Chapter 10

1126 Kata
Semua mainan sudah selesai di kemas dalam tas canvas berukuran sedang dengan label minimarket. Kalau di total, semua mainan itu berjumlah 300 item dengan total belanja 15 juta! Zulfa ingin protes, apakah Marcello sudah gila membelikan mainan sebanyak ini?! "Dilarang protes.." suara Marcello terdengar tiba-tiba hingga berhasil membuat Zulfa tidak bisa menahan kekesalannya. "Kau pikir villa kami gudang mainan atau toko mainan?! Satu mobil-mobilan untuk anak sesusia Rafa akan awet sampai beberapa tahun ke depan. Bagaimana dengan 300 mainan?!" "Anggap saja aku merapel semua hadiah itu setelah 2 tahunan ini aku tak bertemu dengannya. Kau lupa kalau aku baru saja keluar dari penjara terkutuk itu? Tentu saja selama ini aku merindukan putra kita." Dalam sekali bertindak, lagi-lagi Zulfa menginjak kaki Marcello yang sejak tadi berada di sebelahnya. Bukannya kesakitan, Marcello malah menyukainya seolah-olah sudah terbiasa dengan semua sikap amarah wanita itu. "Sekali lagi kau menganggap Rafa adalah putra kita. Aku pastikan kau tidak akan pernah bertemu lagi dengannya!" "Kenapa kau jadi sensitif sekali? Tidak masalah, aku bisa memohon pada Adelard. Kalau perlu aku mencuci kedua kakinya." "Aku bukannya sensitif atau apa! Aku hanya risih dengan ucapanmu mengenai Rafa seolah-olah dia putramu! Jika kau bertemu dengan anak lain di luar sana yang mirip dengan Rafa, apakah kau sama gilanya akan menyebutnya putramu juga?!" "Dengar... " Tiba-tiba Marcello menarik keras tas slempang bayi yang berada di lengan Zulfa hingga tanpa sengaja membuat wanita jutek itu bersentuhan langsung dengan lengan Marcello. Ntah apa yang terjadi, Zulfa merasakan hawa yang aneh dalam dirinya begitu lengannya tanpa sengaja mengenai lengan berotot Marcello. Seperti sensasi yang mendebarkan.. "Aku memang banyak berkencan dengan wanita di luar sana. Tapi aku selalu memakai pengaman. Terkecuali dirimu. Aku masih ingat dengan jelas saat itu aku benar-benar ingin merasakan dirimu karena aku memiliki perasaan padamu, sehingga aku selalu berpikir bahwa ada kemungkinan kau bisa hamil anakku." Marcello sedikit memelankan suaranya. Ia pun kembali menjaga jarak dengan Zulfa. Tatapannya beralih ke Rafa. "Dan aku mencurigai kalau anak ini adalah anak kita yang sempat kau ancam akan membunuhnya. Kau pikir aku lupa dengan semua ancaman mu 2 tahun yang lalu?" Wajah Zulfa sudah memerah karena emosinya akan meledak sebentar lagi! Zulfa sudah ingin melawan ucapan Marcello kalau saja petugas kasir tidak berbicara pada Marcello. "Maaf Pak, bisa kami pinjam kartu debitnya?" Marcello segera mengeluarkan dompetnya. Zulfa langsung melongo begitu tanpa sengaja melihat fotonya berukuran kecil berada di dalam dompet Marcello. Fix, Marcello benar-benar sudah tidak waras! Bisa-bisanya dia menyimpan fotonya tanpa izin?! "Ini, total saja semuanya." "Baik.." Marcello dan Zulfa memilih diam satu sama lain hingga akhirnya masalah pun terjadi. "Maaf Pak, kartu anda tidak bisa kami gunakan?" "Apa maksudmu?" "Saldo tidak dapat kami gunakan." "Coba lagi." Marcello mulai merasa heran. Bisa-bisanya saldo tidak dapat di gunakan sementara 30 menit yang lalu ia baru saja menggunakan kartu tersebut bersama Zulfa dan Rafa? "Maaf Pak, ini sudah kami lakukan. Tetap tidak bisa." Akhirnya Marcello mengeluarkan kartunya yang lain. Ada 5 black card yang ia punya. Sementara antrian di belakang jadi bertambah panjang. Marcello semakin was-was, begitupun dengan Zulfa. "Maaf Pak, semua kartu anda gagal." "Apa?!" "Tuh akibat sombongnya kayak langit! Sok-sokan mau beliin mainan tenyata saldonya limit! Si paling hebat!" Zulfa tersenyum sinis. Hingga membuat Marcello menatap Zulfa dengan pandangan datar. "Pinjam uangmu dulu. Nanti aku ganti." "Dih! Ogah! Jualan butik lagi sepi, ya kali aku harus ngeluarin budget sampai 15 juta!" "Tapi ini darurat! Sudah tidak bisa di batalkan!" "Ya bodoamat!" "Ada apa ini?" Tiba-tiba seorang pria berwajah tampan dan berparas kharimatik muncul di antara mereka. Terlihat sekali pria ini seorang pekerjaan keras dan mapan. Pria itu akhirnya bertanya langsung pada karyawan kasir tersebut, setelah mengetahui masalahnya. Ia hanya tersenyum maklum. "Pakai kartu saya aja. Saya yang akan membayar semuanya." Zulfa sampai melongo terkejut. Tiba-tiba Marcello menendang pelan kaki Zulfa. "Kenapa kau melirik ke arahnya seolah-olah bola matamu hampir jatuh ke lantai?! Awas saja kalau kau sampai terkesima pada pandangan pertama! Aku akan mencongkel matamu!" "Congkel aja kalau bisa! Emangnya kalau habis nyongkel mataku, black card mu masih bisa kembali seperti semula apa?!" "Kau-" Zulfa langsung pergi dan mendekati pria tampan itu. Bahkan mengabaikan Marcello yang belum selesai berbicara. "Maaf, Pak. Anda tidak perlu Repot-repot menyelesaikan semua masalah ini. Saya jadi merasa bersalah." "Ah, tidak perlu merasa seperti itu. Yang bermasalah itu pria di sebelahmu tadi. Siapa dia? Suamimu atau temanmu?" "Suami!" "Teman!" Jawab Zulfa dan Marcello secara bersamaan. Pria itu menatap Zulfa dan Marcello secara bergantian. Lalu tatapan nya langsung beralih ke jari tangan Zulfa yang masih polos. Tentu saja ia yakin kalau wanita itu pasti belum menikah. Tidak ada cincin pernikahan yang tersemat disana. Begitupun dengan jari Marcello. Akhirnya, pria itu menatap Zulfa dengan senyuman ramah. "Tentu saja aku lebih percaya padamu ketimbang pria miskin ini.." Marcello langsung emosi. Bisa-bisanya ia di sebut pria miskin! "Kau!-" "Ini kartu namaku. Kalau kau berniat baik ingin mengganti semua uangku, aku akan mempersilahkannya. Jika tidak, aku juga tidak masalah. Uangku masih banyak.." Zulfa ingin meraih kartu nama itu, tapi tindakan Marcello lebih cepat untuk merampas kartu nama tadi dengan mukanya yang merah padam. "Tentu saja aku akan membayarnya! 15 juta adalah uang remeh temeh yang biasa aku gunakan untuk bersenang-senang, terutama bersama putra Kami.." Marcello tersenyum angkuh. Sementara pria tampan tadi hanya menimpalinya dengan sesantai mungkin. "Rafa!" Tiba-tiba Nafisah datang dengan sosok Adelard yang ada di belakangnya. Adelard berjalan dengan langkah santai sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket kulit hitam yang ia pakai. "Zulfa aku benar-benar mengkhawatirkan kalian! Kenapa ponsel kamu tidak aktip? Kalian baik-baik saja, kan? Kenapa kau membawa Rafa tanpa seizinku? Rafa, sini, ayo sama Mama..." Alih-alih menunggu respon dari Zulfa, Nafisah lebih perduli untuk segera mengambil alih gendongan Rafa dari Zulfa. Zulfa pun akhirnya mengalah. Ia melepaskan gendongan Rafa dan menyerahkannya pada Nafisah. Rafa terlihat mengantuk, sementara pandangan Adelard tetap datar melihat semua itu. "Maaf, aku pikir wanita ini Ibunya.. " sela pria tampan tadi tiba-tiba. Pandangan Nafisah langsung beralih ke arah pria itu dan tersenyum ramah. "Maaf, dia bukan Ibunya. Dia hanya Tante dari anak ini. Kami permisi dulu.. " Nafisah pun membalikkan badannya dan pergi, sementara Adelard pun masih menatap ketiganya dengan ekspresi wajah yang sulit di artikan. Setelah Nafisah dan Adelard pergi, pria tampan itu akhirnya memperkenalkan dirinya. "Perkenalkan, saya Kevin. Salam kenal." Zulfa langsung menangkupkan kedua tangannya didepan d**a. "Saya Zulfa. Maaf saya harus pergi, permisi.." Setelah Zulfa pergi, Marcello menatap Kevin dengan pandangan permusuhan! "Aku akan membayar uang itu, tapi jangan coba-coba kau mendekati milikku apalagi menyentuhnya!" "Kau ini sudah miskin masih saja bersikap sombong? Kau pikir aku takut dengan orang lemah sepertimu?" **** Akhirnya Marcello punya saingan? Adelard masih bungkam sama Nafisah sampai sekarang, ntah sampai kapan.. ? Makasih ya udah baca. Lanjutan Chapter 11 Insya Allah hari sabtu❤ Sehat selalu, With Love Lia✨ Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN