanya sesaat. Kemudian setelah itu, Nirmala pun mulai melenggang meninggalkan Gayatri yang berpesan agar dirinya tidak kebut-kebutan saat mengendarai motor selama di perjalanan. *** Pagi ini cuaca begitu cerah. Menumbuhkan rasa semangat yang menyelimuti diri Nirmala di kala ia siap membelah jalanan menuju ke arah kampus. Nirmala berdoa semoga ia tidak sampai bertemu lagi dengan yang namanya s1al. Apabila sampai terjadi lagi peristiwa menjengkelkan seperti kemarin, maka Nirmala berjanji untuk lebih rajin bersedekah lagi demi mengusir kes1alan yang bisa saja masih ingin menggandrunginya. Sampai ketika ia yang masih fokus menjalankan motornya di tengah jalanan yang untungnya sedang tidak mengalami kemacetan, Nirmala pun tahu-tahu mendengar dering ponsel yang tadi sempat ia letakkan di dalam tas bahunya yang ia gantungkan di atas gantungan yang sejajar dengan dashboar motornya. Membuat Nirmala harus menepikan motornya dulu karena takut kalau bunyi dering tersebut berasal dari telepon penting yang harus segera dijawabnya. Setelah berhasil menepikan dulu motornya ke pinggiran jalan, Nirmala pun lantas merogoh benda berbunyi tersebut ke dalam tas bahu yang diisi oleh sejumlah peralatan mengajar yang tak boleh ia lupakan. Lalu, ketika ponsel sudah berada dalam genggaman tangannya, Nirmala pun langsung menarik benda itu keluar dan mulai memeriksa nama pemanggil yang tertera di layar berkedipnya. Tahu-tahu, Nirmala pun sempat merasa kaget ketika ia mendapati nama Bu Niken terpampang nyata di layar ponselnya saat ini. "Waduh, Bu Niken... Ada apa? Aku coba langsung jawab aja kali ya biar gak penasaran," gumam gadis itu bertekad. Kemudian, ia pun sigap menggeser tanda hijau di layar dan mulai menempelkan ponselnya itu ke telinga kanannya setelah sempat melepas helmnya terlebih dahulu yang sudah ia gantungkan ke atas stang motornya. "Ya, Bu Niken. Ada yang bisa dibantu?" tanya Nirmala mengawali percakapan. "Dek Mala, kamu di mana?" balas Niken balik bertanya. "Saya lagi di jalan menuju kampus, Bu. Kenapa memangnya?" "Kebetulan sekali kalau begitu. Kamu udah ngelewatin perempatan jalan raya yang menuju kampus belum, Dek? Kalau belum, ini kebetulan motor suami saya mogok, terus ndak tahu kenapa, kok susah banget nyari taksi yang lewat. Kira-kira, Dek Mala bisa ndak ya jemput saya sambil lewat. Saya mau nebeng gitu sama Dek Mala, biar sekalian kita berangkat bareng menuju kampus," ujar Niken meminta tolong. Dan setelah mendengar perkataan wanita itu, Nirmala pun merasa lega karena ternyata Niken meneleponnya bukan karena ingin memberitakan sesuatu yang bisa saja membuat dirinya kaget setengah matang. Namun rupanya, Niken meneleponnya karena memang Niken sedang membutuhkan bantuannya saat ini. "Oh ya udah, Bu. Sekarang saya on the way ke sana deh kalo gitu. Ibu tunggu di pinggiran jalan aja ya. Lambaikan tangan kalo misalkan Bu Niken udah lihat saya dari kejauhan. Takutnya kelewatan gitu kan, jadi buat jaga-jaga Bu Niken prepare aja dari sekarang...." lontar Nirmala sedikit mengomando. "Ya, ya, Dek Mala. Terima kasih ya. Maaf loh sudah direpotkan," ujar Niken terkekeh pelan. "Ga apa-apa, Bu. Saya gak merasa direpotkan, kok. Kalau gitu, saya jalan sekarang ya, Bu. Sampai jumpa di perempatan jalan menuju kampus!" seru Nirmala menyudahi percakapan. Lalu dengan segera, ia pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan Nirmala mulai membungkus lagi kepalanya dengan helm berkaca bulat yang sempat ia lepas dulu selama menerima panggilan telepon dari Bu Niken. *** Sesampainya ia di perempatan jalan menuju kampus, Nirmala pun menghentikan laju motornya ketika melihat lambaian tangan Niken yang memberinya kode. Tanpa perlu mematikan mesin motornya terlebih dahulu, Nirmala pun langsung meminta Niken untuk naik ke atas jok motornya. Beruntung Niken sudah memakai helm, jadi Nirmala tidak perlu takut kalau-kalau nanti dia kena tilang oleh Pak Polisi. Mengingat Nirmala tidak punya helm cadangan, maka ia pun sempat ketar-ketir apabila membonceng seseorang yang tidak memakai helm juga di kala dirinya naik motor bersama dengannya. "Sudah, Bu?" tanya Nirmala melirik sekilas. "Bismillahirohmanirohim. Yuk, Dek Mala, berangkat!" seru Niken mendayu. Mendengar logatnya, kok, mendadak Nirmala jadi ingat sama si Sutisna yang berperan sebagai tukan ojek di sitkom ojek pengkolan yang pernah beberapa kali ia tonton bersama dengan bibinya. Apa jangan-jangan, Bu Niken ini salah seorang penggemar si Sutisna juga ya? Soalnya, dari logatnya barusan, itu mirip banget menurut Nirmala pribadi. Meninggalkan soal Sutisna si ojek pengkolan, Nirmala pun mulai melajukan lagi motornya bersama Bu Niken yang duduk di belakangnya. Lumayan berat sih bagi Nirmala yang semula jarang membonceng seseorang. Apalagi dengan kondisi tubuh Bu Niken yang kemungkinan besar dua kali lipat dari timbangan badannya sendiri, Nirmala jadi berasa sedang membonceng dua orang di dalam satu tubuh. Membuat ia sesekali nyaris oleng tapi untungnya Nirmala pun masih bisa mengendalikan lajuannya sejauh ini. Sampai pada saat Nirmala tak sengaja melewati lubang yang dipenuhi kerikil-kerikil tajam, tanpa disangka ketajaman kerikil itu pun membuat ban motor belakangnya mengalami kekempesan yang seketika membuat lajuannya kembali oleng hingga kini ia harus menghentikan dulu lajuannya dan tidak bisa memaksakan diri untuk terus melanjutkan perjalanannya. Menyadari Nirmala yang berhenti secara tiba-tiba, Bu Niken pun tampak merasa heran dan sontak bertanya," Ada apa, Nir? Kok, berhenti?" "Aduh, Bu. Maaf nih... Bu Niken bisa turun dulu gak? Ini kayaknya ada yang gak beres deh sama ban motor saya...." gumam Nirmala meringis kikuk. Sementara itu, Bu Niken sendiri pun sudah beranjak turun sesuai komando Nirmala sebelumnya. Menyusul turun sambil menyetandarkan motornya dulu, perhatian Nirmala pun sigap ditujukan ke arah ban belakang yang memang benar-benar kempes. Dalam sekejap, gadis itu pun meratapi nasib karena rupanya kes1alan seolah masih saja betah menggandrungi dirinya sejak dari hari kemarin. Melihat Nirmala yang sedang berekspresi sedih, Bu Niken pun kembali bertanya di tengah penasaran yang menderanya. "Ada apa, Dek Mala? Motornya mogok juga ya?" tatap Bu Niken mulai khawatir. Sementara itu, Nirmala pun hanya bisa menghela napas pasrah sembari melirik ke arah Bu Niken sambil berkata. "Ban belakang motor saya kempes, Bu. Kira-kira, bakalan keburu gak ya kalo motornya dibawa dulu ke bengkel buat isi angin...." ujar Nirmala meringis lagi. Membuat Niken yang kala itu sedang dikejar waktu pun lantas turut meratap karena tentu ia tidak bisa menunggu lagi jika dirinya tidak ingin mengalami keterlambatan. "Aduh, Dek Mala, maaf loh... Bukannya saya ndak mau ikut nunggu, tapi kebetulan sekitar 20 menitan lagi saya ada jadwal ngajar. Gimana ya? Kalo saya naik ojek pangkalan aja dan duluan ke kampus Dek Mala keberatan gak? Itu tuh, di depan sana kayaknya ada tukang ojek yang lagi ngaso deh. Saya duluan aja ya, Dek Mala. Soalnya saya takut terlambat masuk kelas gitu loh..." urai Bu Niken merasa tak enak. Tapi bagaimana? Ia sendiri pun tidak ingin mengalami keterlambatan di tengah dirinya yang tidak terbiasa datang tak tepat waktu. Sementara Nirmala, dia mungkin masih punya waktu selama kurang lebih 45 menitan lagi menuju jadwal mengajarnya. Oleh karena itu, Nirmala pun memilih untuk mengalah saja dan membiarkan Bu Niken meninggalkannya. "Ya udah deh, Bu. Bu Niken duluan aja kalo gitu. Biar saya bawa motor ini ke bengkel deket-deket sini dulu aja buat isi angin yang kena kempesnya. Hati-hati ya, Bu. Maaf karena gak bisa tuntasin perjalanan bareng Bu Niken gara-gara bannya mendadak kempes." "Ndak apa-apa, Dek Mala. Ya sudah, saya duluan ya. Keburu tukang ojeknya diembat orang lain. Sampai jumpa di kampus nanti ya, Dek Mala!" ujar Bu Niken sambil melenggang meninggalkan Nirmala. Membuat gadis itu lagi-lagi harus ketiban sial di saat seharusnya ia sudah tiba di lingkungan kampus andai saja ban motornya tidak kempes.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN