CHAPTER 17

1782 Kata
“Kau di dorm, kan?”             “Iya. Kau mau ke sini?”             “Aku dalam perjalanan. Membawa mobil manajer Sejun,” ujar San dengan kekehan kecil.             “Demi apa kau menyetir?”             San sewot pada jawaban Jungkook, “Hei, anak kecil, aku sudah punya SIM duluan dibanding kau!”             “Kalau begitu menyetir dengan hati-hati dan matikan teleponnya. Aku tunggu di dorm.”             “Okay!” Lalu sambungan terputus, San meneruskan acara menyetirnya sampai ke parkiran dorm. Beberapa hari ini San termasuk sering mengunjungi dorm dan member TTS—selain Jungkook—tentu saja bisa memahami bahwa hubungan antara mantan manajer dan maknae mereka sudah kembali baik-baik saja. Memang seharusnya seperti itu. “Kookie—“ Panggilan San terputus karena tubuhnya langsung direngkuh Jungkook ketika pemuda itu membuka pintu. Memeluknya erat padahal kemarin mereka juga bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama. Menyerupai sepasang kekasih.             “Eohhh, mengapa sih harus berpelukan seperti itu setiap hari?” Hoobi pura-pura bergeridik padahal dia senang dengan pemandangan di hadapannya. Jungkook jadi lebih ceria menjalani hari-hari melelahkan dan itu pasti karena San. Gadis galak itu juga tampak hidup karena selalu tersenyum.             “Ayo ke kamarku.” Jungkook membawa San sehingga gadis itu tidak sempat menyapa member lain dan dia melihat sepasang sepatu asing di rak depan.   (*)               “Kau masak apa, Kookie?” San berada di belakang Jungkook yang sedang sibuk dengan panci. Menyentuh pinggang pemuda itu sehingga dengan refleks Jungkook membawa tangan kirinya untuk memeluk San di saat tangan kanannya selesai mematikan kompor.             Mereka saling mendekap pinggang masing-masing menggunakan satu tangan.             “Ramen.” Jungkook menunduk ketika menjawab karena postur tubuh San terlalu mungil.             San mengapresiasi pekerjaan Jungkook. “Aku suka ramen.”             “Suka padaku juga?”             “Diam kau, dasar anak kecil.” Dengan segera San mencubit pinggang Jungkook dan pergi menuju meja makan. Memperhatikan Jungkook yang menuangkan mie dengan hati-hati pada mangkuk. “Terima kasih,” katanya, setelah Jungkook memberikan satu porsi untuknya. “Kakimu tidak sakit lagi, kan?” tanya San.             “Sudah sembuh cukup lama. Dirimu sendiri bagaimana? Sering mimisan?”             “Aku pengangguran,” San mengucapkan itu dengan bangga, “pekerjaanku hanya tidur. Jadi aku baik-baik saja.”             “Tidak ada keinginan untuk kembali menjadi manajer TTS?”             “Manajermu, maksudnya?” Gadis itu mencibir.             “Jika untukku sendiri, aku ingin kau menjadi jodohku saja.” Jungkook mengucapkannya terlalu santai sehingga San terbatuk.             “Aku serius,” ujar Jungkook pada Sanayya. “Kau seperti ini untuk menyenangkanku beberapa saat atau di sisiku selamanya?”             “Selamanya itu sangat lama.” Aku tidak bisa menjajikan apa-apa. San membawa fokusnya pada mangkuk, menghindari tatapan Jungkook.             “Rose tahu Jack akan meninggalkannya tapi Rose tetap mencintainya.” Jungkook membawa dua pemeran utama di dalam film Titanic yang menjadi favoritnya. “Rose tidak takut hidup ketika cintanya sudah mati.”             Tapi aku takut. “Rose tidak takut tapi dia hancur, Kookie-ya,” jawab San.             “Dia tetap hidup untuk cintanya pada Jack, itu yang terpenting.”             “Apa kita akan membicarakan film Titanic terus? Karena kuah ramen milikku sudah hampir dingin.”             Alis Jungkook naik sebelah. “Kau tidak senang membahas ini denganku?”             “Aku senang jika aku melakukannya denganmu.”             “Kalau begitu, berjanjilah selamanya denganku.”             Kalimat Jungkook tidak puitis, tapi bagi San maknanya sangat dalam sehingga dia sakit dan pelupuk matanya harus diberi pelajaran karena sudah berani mengeluarkan bulir-bulir tangis.             “Kau mendapatkan selamanya yang kau mau, Kim Jungkook. Selalu.”             “Aku tahu, Sanayya.”             Untuk sesuatu yang nyata, mereka berdua tersenyum dengan genggaman tangan yang hangat. Itu lengkap, tanpa perlu pembuktian. Mereka dekat sekali, jarak seperti menyerah dan mereka menang.   (*)               Jungkook memerhatiakan San yang duduk di kursi kemudi, mengenakan sabuk pengaman dan juga sudah menyalakan mesin. Jungkook menutup pintu mobil, menaruh kedua tangannya pada sela-sela kaca yang diturunkan karena mereka butuh bicara sebelum pulang.             “Benar tidak ingin diantar?” tanya Jungkook dengan ekspresi khawatir. Gadisnya sangat keras kepala dan tentu saja tidak lemah, tapi San itu tidak sehat seperti orang lain.             “Aku bisa sendiri, Tuan maknae.” San tidak suka jika Jungkook kurang mempercayainya. “Aku akan menghubungimu ketika sudah sampai apartemen.”             “Mobil ini kau sewa atau bagaimana?”             “Manajer Sejun meminjamkannya padaku, sepuasnya.”             Baiklah, Jungkook mengerti. “Oke, hati-hati.”             San mengangguk.             “Mencintaimu, San,” ujar Jungkook dengan suara dalam dan tulus sehingga San kembali melirik, pipinya bersemu merah. “Menyetir dengan aman, ya!” Sengaja mengacak rambut San, membuat degup jantung jadi gila.             “Aku pergi ya, Jungkook-ah.”             “Bye, Love.” (*)  “Agensi sudah membayar mahal pihak Dispatch, tidak akan ada rumor dating untuk TTS, tapi kau tidak boleh terlihat dengan Jungkook lagi.”             Sudah sepatutnya berita awal tahun dibuka dengan prediksi dan spekulasi tentang kehidupan asmara idol. Media haus akan itu, beritanya akan selalu ditunggu oleh banyak orang bahkan yang non-fans sekalipun. Di lain sisi, penggemar ingin khayalan-khayalan ship menjadi nyata, tapi setengahnya lagi akan patah hati jika mengetahui idolanya berkencan.             Pro dan kontra seperti inilah yang membuat berita kencan bisa menjadi sangat menguntungkan atau malah jadi boomerang. Tak jarang, beberapa agensi sengaja membiarkan berita dating tersebar luas. Entah untuk mendongkrak  popularitas si idol, atau sampai dibuat untuk menaikkan saham perusahaan.             Beberapa agensi memilih menyembunyikan sangat rapat tentang kehidupan asmara idolnya karena takut berpengaruh pada keseimbangan karir. Suatu langkah yang baik, agar tak terkena skandal. Lima puluh lima puluh. Seharusnya fans diberi pengertian, bukan dibohongi demi embel-embel karir yang cemerlang.             Mungkin kedewasaan sebuah fandom menjadi tolak ukur mengapa agensi memilih menyembunyikan kehidupan asmara para idol.             Lensa kamera Dispatch  menangkap banyak hal yang tidak kamu kira—atau selamanya tidak akan kamu ketahui—karena mereka terikat sebuah kontrak. Resmi, yang bersifat rahasia selamanya. Tergantung berapa banyak pihak mereka dibayar. Keseimbangan karir mempunyai nilai yang tinggi.             Ken Sanayya membaca pesan yang ia terima beberapa saat lalu dari mantan atasannya di agensi. Hal seperti ini pasti terjadi—San tahu itu. Menjadikan alasan teratas mengapa dia kesulitan berkata ‘iya’ ketika Jungkook memintanya untuk bersama. San akan menjadi sangat tidak manusiawi jika harus menghancurkan karir Jungkook akibat skandal.             San diundang—lebih senang menyebutnya seperti itu, daripada disidang—oleh Sejun untuk datang ke agensi. Bang PD punya hal yang ingin disampaikan, San sudah punya semua yang juga ingin dia katakan. San selalu memikirkan ini, sehingga terkadang bangun di malam hari. Jungkook hanya tidak tahu saja dan San senang sang maknae berpikir seperti itu padanya—bahwa San egois. San ingin terus membuat Jungkook berpikir seperti itu.             “Oppa!” San melambaikan tangannya kepada Sejun yang berdiri di depan pintu masuk.             “Kau tampak sehat, syukurlah.” Sejun membawa San ke dalam gedung agensi, melangkah menuju ruangan kerja Boss. Bang Sihyuk menyuruh San masuk, sedangkan Sejun hanya mengantar. Gadis itu duduk di hadapan Sihyuk setelah dipersilakan.             “Kau sehat.” Bang Sihyuk memberikan senyuman singkatnya pada San. “Kau sudah tahu mengapa aku memintamu datang?”             Dua tahun lalu, hal ini juga terjadi. “Aku tahu,” ujar gadis itu.             “Aku kira kita sudah membuat kesepakatan?”             San tidak menjawab saat Sihyuk memperlihatkan foto-foto dirinya bersama Jungkook saat malam tahun baru. Dipotret menggunakan kamera profesional. San bisa membayangkan berapa banyak harga yang harus agensi bayar pada si pemilik foto.             “Aku menyukai caramu bekerja saat masih menjadi manajer TTS padahal kondisimu seperti ini,” katanya kepada San. “Aku hanya berharap kita bisa menyelesaikannnya seperti dua tahun yang lalu. Kau ingin Jungkook baik-baik saja, bukan?”             Gadis itu masih diam.             “Jungkook tidak akan aku beri tahu karena dia harus fokus tour Asia.”             “Jangan libatkan Jungkook.”             Bang Sihyuk tersenyum. “Setuju.”             “Aku tidak bisa meninggalkan Jungkook, untuk sekarang.” Kedua tangan San yang berada di atas pangkuannya terus berkeringat. Menggigit bibir dalamnya dengan geLizzyh. Ternyata tidak mudah. “Aku bisa menemuinya tanpa ketahuan.” —kamera-kamera sialan itu.             “Sudah banyak waktu yang aku berikan.” Sihyuk mendaratkan punggungnya pada kursi. “Dua tahun lalu kau menyetujuinya dengan mudah. Atau aku salah karena terlalu berbaik hati?”             “Ini yang terakhir, aku janji!” suara San meninggi, meski dia tidak bermaksud kasar. “PD-nim, percayalah padaku, Jungkook akan baik-baik saja. Dia mencintai pekerjaannya dan melepaskan perempuan lemah seperti aku akan sangat mudah dia lakukan.”             (*)              Setelah mengantarkan San ke parkiran, Jungkook kembali ke dorm dan menemukan semua member sangat bahagia dengan kedatangan seseorang sejak pagi. Sepertinya hanya Jungkook yang menentang soal ini. Jungkook tidak suka gadis bernama Yoora ada di sini untuk Vantae.             “Jeyke, jangan kasar seperti itu pada Yoora,” ujar Hoobi ketika Jungkook jelas-jelas menolak cokelat hangat buatan Yoora.             “Aku tidak suka.” Tampang Jungkook memperlihatkan semuanya.             “Kenapa?”             “Dia pasti hanya memanfaatkan kepopuleran V-hyung.”             Jungkook memilih pergi ke kamar Seokjun, berencana menunggu telepon dari San ketika gadis itu sudah sampai di apartemen. Menjahili Seokjun pasti asyik.             “Hyung, itu apa?” tanya Jungkook ketika Seokjun menatap amplop berwarna gold.             “Tidak tahu, San memberikannya untukku.” Seokjun mengangkat bahu. “Jangan-jangan aku punya hutang?”             Jungkook pernah melihat banyak kertas berserakan di meja kamar apartemen San, namun warnanya putih bukan gold. Apa itu amplop yang berbeda?             Sekali lagi Jungkook bertanya, “Hyung saja yang dapat amplopnya?”             “Joonie dapat. Yuga juga. Semua member deh, sepertinya.”             Kok aku tidak kebagian? Jungkook penasaran, tapi dia enggan ketahuan belum mendapat amplop dari San. Karena Seokjun pasti akan usil.             “Kau mau apa datang ke kamar hyung?” Seokjun tersadar.             “Hanya mampir,” jawab Jungkook singkat. Dia tidak ada hasrat untuk menjahili Seokjun sehingga memilih keluar dan mendapati Joonie yang terlihat begitu geLizzyh. Sang leader berbicara di telepon dengan seseorang.             “Apa aku perlu memberi tahunya?” itu suara Joonie. “Oke, kalau begitu. Ya, ya, akan aku urus, hyung. Thank you.”             Jungkook hanya memperhatikan Joonie yang sekarang pergi entah ke mana, lalu Jungkook melihat layar ponselnya. Belum ada pesan dari San.             Di dalam kamarnya, Joonie tidak bisa berhenti mondar-mandir. Dia melihat Jungkook tadi, dan hanya berharap adiknya itu tidak mendengar pembicaraannya dengan Sejun.             “San... astaga.” Joonie mencari kontak Seokjun dengan terburu-buru, sehingga tidak sadar melapalkan nama gadis yang beberapa saat lalu dilaporkan oleh Sejun padanya.             “Joonie-ah? Apa perlu kau meneleponku? Aku di dorm—“             “Hyung!” Joonie memotong ucapan Seokjun, “aku tidak tahu harus bagaimana!”             “Apa yang terjadi, Joonie? Bicara pelan-pelan.”             “San kecelakaan, mobilnya menabrak pembatas jalan!” Joonie berusaha agar tetap tenang, namun sulit. “Dan aku sekarang tidak tahu bagaimana merahasiakan berita buruk ini dari Jungkook.”             “Apa dia baik-baik saja? Astaga, b-bagaimana keadaannya, Joonie?!”             “Kepala... kepalanya terbentur sangat parah. Kehilangan banyak darah.” Joonie tidak bisa membayangkannya, terlalu mengerikan. “Sanayya koma, Hyung.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN