CHAPTER 09

1472 Kata
"Apa kau akan pulang sebentar lagi?"             "Iya, aku tidak kabur, Jungkook. Kontrak kerjaku dengan BigHit dua tahun lagi."             Benar atau tidak, San mendengar Jungkook terkekeh dari ujung panggilan. "Oke, cepat pulang. Kau berjanji akan main game denganku sebagai tanda memaafkanku karena berkata kasar kemarin."             "Aku tidak lupa, tunggu saja. Sudah ya, aku tutup." Setelah mematikan telepon, San meminta maaf kepada orang di hadapannya yang terus tersenyum sepanjang San menerima panggilan.             "Kuperhatikan Unnie dekat sekali dengan Jungkook," ujar Lizzy setelah San siap mengobrol lagi dengannya.             "Aku dekat dengan semua member tapi Jungkook memang belum bisa melakukan semuanya sendiri jadi aku harus ada di sampingnya lebih sering."             "Jungkook beruntung memiliki Unnie."             "Langsung saja, ada apa kau mengajakku bertemu?" San ingin cepat-cepat pulang, punggungnya terasa sedikit sakit.             Lizzy berdeham untuk mencari kata yang tepat lalu menjelaskan bahwa dia ingin meminta bantuan San untuk bertemu Jungkook.             Dan San tidak tahu harus bagaimana merespons Lizzy karena sekarang punggungnya terlalu sakit..   (*)               Aroma terlalu higenis selalu memuakkan bagi San. Apalagi jika harus terbaring dengan selang infus di tangan kirinya. Mencium aroma khas ruangan rawat yang mungkin temboknya saja sudah bosan karena selalu dikunjungi San.             "Kau fokus sembuh saja, Sanayya. Oppa akan handle." Sejun mengusap lengan kanan San secara perlahan.             "Aku mengacaukan semuanya lagi kan? Betul?" San tertawa sarkas, benar-benar memalukan. Dia tidak enak kepada Sejun karena pria itu selalu 'pengertian' pada kondisinya sedangkan penyakit San tidak mau mengerti akan kehidupan yang gadis itu jalani. Plot twist terburuk.             Sejun langsung menggeleng. "Tentu saja itu tidak benar. Mungkin ini saatnya kau beristirahat dan sakitmu adalah teguran untukku karena selalu menuntutmu bekerja."             "Mengurus TTS adalah tugasku dan kau tidak melakukan hal yang buruk padaku, Oppa. Aku benar-benar minta maaf karena masuk rumah sakit lagi." San tidak tahu harus mengatakan apa dengan kondisinya ini.             "Kau bukan satu-satunya manajer TTS, San. Tenang saja dan Oppa mau kau istirahat yang banyak." Sejun tersenyum lalu ia ingat sesuatu. Pagi tadi ada paket yang dikirimkan ke kantor agensi untuk San. Sejun memberikannya pada San sehingga dengan perlahan gadis itu mencoba duduk di atas tempat tidurnya.             San membuka paket itu, isi di dalamnya adalah topi hitam milik San yang sepertinya tertinggal saat makan steak dengan Sejun.             "Kau punya penggemar rahasia?" Sejun meledek karena pipi San yang semula pucat kini sedikit berwarna.             San langsung menggeleng.. "Bukan apa-apa.”             "Yuga, Jimmy dan Jungkook menunggu di luar," ujar Seokjun setelah mendapatkan pesan dari Jimmy. "Sedangkan sisanya ada di dorm. Mereka tidak mungkin aku izinkan datang bersamaan."             "Apa Oppa memberitahu mereka kalau aku dirawat?"             "Tentu saja, mereka kebingungan karena manajer favorit mereka tidak ada kabar seharian. Terutama Jungkook. Dia menyuruh Joonie untuk meneleponku, bertanya kau di mana." Sejun langsung menatap San dengan serius. "Kau menyembunyikan hal ini?"             "Hanya..." San membuang wajah, tak suka tatapan Sejun. "Tak ingin merepotkan."             "Ngomong-ngomong, kau sudah merepotkan." Suara Yuga terdengar, dia member pertama yang memasuki ruangan rawat San. Jimmy langsung menepuk lengan sang hyung karena sudah bicara seenaknya.             "San, kami sangat khawatir!" kata Jimmy setelah ia berada di depan San.             "Aku baik-baik saja.” San mencoba tersenyum. "Apa kalian berlatih dengan baik untuk konser? Pastikan lapor padaku jika menemui kesulitan—“             "Pikirkan dirimu sendiri." Sejak tadi Jungkook diam, bahkan menjadi member terakhir yang masuk ruangan tapi kali ini dia merasa harus berbicara.             "Ah, Mister Golden Maknae, apa kau sudah menyiapkan penampilanmu? Kau harus keren di depan ARMY, mereka menunggu koreografi Euphoria!"             Jungkook hanya menatap San dengan raut tidak paham. Gadis itu terlihat bukan seperti orang sakit. Bahkan dari nada suaranya terdengar jelas dan tegas.             San kembali berbicara, "Aku baik-baik saja kembalilah ke dorm bersama manajer Sejun. Jika tidak menurut aku akan mendiami kalian selama satu bulan."             Jimmy meimpali, "Kalau begitu cepatlah sembuh. Dorm sepi tanpamu."             San mengangguk, memberi kode agar mereka semua keluar dari ruangan. Manajer Sejun membawa Jimmy dan Yuga sedangkan Jungkook meminta waktu sepuluh menit. Awalnya San menolak, bilang akan tidur tapi Jungkook ingin ditururi.             "Apa yang ingin kau bicarakan?" San bertanya, ingin ini segara berakhir. Butuh istirahat.             "Apa susahnya kau bicara padaku?"             "Tentang?"             "Kondisimu, Sanayya."             Mendengar nada suara Jungkook yang sangat dingin, San sedikit berdeham. "Apa perlu? Jika aku sakit, aku membutuhkan dokter, bukan kau."             Mungkin San keterlaluan dengan ucapannya beberapa detik lalu karena kini Jungkook benar-benar diam. Hanya menatapnya.             "Kau benar." Jungkook mengangguk, membuat San menatapnya balik. "Jika kau sakit, kau perlu dokter bukan aku. Tapi aku membutuhkan informasi apakah kau dirawat dengan benar atau tidak."             "Dokter merawatku dengan benar, jangan berlebihan."             "Mengapa tidak boleh berlebihan? Ini kesehatanmu. Kau terbiasa egois pada semua hal, jadi kau juga egois pada tubuhmu."             Tubuh San letih, tidak ada tenaga untuk berdebat. "Jungkook, apa kau kesal karena aku tidak pulang semalam? Aku ingin menepati janjiku tapi nyatanya aku tidak bisa. Kau memintaku untuk memikirkan kesehatan dan aku sudah melakukannya. Aku pergi ke rumah sakit."             "Iya, tapi beritahu aku! Aku ingin tahu, Sanayya!" ujar Jungkook, sedikit menaikkan intonasi lantas beberapa detik kemudian tersadar ini hanya buang-buang waktu saja. "Terserahlah, kau tidak akan pernah paham."             "Aku berjanji akan mengabarimu jika sesuatu terjadi padaku.”             "Sangat tidak ingin sesuatu terjadi padamu! Yang aku inginkan adalah terbukalah padaku, San.” Jungkook sendiri tidak tahu mengapa sefrustasi ini menghadapi gadis keras kepala bernama Sanayya.             "Oke...," San sempat menutup matanya sambil menstabilkan napas. "Aku mengerti, Jungkook. Aku janji akan mengabarimu. Lalu sekarang kau yang harus mengerti aku."             "Aku, selalu," ujar Jungkook seperti berbisik.             "Pergilah, temui Lizzy. Aku meminta ini bukan sebagai manajer tapi sebagai teman yang ingin melihat kau bahagia, Kookie.”             Jungkook tidak menjawab.             "Kau selalu ingin mendapatkan Lizzy kembali mungkin malam ini hal itu akan tewujud. Dia menunggu. Kau mencintainya, kan?" San menampilkan sebuah senyuman yang tidak pernah Jungkook lihat sebelumnya. Pernah sekali dia melihat lengkung bibir San, di hari pertama Sejun mengenalkan gadis itu sebagai manajer baru TTS. Tiga tahun lalu dan sekarang senyum tulus itu Jungkook lihat lagi?             "Alamatnya sudah aku kirimkan ke ponselmu, pergilah."  San tersenyum lagi dan dengan perlahan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang sudah terlentang di atas tempat tidur.             "Aku memang mencintainya—“             "Aku tahu, Jungkook." San mengangguk, berbalik untuk membelakangi Jungkook. Menutupi kepalanya dengan selimut.             "Haruskah aku pergi?” Jungkook bertanya dengan suara pelan.        "Baiklah. Aku pergi, San."             Langkah kaki Jungkook pada lantai ruangan semakin terdengar menjauh, bahkan pintu yang terbuka lalu tertutup lagi itu membuat suasana menjadi hening.             Sejak tadi San merasakan pening hebat dan ia melakukan hal yang benar ketika memilih menutupi kepalanya menggunakan selimut. San mimisan lagi dan tidak ingin terlihat bodoh serta menyedihkan di depan Jungkook.             Setelah yakin Jungkook pergi, San menyibakkan selimut. Darah yang keluar dari hidungnya semakin banyak bahkan sekarang sprei putih yang dia pakai tidur sudah berlumuran darah.             "Shit..." San tidak berbohong, ia sangat panik sekarang. Darah yang keluar kali ini tidak main-main bahkan penglihatan San mulai buram. Kepalanya seolah berputar, membuatnya mual. San menekan tombol di sebelah ranjang untuk memanggil perawat atau siapa saja yang dapat membantunya.            Entah berapa lama pertolongan datang, tapi San benar-benar kehilangan tenaga ketika dokter memanggil namanya agar tetap sadar. Yang ia ingat hanya satu; Jungkook akan bahagia dengan Lizzy. Aku sudah menepati janjiku. Jadi, bisakah aku tenang sekarang? (*)               "Selamat ulang tahun, Jungkook-ah!" Lizzy bertepuk tangan ketika pemuda tampan di hadapannya baru saja meniup lilin berangka 22. Sesuai umur Korea Jungkook.             Jungkook tersenyum singkat, Lizzy ternyata sudah merencakan pesta kejutan untuknya meski ulang tahun Jungkook bukan hari ini. Gadis itu juga memberikan Jungkook hadiah berupa jam tangan mewah.             "Maaf tentang kemarin, Kookie. Aku menyakitimu, memutuskan hubungan secara sepihak." Entah ke mana perginya senyuman cantik beberapa menit lalu karena sekarang Lizzy tampak murung.             "Sudahlah." Jungkook tidak ingin membahas.             "Jika kau berpikir aku memutuskanmu karena aku tidak mencintaimu, itu salah. Aku mencintaimu, Kookie.”             "Aku tidak mau membahas ini."             Setiap pertemuan mereka dulu, Jungkook selalu mendominasi percakapan. Mengatakan hal manis membuat pipi Lizzy merona tapi kali ini terasa sangat berbeda.             "Aku kehilanganmu, kan?" Lizzy tidak bisa menahan tangisannya. Sekuat apa ia mencoba, hatinya terasa sakit. "Aku bodoh.”             "Jangan menangis." Jungkook mencoba mengajak Lizzy untuk berpikir rasional. Membuang-buang air mata dan menyesali hal yang sudah terjadi tidak akan membuat semuanya kembali. Jika pun bisa, pasti tidak akan utuh lagi.             "Terima kasih untuk kejutannya, aku sangat senang bertemu denganmu lagi. Ini bukan yang terakhir, kau tahu? Seperti yang kau ucapkan waktu itu bahwa kita bisa berteman." Jungkook menjelaskan dengan perlahan, tak ingin menyakiti Lizzy lewat ucapannya.             "I love you, Kim Jungkook. I really mean it." Jika Lizzy harus merelakan Jungkook maka kesempatan ini adalah yang terakhir untuk ia bisa mengatakan perasaannya.             Jungkook tersenyum, mengambil kedua tangan Lizzy untuk digenggam. "Aku tahu."             "Tidak ada 'I love you too' untukku?" Suara gadis itu amat sangat serak.             "Maaf.”             "Jangan meminta maaf." Lizzy menggeleng. "Aku tahu semua hal akan berubah—begitu pula sebuah hubungan. Terima kasih karena 6 bulan yang lalu kau mengisi hidupku. Senang bisa menjadi milikmu, Kookie. Mari berteman baik dan tetap bertemu. Promise?"             Jungkook mengeratkan genggamannya dan mengangguk pada Lizzy. “Promise.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN