bc

Pembalasan Istri Pewaris Tersembunyi

book_age18+
8
IKUTI
1K
BACA
heir/heiress
cheating
like
intro-logo
Uraian

Selama tiga tahun menikah denganmu, kebahagiaan yang kurasakan berubah menjadi derita. Keluargamu selalu merendahkanku karena aku berasal dari keluarga miskin. Saat akhirnya aku hamil anak kita, aku berharap semuanya akan berubah. Namun, kau malah berselingkuh dan menghamili perempuan lain.Ketika aku keguguran, dunia seolah runtuh. Aku menandatangani surat perceraian dengan hati hancur. Tapi jika kau tahu bahwa aku sebenarnya adalah pewaris tersembunyi, apakah kau akan menyesal?

chap-preview
Pratinjau gratis
Diselingkuhi Lalu Diceraikan
"Sophia!" teriak pria dari dalam mobil Ferrari, mengikuti gadis yang mengendarai motor Scoopy berwarna pink, senada dengan baju yang ia kenakan. "Sophia! Di luar sedang hujan salju, nanti kamu sakit!" teriaknya lagi. "Kakak! Jangan ikuti aku, aku sedang menikmati salju pertama di musim ini!" jawab Sophia, suaranya terdengar jelas meski diterpa angin dingin. Sophia menepikan Scoopy-nya dan berhenti. Ferrari merah itu segera berhenti di sampingnya, diikuti oleh mobil lain di belakangnya yang juga berhenti. Beberapa pria berjas rapi keluar dari mobil, mengiringi Sophia. Seorang pria berkacamata keluar dari mobil Ferrari, membuka payung besar dan berjalan mendekati Sophia. Salju semakin deras turun, namun pria itu tersenyum, melindungi Sophia dengan payungnya. "Sophia," katanya dengan lembut, "kapan kamu akan membawa Alessio ke rumah? Papa ingin bertemu dengannya. Sudah tiga tahun suamimu belum mengenal keluarga kita." Mata Sophia penuh keraguan saat menatap pria itu. Salju menempel di rambut dan bahunya, tetapi dia tidak bergerak. "Bawa suamimu besok ke acara makan malam," lanjut pria berkacamata itu dengan suara tenang namun tegas. "Papa ingin bertemu dengannya." Sophia menatap pria itu sejenak, merasakan beban dari permintaan tersebut. Akhirnya, dia mengangguk perlahan. "Baik, aku akan membawanya besok," jawabnya. Pria berkacamata itu tersenyum puas, lalu mundur untuk memberi ruang pada Sophia. Saat Sophia mulai mengendarai motornya lagi, dia berteriak pada kakaknya, "Jangan ikuti aku! Jangan khawatirkan aku! Sampai jumpa besok kakak!" sambil melambaikan tangan kanannya. *** Rumah sakit Adams Hospital. "Ini dia," kata Dr. Kristine sambil menunjuk sebuah titik kecil yang berkedip di layar. "Itu adalah janinmu, Nyonya. Jantungnya sudah mulai berdetak." Sophia terdiam sejenak, matanya terpaku pada layar monitor. "Itu... itu bayi saya?" tanyanya dengan suara bergetar. "Benar sekali," jawabnya dengan senyum lebar. "Bayi Anda terlihat sehat dan berkembang dengan baik. Usianya kira-kira sekitar delapan minggu sekarang." "Pastikan untuk menjaga kesehatan Anda, makan makanan bergizi, dan rutin memeriksakan diri. Kami akan selalu ada untuk mendukung Anda sepanjang kehamilan ini." Dr. Kristine seraya menepuk pundak Sophia, lalu meninggalkannya di atas ranjang rumah sakit. Sophia menatap hasil USG di tangannya, gambar hitam putih itu menunjukkan bentuk kecil yang sudah mulai membentuk. Dengan tangan bergetar, ia menyentuh gambar itu seolah ingin merasakan kehadiran bayinya. 'Ini akan menjadi hadiah untuk, Alessio. Ayo kita pulang kita berikan kabar ini pada papa, Sayang,' gumam Sophia sembari mengelus perutnya. *** Sophia melangkah pelan menuju rumah, kedua tangannya penuh dengan kantong belanjaan. Senja telah tiba, dan suasana begitu tenang. Ia membuka pintu depan dengan perlahan, tidak ingin mengganggu kedamaian yang biasanya menyambutnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Rumah itu terlalu sepi. Mertuanya yang sering meneriakinya untuk membuat dia lelah pun tidak ada. Saat Sophia berjalan ke dalam, dia mendengar sesuatu. Desahan halus namun jelas, datang dari kamarnya. Jantungnya mulai berdebar kencang. Dengan langkah pelan dan hati-hati, dia menuju ke arah suara itu. Setiap langkah terasa begitu berat, seolah-olah menandakan sesuatu yang tidak diinginkan. Ketika Sophia membuka pintu kamar, matanya melebar dan napasnya tercekat. Di hadapannya, suaminya, Alessio, berada di atas ranjang dengan gadis lain. Adegan itu menghantamnya seperti palu besar, menghancurkan segala rasa percaya dan cintanya dalam sekejap. "Alessio! Apa yang kau lakukan?!" teriak Sophia dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya. Alessio terkejut dan segera bangkit, sementara gadis itu hanya menarik selimut menutupi tubuhnya. "Sophia, aku bisa jelaskan," Alessio mencoba meraih tangan Sophia, namun ia menepisnya dengan keras. "Jelaskan? Apa yang bisa kau jelaskan dari ini semua?" Sophia hampir berteriak, suaranya penuh dengan kemarahan dan rasa sakit. Tiba-tiba, pintu depan terdengar dibuka. Gressia, ibu mertua Sophia, masuk ke dalam rumah. Ia mendengar keributan dari dalam kamar dan segera menuju ke sana. Melihat situasi di depannya, bukannya menenangkan Sophia, ia malah langsung melayangkan tamparan keras ke pipi menantunya. "Berhenti membuat keributan di rumah ini, Sophia!" bentak Gressia. "Kamu tidak tahu caranya menjaga suamimu, dan sekarang kamu ingin membuat drama di sini?" Sophia memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu. Air matanya semakin deras mengalir, namun bukan hanya karena sakit di pipi, melainkan karena hatinya yang hancur berkeping-keping. "Aku yang salah? Bagaimana bisa kau berkata seperti itu, Bu?" Sophia berusaha menahan suaranya agar tidak pecah. "Alessio yang selingkuh, dan aku yang disalahkan?" Gressia mendekat dengan tatapan tajam. "Kamu istri yang seharusnya menjaga rumah tangga ini tetap utuh. Jika Alessio mencari kenyamanan di tempat lain, itu karena kamu tidak bisa memberikan apa yang dia butuhkan!" Sophia terdiam, merasa tuduhan itu seperti pisau yang menusuk lebih dalam. Selama tiga tahun pernikahan mereka, ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan keturunan bagi keluarga Mayer. Namun, cobaan itu seolah tak pernah berakhir baik. Semua upaya, doa, dan harapannya selalu kandas. Sophia berusaha mempertahankan dirinya dengan suara yang gemetar, kata-katanya terdengar terpaksa. "Ini bukan salahku, Bu. Aku sudah berusaha ...." "Berusaha?" suara Gressia menusuk udara seperti cambuk, penuh dengan kemarahan. "Tiga tahun menikah dan masih belum ada tanda-tanda kehamilan! Kamu seharusnya malu!" Air mata Sophia mulai menggenang di matanya, campuran antara frustrasi dan sakit hati. "Bu, apakah selama tiga tahun ini aku pernah menyulitkan kalian? Apakah aku pernah mengabaikan tugas-tugasku sebagai istri Alessio? Aku telah melayani kalian dengan setia di rumah ini, meskipun aku sering merasa lebih seperti seorang pelayan daripada menantu. Tidakkah itu berarti apa-apa bagimu, Alessio?" Gressia mendengus dengan geram. "Berarti? Kamu lahir dalam kemiskinan, Sophia. Kamu seharusnya bersyukur bisa menikah dengan keluarga Mayer. Apa perbandingan yang bisa kamu buat antara dirimu dan Gabriella? Dia cantik, selebritis, dan keluarganya kaya. Bahkan sekarang dia sedang mengandung anak Alessio. Kamu dan dia seperti langit dan bumi." Wajah Sophia memerah, tapi dia berusaha menahannya. "Cukup! Aku muak dengan semua ini! Aku muak dengan kalian berdua! Alessio, aku sudah lelah, aku jijik melihatmu!" Alessio, yang kini sudah berpakaian, mendekat dengan wajah penuh penyesalan. "Sophia, maafkan aku. Tapi mungkin ini yang terbaik untuk kita semua." Dia mengambil selembar surat dari atas meja dan menyodorkannya kepada Sophia. Matanya melebar saat melihat surat itu. Kesadaran itu menyapunya seperti petir di tengah hari—itu adalah surat perceraian. Tanpa sepatah kata pun, Sophia meraih pena di meja dekatnya dengan tangan yang gemetar. Air mata mengalir di pipinya, jatuh ke atas kertas, tapi Sophia tidak peduli.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Her Triplet Alphas

read
7.8M
bc

The Heartless Alpha

read
1.6M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
519.6K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
625.2K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
650.2K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
497.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook