Aku tidak ingat bagaimana caranya aku bisa sampai di taman dekat sekolahku. Saat melihat ke atas, langit terlihat sangat gelap dengan awan mendung yang menutupi cahaya matahari. Aku menyebarkan pandangan ke sekitar, mencari seseorang. Anehnya, tidak ada siapa pun di taman itu.
Tiba-tiba ada angin kencang yang berhembus, daun-daun dan debu yang berterbangan menghalangi pandanganku. Sialnya ada debu yang masuk ke mataku! Dengan pelan aku mengusapnya. Tetapi aku berhenti karena merasa ada seseorang yang memerhatikanku.
Aku langsung mengangkat wajahku ke arah itu. Pandanganku masih sedikit buram, tetapi yang jelas ada seseorang berdiri tidak jauh di sana. Entah dia seorang lelaki atau perempuan. Tubuhnya tinggi, dan ia menggunakan jubah berwarna putih dengan beberapa garis berwarna emas yang menutupi seluruh tubuhnya, sebagian wajahnya juga tertutup oleh tudung.
Suasana di sekitarku terasa berubah. Kenapa ini? Kenapa aku merasa ada sesuatu yang hilang? Kenapa rasanya dadaku kosong sekali?
Seseorang yang berdiri di depanku mengangkat wajahnya. “Akari,” katanya pelan, kalah dengan suara angin yang terus membuat mataku kelilipan debu! “Jangan sampai … kriiiing … terulang lagi … kriiing tolong selamatkan … kriiiiing.”
Eh, woy suara apa sih tuh!? Nih lagi serius juga!
Belum sempat rasa marahku selesai karena suara kring-kringan yg memekakan telinga itu. Tiba-tiba tanah yang kupijak rasanya bergetar hebat, terlihat retakan di mana-mana dan tubuhku jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam … dalam … dalam … Gedebuk! Sedetik kemudian mataku terbelalak terbuka, ternyata aku jatuh dari kasur seperti biasanya.
Masih berbaring di atas lantai, aku mengusap daguku berpikir kenapa rasanya mimpi itu sangat penting? Apa aku harus tidur lagi? Mungkin mimpinya bisa berlanjut … Kriiiing.
Ah, suara jam alarmku toh itu … dengan kencang kumenekan tombol untuk mematikannya dan langsung bangun untuk siap-siap pergi ke sekolah, membereskan ini—itu dan keluar dari kamar untuk membuat sarapan.
Namun, pergerakanku terhenti karena ada seseorang yang berada di ruang tengah sambil mengacungkan jarinya ke langit-langit. Lalu orang itu memutar badannya menghadapku, dan seperti baru sadar dia melihatku dan tersenyum. “Ohayou~[1] gimana tidurnya? Nyenyak?” Sapa orang aneh ini sambil tersenyum.
Hah! Siapa orang ini!? “MALING YA?!!” sahutku sambil mengacungkan telunjukku.
Orang aneh itu menurunkan jarinya yang tadi diacung-acungkannya ke langit. Dengan tatapan tidak percaya, ia berkata, “Yaampun! Apa nyawamu belum terkumpul semua karena baru bangun? Apa kau sudah lupa kejadian semalam? Bagaimana bisa dengan ingatan jangka pendek itu kau masih tetap hidup sampai umurmu yang segini?”
Mendengarnya, nyawaku yang belum terkumpul semua langsung kembali. Aku memukul pelan keningku. “Yaampun! Marchi—blabla. Eh bukan, Michiru sekarang. Ya, ya, Michiru.”
Dia bergumam dalam bahasa yang belum pernah ku dengar, kemudian berkata, “Apa kau punya penyakit masalah ingatan atau apalah itu?”
Untuk menutupi rasa maluku, aku berdeham dengan kencang. “Yaa ... maksudku bukan. Ayolahhh! Bertahun-tahun aku tinggal sendiri, lalu kejadian semalam itu seperti mimpi. Bukankah wajar kalau aku sedikit lupa!?” Jawabku sambil berjalan ke dapur, membuat sarapan. “Lagi pula, kamu ngapain sih? Dari tadi nunjuk-nunjuk ke arah langit-langit? Jangan-jangan kamu bisa liat hantu?”
Michiru tersenyum bangga. “Apa lagi kalau bukan lagi bersihin rumah?” katanya sambil bercekak pinggan dengan wajahnya yang bangga.
“Bersihin apa, hah? Kamu cuman ngacung-ngacungin jari kamu tuh!” jawab ku sambil nunjuk jarinya.
Michiru mendecakkan lidahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Eits-eits, lihat di sekelilingmu nona. Ada apa di sana?” jawab Michiru sambil menaik turunkan alisnya dan memaju-majukan dagunya seperti menunjuk sesuatu.
Aku menyipitkan mataku dan menatap ke arah yang Michiru tunjuk … Oh, oh iya. Itu benar, sapu yang sedang menari-nari sendiri di atas langit-langit itu terlihat sangat aneh. Kemudian kemoceng bulu yang juga menari-nari di sudut yang sulit dijangkau. “May Got! Bener juga. Kamu bisa sihir …”
Michiru mengerutkan kening. “Semalem kan aku ajak terbang pake sihir! Apa nyawamu bener belum terkumpul semua?” katanya sambil mendesah panjang. “Pokoknya, sesuai janji kemarin aku sudah selesai bersih-bersih sekitar rumah! Sana kamu masak, laper nihhh.”
Meski tidak terima dengan apa yang dikatakan Michiru ini, aku tetap tidak berniat untuk membalasnya karena khawatir aku datang terlambat ke sekolah. Melihatku yang mulai memasak, Michiru tersenyum cerah sambil berjalan mendekatiku di dapur. Dia mendalami perannya dengan baik, tidak terlihat niat sedikit pun untuk bantu apa gitu saat aku masak.
“Nih, suka telur mata sapi, kamu suka ‘kan? Ini ada sosis bakar, tambah nih roti bakar,” kataku sambil menyuruh Michiru membawakan semua piringnya ke atas meja makan. Meski dengan wajah yang cemberut, ia tetap melakukan tugasnya dengan baik.
Meski dengan wajahnya yang cemberut, aku bisa tahu kalau dia senang karena mendapat makanan gratis. Sambil mengusap wajahku yang entah kenapa rasanya sangat lelah, aku mengambil dua buah gelas dan menuangkan s**u ke dalamnya. Kemudian berjalan ke meja makan dan duduk di depan Michiru.
“Oh iya. Karena bingung mulai dari mana cari benda dengan kutukan itu ... dan sekalian pengen tahu seperti apa dunia ini. Mulai hari ini aku masuk sekolahmu, jadi murid pindahan ceritanya!” kata Michiru tiba-tiba.
s**u yang baru saja mau masuk ke tenggorokkanku langsung tersembur seketika. “Hah? Jadi murid pindahan? Caranya? Apa kamu ada surat-suratnya?”
Michiru tersenyum bangga. “Tenang-tenang. Ada sihir, semua aman~” jawab Michiru sambil mengacungkan ibu jarinya.
.
.
Setelah sarapan, aku pun berangkat menuju sekolah, Michiru tentu saja ikut di belakangku. Dia belum terlalu kenal daerah di sekitar tempat tinggalku, sekalian cari tahu apa ada toko makanan yang enak, katanya.
Saat di perjalanan menuju sekolah, aku bertemu dengan Kazuyoshi. “Oha—njay. Siapa orang asing yang terlihat seperti bule yang sering ada di film drama Eropa itu, Kumo?”
Hmm … harus jawab apa aku. Tapi untungnya, Michiru sadar diri dan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. “Hajimemashite[2], namaku Marchikuelle Michiru, pertukaran pelajar dari Itali,” katanya berbicara dalam bahasa Jepang ditambah dengan aksen Eropa. Kemudian ia membungkuk sedalam 90 derajat lalu menjulurkan tangan nya pada Kazuyoshi.
Aku akhirnya bisa bernapas lega setelah melihat apa yang dilakukan oleh Michiru. “Ahh haha, dia tinggal di rumahku sementara. Dia pertukaran pelajar! Tertarik dengan budaya Jepang dan … ah pokoknya dia pertukaran pelajar, orang tua Michiru itu teman kedua orang tuaku!” tambahku untuk lebih meyakinkan.
Untungnya, tanpa terlihat wajah yang curiga sedikit pun Kazuyoshi tetap menganggukkan kepalanya. “Oh, salam kenal. Namaku Kazuyoshi Yusuke,” jawabnya sambil membalas jabatan tangan Michiru. “Bahasa Jepangmu lancar juga.”
Aku dan Michiru hanya membalasnya dengan senyuman canggung, dan kami pun berangkat ke sekolah bersama sambil berbincang ringan.
.
.
Sesampainya di kelas, seperti biasa aku duduk di kursiku dan Seika langsung menghampiriku. Kegiatan pagi kami dimulai dengan cerita mimpi apa semalam, kebiasaan ini sudah lama dimulai dari kami berada di sekolah dasar dulu. Sebenarnya aku hampir kelepasan cerita kalau semalem aku bener-bener terbang, dan ada laki-laki yang tinggal di rumah ku! Dia juga bisa sihir!! Tapi mana mungkin aku cerita?
(*Ding-Dong-Ding-Dong) lonceng sekolah pun berbunyi, menandakan kelas akan segera dimulai. Setiap hari jam pertama selalu diisi oleh informasi dari wali kelas masing-masing. Dan hari ini, Takamura-sensei masuk ke kelas bersama dengan Michiru. Entah bagaimana sepertinya dia berhasil menggunakan dokumen-dokumen palsunya itu untuk masuk ke sekolah ini. Hmmm … apa dia juga menggunakan sihirnya? Kenapa cepat sekali dia diterima dan langsung masuk kelas begitu saja!?
“Ohayou minna[3], hari ini Sensei membawa murid pindahan baru, dia murid pindahan dari Italia, namanya..” Takamura-sensei terdiam sejenak sambil melihat kertas yang ada di tangannya. Aku bisa menebak dengan pasti kalau Takamura-sensei pasti susah baca namanya itu. “Cih namanya susah ...” gumamnya pelan. Nah, benar kan? “Yaaa pokoknya panggil saja dia Michiru, berteman baiklah dengannya.”
Michiru tersenyum kemudian menunduk seperti yang dilakukannya tadi pada Kazuyoshi. “Hajimemashite, namaku Marchikuelle Michiru, pertukaran pelajar dari Itali,” katanya dengan logat yang sama seperti sebelumnya.
“Oh wow, bukannya dia sangat tampan!?” bisik yang terdengar tidak seperti bisikan karena suaranya terdengar dengan jelas olehku.
“Siapa dia!? Seperti pemeran film dari Eropa, bukan?”
“Hmph, modal rambut pirang sama mata biru saja dibilang tampan. Mata kalian sepertinya kemasukan debu!”
“Bilang aja iri, dasar mata empat!”
“Ey, wey, ini namanya diskriminasi terhadap tampang seseorang!”
“Yah pokoknya Michiru, kau bisa duduk di belakangnya Kumo. Yang di pojok sana itu, dekat jendela, nah ya yang rambutnya panjang tergerai itu.” Takamura-sensei terlihat jelas tidak peduli dengan kelasnya sendiri yang mulai ribut. Sepertinya aku benar-benar khawatir dengan masa depan kelas ini yang memiliki wali kelas seperti dia. Lagi pula, seharusnya Takamura-sensei tahu kalau aku dan Michiru tinggal satu rumah! Pasti dia tidak baca informasi Michiru dengan teliti!
Saat Michiru berjalan mendekati mejaku, dia mengedipkan sebelah matanya genit padaku. Merasa sedikit geli, aku pun membalasnya dengan tatapan garang yang segarang mungkin yang bisa ku keluarkan. Michiru pun tertawa kecil dan duduk di mejanya.
“Kau mengenalnya, Akari?” tanya Seika yang duduk di sebelahku.
“Ah.. yah, dalam berbagai alasan,” jawabku. Setidaknya tidak saat ini aku katakan kalau Michiru tinggal di rumahku. Lihat saja! Mata pemburu para siswi yang ada di kelasku itu terlihat sangat menakutkan! Kalau tahu Michiru tinggal di rumahku, sepertinya hal yang baik akan menjauhiku untuk beberapa hari.
“Yahh, untuk sekarang sepertinya tidak ada informasi lain. Karena bangkunya sudah penuh semua berarti tidak ada yang absen. Sensei mau buat percobaan lain dulu, sepertinya waktu pemanasan percobaan yang ke #284626 sudah pas ... pelajaran selanjutnya jangan ada yang bolos. Sensei malas kalau sampai diceramahin sama kepala sekolah lagi.. dadah.” Seperti biasa, Takamura-sensei langsung keluar dari kelas dengan acuh tak acuh.
“Perasaan kemarin tuh percobaan ke #284624. Yang ke #284625 nya kemana?” pertanyaan Seika terdengar jelas oleh seluruh teman-teman sekelas. Mereka semua pun tertawa memikirkan apa yang terjadi pada percobaan ke #284625 itu. Akhirnya, guru untuk mata pelajaran selanjutnya datang, dan kelas pun dimulai.
Note:
[1] Ohayou: Dalam bahasa Jepang artinya selamat pagi~
[2] Hajimemashite: Arti hajimemashite dalam bahasa Jepang itu adalah apa kabar, kalau diartikan ke dalam bahasa Inggris, biasanya diartikan sebagai nice to meet you.
[3] Minna: "minna" memiliki arti "semuanya", yg menyatakan adanya persamaan antara satu dengan yang lain.