“Aaargh!” Ini gila, benar-benar gila. Rasa-rasanya jantungku nggak ada bedanya sama bola voli. Dilambungkan dari bawa ke atas, ditabok ke depan yang kalau aku nggak pegangan pasti mental, terus di-smash menukik ke bawah dengan kecepatan dua kali lipat. Aku terus teriak meski leherku sakit dan sempat juga khawatir bibirku robek karena mangap terlalu lebar. Tapi selama sekitar dua menit tubuhku diombang-ambing di atas roller coaster, aku sama sekali nggak peduli apapun. Dan, ketika wahana tersebut melambat hingga akhirnya berhenti, yang aku rasakan adalah plong. Lega sekali. Suara tarikan napas seseorang di sebelahku membuat aku menolehkan kepala, aku nyaris lupa Pak Anggit duduk di sana entah karena teriakanku yang kekencengan hingga telingaku nggak bisa dengar apapun selain suaraku