Hebatnya, selama hampir 2 jam lamanya penyiksaan yang bagaikan neraka itu berhasil juga dilalui oleh Casilda, dia masih saja bisa bertahan dan tidak pingsan.
Air dingin yang mengguyur tubuhnya membuat Casilda mendapat kesadaran baru. Sayangnya, suhu tubuhnya semakin naik tidak terkendali, sudah bisa sampai ke taraf akan membakar otak seseorang.
Napasnya sudah seperti bara api, membuatnya sangat, sangat pusing dan berkunang-kunang, kepalanya seperti batu besar yang siap jatuh ke lantai dan pecah.
Casilda sudah berusaha sebaik mungkin meladeni mereka dan tidak mengeluh seperti sebelumnya: menari seperti orang bodoh, makan makanan tidak layak sampai perutnya mau meledak kekenyangan, minum dari genangan air di lantai, dan dipermainkan dengan permainan tangkap ayam sambil berguling dan merangkak secara bergiliran dari satu tamu ke tamu lainnya, tentunya sambil ditendang beberapa kali dengan begitu hina.
Setiap mendapat tendangan dan jatuh menyedihkan, di kursi tingginya, sebuah senyum menyeringai jahat bertahan di bibir indah Arkan, tapi entah kenapa... ada yang terasa ganjil di hatinya, dan muncul gelenyar aneh meliuk di kedua bola matanya melihat Casilda diperlakukan rendah seperti sampah di depannya.
Namun, karena pria ini tidak memahami apa yang mengusik hatinya itu, malah hatinya jadi sangat gusar tak nyaman, dan itu membuatnya semakin menjadi-jadi saja penyiksaan yang diberikan kepada sang wanita.
Berharap membuat hatinya merasa lega....
Seperti itu kira-kira yang dipikirnya.
“Apa hanya seperti itu balas dendam kalian kwpadanya? Heh, bercanda, ya?” sindir Arkan pelan sedingin es melalui mic, suaranya dalam dan berat, berpose duduk miring yang santai dengan bertopang dagu, terlihat kecewa dan seolah tidak senang dengan apa yang didapatinya. Sorot matanya sangat malas dan tidak ada rasa tertarik sedikit pun.
Aslinya, dalam hati pria ini, batinnya sedang berperang hebat.
Ini tidak sesuai sesuai harapannya!
Kenapa jadi sangat menjengkelkan begini?
Apakah semua ini masih kurang?
Kata-katanya kemudian berlanjut, sinis dan meremehkan. Pembawaan tenang tubuhnya masih tetap dijaga.
“Anak kecil saja lebih kreatif daripada kalian. Aku membuang uang tidak sedikit demi hari ini untuk kalian semua. Apa hanya seperti ini kalian menikmati pesta yang aku siapkan? Heh, sungguh sangat mengecewakan melihatnya... membuatku malu.”
“Benar apa kata Tuan Arkan! Apa tidak ada yang lebih menarik daripada ini? Ayo, ingat semua perlakuan kasarnya kepada kalian di masa lalu! Kapan lagi bisa membalasnya seperti ini?!”
Suara balasan dari seorang pria yang berteriak itu membuat para tamu lainnya mulai bergemuruh keras, mereka mulai berbicara satu sama lain mengeluarkan ide gila masing-masing.
Casilda baru saja selesai merangkak mengambil potongan tulang ayam terakhir dari kaki seorang tamu pria, dan akhirnya terengah lelah duduk di tengah ruangan, kembali pada posisi yang sudah ditetapkan untuknya di bawah sorot lampu khusus.
Tubuhnya sangat letih, tenggelam dalam benda pengap yang dikenakannya.
Dadanya naik-turun menghirup udara yang mencoba diraihnya dari balik kepala kostum tersebut.
Lehernya seperti tercekik!
Bertahan. Aku harus bertahan. Pesta ini pasti tidak akan berlangsung sampai pagi, kan? Palingan hanya sampai tengah malam. Pasti tidak lama lagi akan berakhir, tekad Casilda dalam hati, menelan salivanya kuat-kuat. Kesabaran dipaksa masuk ke dalam dirinya.
Di lidah wanita ini sudah tercecap rasa tidak enak, bau keringat dan muntah membuat perutnya terus mual, tapi menahan diri sekuat mungkin untuk tidak muntah dengan mengatur pola pernapasannya menjadi pendek-pendek.
Terakhir kali dirinya muntah, seseorang menyuruhnya untuk memakan kembali muntahannya sendiri. Tapi, untungnya Arkan malah memerintahkan seorang pelayan untuk menyiramnya dengan air dingin sekali lagi dengan alasan agar dia lebih segar menjalani tugasnya, lalu muncullah 2 pelayan yang seketika itu membersihkan lantai demi kenyamanan para tamu, sehingga yang berbau busuk dan kotor di ruangan mewah dan elit itu hanya dirinyalah satu-satunya, Ratu Casilda Wijaya. Sangat berbanding terbalik dengan namanya yang indah dan tinggi.
Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika saja harus memakan muntahannya sendiri saat itu.
Dari semula yang dianggap ratu tercantik, dan dipuja oleh banyak pria dan sumber kecemburuan para wanita di masa lalu, kini malah berakhir menjadi ratu yang penuh hina dina dan sangat dibenci oleh semua orang di ruangan tersebut.
Tubuh Casilda sudah sangat bau tidak karuan, dan basah oleh berbagai macam benda yang dilemparkan padanya. Masih syukur dia sudah tidak mau muntah lagi, meski perutnya terus bergolak aneh.
Arkan turun dengan gaya elegan dan angkuh dari singgasananya, berjalan mendekati Casilda yang terduduk menyedihkan di lantai. Mata dingin dan kejam pria ini melirik pelan pada punggung kostum babi di depannya.
Kostum itu sangat bau, ini membuat Arkan mengernyitkan hidung saat melewatinya.
Hatinya langsung jengkel bagaikan dihempaskan ke tanah.
Kenapa ini tidak memuaskan hatinya?
Kenapa dadanya terasa sangat panas seolah ingin meledak?
Di dalam kepala kostum pengap itu, anak-anak rambut menempel lepek di kedua sisi wajah Casilda, bibirnya menjadi pucat, mata mengerjap-ngerjap lelah.
Kedua tangan Casilda mengepal gemetar di lantai menahan berat tubuhnya.
Sampai kapan dia bisa bertahan di tempat mengerikan ini?
Dia tidak akan mati karena malam konyol ini, kan?
Casilda sudah mulai harap-harap cemas.
Pikirannya menjadi berat dan mengabur.
“Para hadirin sekalian! Ayo, berikan tepuk tangan meriah kalian kepada tamu penting kita! Dia sudah sangat total melakukan semuanya sejauh ini! Sungguh luar biasa, bukan? Dia bersedia melakukan apa pun demi mendapatkan uang yang banyak, jadi jangan sungkan! Nikmati saja pesta istimewa ini! Puaskan dendam kalian! Karena aku, tentu saja memahami perasaan kalian semua!”
Arkan berpidato lantang dan kuat di mic layaknya seorang pembawa acara profesional yang kharismatik.
Suara gelak tawa menghina dan tepukan tangan kagum menyatu dalam pesta mewah menjijikkan itu.
“Apa kalian puas sampai tahap ini?” lanjut Arkan, suara sangat menawan dan merdu, satu tangan terentang ke arah Casilda di sampingnya dengan gerakan anggun, membuatnya seperti hewan persembahan yang dipertontonkan dengan sengaja.
“Kami ingin lebih! Berikan kami pertunjukan yang lebih menarik daripada ini!” teriak seorang pria entah dari arah mana, terdengar sangat antusias dan menggebu-gebu.
Wanita berkostum di ruangan itu tidak ingin mendengar apa pun perbincangan buruk mereka, ingin menjalani semuanya dengan cepat, memutuskan menjadi buta dan tuli, terus meyakini dirinya untuk pura-pura saja semua ini hanya mimpi buruk yang harus dilaluinya demi sang adik tercinta.
“Bagaimana kalau kita menyuruhnya merangkak mengelilingi ruangan?! Kemudian dia mengeluarkan suara khas hewan yang dipakainya sambil menggoyangkan p****t besarnya itu?!”
Tubuh Casilda menegang, tidak sanggup mengangkat kepala dari lantai. Sangat malu mendengarnya.
Dia harus apa?
Dalam hati tertawa dingin mendengar ide buruk mereka selanjutnya.
Mau pura-pura tidak dengar pun, sama sekali tidak mempan.
Hatinya langsung tenggelam perih, wajah menggelap pucat.
Apa isi otak mereka, sih? Apa isi hati mereka juga? Pasir? Racun? Atau sampah?
Mereka ini! Sungguh lebih buruk daripada dirinya di masa lalu!
Seketika semua orang setuju mendengar ide barusan yang dianggap oleh mereka sangat seru dari seorang wanita yang berdiri di dekat Casilda.
Mata tamu wanita si pemberi ide ini, terlihat sangat merah dalam balutan gaun kuning ketat berkilaunya, menatap Casilda dengan sangat jijik dan benci ingin membunuhnya.
Topeng yang dikenakannya menyerupai sebuah burung pelikan putih dan berbulu pada tepiannya, hingga warna merah matanya benar-benar sangat kentara untuk dilihat.
Kedua tangannya mengepal gemetar setinggi pinggang, geram saat mengingat masa lalu yang dulu pernah membuatnya harus jalan katak kepada pria yang disukainya, lalu menyatakan isi hatinya di depan kelas pria itu.
Arkan mendekati sang tamu ini, bertanya dengan nada angkuh bak reporter acara gosip.
"Apa kamu sangat dendam kepadanya?”
Sang aktor menyodorkan mic, dijawab dengan cepat oleh tamu itu dengan wajah merona malu-malu di balik topeng, karena didekati oleh Arkan tanpa disangkanya.
Tamu wanita ini pun mulai bersikap sok manis yang lemah dengan menggigit gigi gemetar, sedikit ada gaya manja dari bahasa tubuhnya seolah meminta agar Arkan melindunginya dari Casilda yang aslinya tak berdaya, “tentu saja, Tuan Arkan. Sangat, sangat dendam! Dia sudah membuat saya seperti orang bodoh di depan pria yang saya sukai. Gara-gara dia, saya harus menanggung malu di hadapan semua teman kelas pria itu, dan terpaksa pindah sekolah karenanya. Bukankah dia sangat keterlaluan?”
Wanita itu terisak palsu, melanjutkan, “apa salah saya yang mencintai seseorang dengan tulus, malah disuruh berbuat seperti itu?”
Wanita ini, di balik topengnya, membuat mimik kasihan dan mata sengaja dikerjap-kerjapkan menyedihkan.
Arkan beringsut lebih dekat kepadanya, membuat hati sang tamu wanita melonjak gembira, merasa sedikit istimewa karena sudah merasa terpilih oleh sang aktor.
“Bagaimana bisa dia sampai melakukan hal itu kepadamu?” tanya Arkan dengan tatapan pura-pura penasaran, nada suara prihatin, dan juga terlihat kasihan dari sorot matanya. Tapi, sebenarnya hanya mendramatisir agar terkesan si wanita adalah korban yang sangat parah dan perlu dibela guna membenarkan semua tindakan kejam mereka pada Casilda.
Wanita itu menjawab dengan nada manja dibuat-buat, pose marahnya sedikit mencoba dibuat elegan dan imut, berjalan mendekat ke arah sang pemilik pesta, hendak mengambil kesempatan melakukan sentuhan pada tubuh sang aktor, tapi berhenti dengan hati kecewa karena Arkan malah langsung berputar, berjalan ke arah Casilda, menaikkan satu kakinya di atas sebelah bahu wanita berkepang satu itu. Ditekan super kuat penuh kebencian.
SAKIT! rintih Casilda tiba-tiba dalam hati.
Wanita berkostum itu menggeram menahan rasa sakit yang menampar tulangnya, sudah mulai tidak tahan terhadap perlakuan menghina dan kekerasan dari Arkan sang Top Star.