“APA MAKSUD KALIAN TIDAK BISA MENEMUKANNYA?!”
Arkan Quinn Ezra Yamazaki berteriak murka melalui sambungan telepon. Matanya membesar mengerikan, dan melotot merah bagaikan ditumpahi oleh darah. Tangan kiri mengepal hingga urat-uratnya menonjol hebat.
Sudah beberapa hari aktor tampan kita ini tidak bisa menemukan istrinya yang kabur menggunakan pakaian mahalnya sebagai tali darurat menuruni pagar lantai dua, dan sampai sekarang sama sekali tidak ada perkembangan memuaskan dari para detektif yang disewanya.
Wanita gendut berpipi bakpao itu seolah-olah hilang ditelan oleh bumi. Bahkan, sang aktor sendiri datang secara khusus keesokan harinya ke rumah sakit di mana adik istrinya dirawat hanya untuk menangkapnya, tapi keluarga Casilda tampaknya sama sekali tidak tahu soal kaburnya putri mereka.
Malahan, dengan cerdiknya Casilda berkata kalau dia mendapat pekerjaan lain di luar kota yang tidak sempat diberitahukan kepada Arkan karena sangat mendesak. Mau tidak mau, Casilda baru bisa menjelaskan hal itu setelah pulang ke rumah.
Arkan sang Top Star melihat sendiri pesan yang tertera di ponsel ibu Casilda, dan nyaris saja membanting ponsel itu saking emosinya membaca kata demi kata dari pesan istri liarnya tersebut.
Tentu saja dia tidak percaya Casilda akan kembali dengan begitu mudah, maka detik dia pulang dari rumah sakit langsung menghubungi tim detektif kenalannya, tapi semuanya sia-sia belaka.
Pagi Minggu ini menjadi pagi yang sangat mencekam di mansion sang aktor. Sama sekali tidak ada yang berani mendekati Arkan, atau pun menguping pembicaraannya di lantai dua yang sudah penuh dengan suara benda-benda yang dihancurkan tidak karuan.
Hanya Tuhan yang tahu apa yang sedang terjadi di atas sana.
Sementara aktor tampan kita masih saja marah-marah sampai wajahnya memerah bagaikan cabai pedas mendidih, di tempat lain, di sebuah tempat syuting di sebuah kawasan elit ibukota, Ratu Casilda Wijaya sibuk mengipasi seorang pria tampan dan sangat arogan. Tidak beda jauh dengan Arkan sang Top Star.
“Lebih cepat sedikit kipasnya! Kamu ini seperti tidak diberi makan saja!” protes pria yang tengah duduk di sebuah kursi khusus, melirik kepada Casilda yang menunduk sangat patuh sembari menaikkan kecepatan mengipasnya.
Sang pria sendiri tengah bertopang dagu seraya menatap kesal kepada beberapa kru yang sibuk mempersiapkan set untuk syuting berikutnya.
“Tuan Julian, apakah Anda tidak mau memakai kipas angin portable? Saya rasa itu jauh lebih baik, bukan?” saran Casilda dengan nada suara hati-hati, menatap pria yang tengah memakai kemeja putih panjang dan celana hitam ala karyawan kantoran muda dan elit.
Julian Ganomeda Galaxy memainkan tangan kanannya memanggil Casilda untuk mendekat.
Wanita berkacamata tebal dan rambut diikat satu dalam balutan rajut merah lengan panjang bergaris-garis hitam itu segera mendekat, tangan masih mengipas dengan rajinnya.
“A-ada apa, Tuan Julian?” tanya Casilda penasaran.
Dengan kasarnya, Julian meraih kerah baju Casilda hingga hampir membuatnya jatuh ke atas tubuh sang Superstar, menyindir Casilda dengan nada sinis dan mata menyipit tajam, “kamu sudah tahu ada kipas portable sejak tadi, kenapa malah mengipasku seperti babi yang kurang makan, hah? Kamu mau membuat riasanku luntur? Sengaja melakukannya agar dekat-dekat lebih lama denganku? Sungguh mengherankan Renata menjadikanmu sebagai manager sementaraku. Dasar tidak becus!”
Casilda hanya bisa menundukkan kepalanya, mulut terkunci. Tangan terus mengipasi sang Superstar.
Arkan dan Julian benar-benar pria yang mirip satu sama lain, persis yang dijelaskan oleh Renata sebelum memulai kerjanya sebagai manager baru pria di depannya ini.
Selama dia kabur dari Arkan, lebih tepatnya sedang mencari uang dan kebebasannya untuk membayar hutang-hutangnya, Casilda menghubungi Renata dan meminta bantuannya. Dia memohon kepada wanita berambut pendek itu dengan sedikit kebenaran yang dipelintir tentang alasannya menjadi asisten Arkan selama ini, dan agar bisa menyembunyikan keberadaannya selama beberapa saat.
Tentu saja alasan utamanya ingin menjadi manager seorang bintang top, karena gaji mereka yang luar biasa. Selain ingin menjernihkan dan menenangkan otaknya dari semua kelakuan sialan suami aktornya itu bersama dengan para wanitanya di luar sana.
Sayangnya, menjadi manager bintang top di agensi tersebut ternyata sangatlah menguras jiwa dan raga.
“Kenapa masih berdiri di situ? Cepat ambil kipas portablenya! Dasar lamban!” bentak Julian marah, mendorong tubuh Casilda hingga jatuh ke lantai.
“Ba-baiklah, Tuan Julian!”
Casilda buru-buru ke mobil sang Superstar, menghela napas begitu duduk sejenak menjeda ketegangan yang mulai sejak tadi pagi.
Jika dinilai tingkat kekejamannya, Arkan lebih parah ketimbang Julian. Tidak heran Renata ingin menjadikannya sebagai manager sang Superstar, alias lebih tepatnya manager sekaligus asisten pribadinya.
Setidaknya Julian sedikit lebih manusiawi memperlakukannya, meski mulutnya mungkin setara dengan Arkan sang Top Star.
“Kipas yang benar!” bentak Julian begitu Casilda sudah kembali dari mobil, berdiri beberapa meter dengan sengaja agar membuat sang superstar merasa nyaman terhadap kehadirannya.
Julian Ganomeda Galaxy mengeryitkan kening, melirik kesal kepada Casilda yang baru saja beberapa hari ini menjadi managernya, tapi begitu patuh dan pekerja keras seolah tahan banting terbuat dari baja kualitas nomor satu. Tidak heran dia menjadi kandidat Renata sebagai manager barunya tahun ini.
Di agensi mereka, yang paling parah dihadapi adalah Arkan sang Top Star, baru nomor dua adalah dirinya. Mereka berdua bersaing dalam banyak hal, dan tidak lepas dari masalah manager juga. Hanya saja, Julian kadang masih menolerir beberapa orang sehingga tidak begitu cepat mengganti managernya. Tidak seperti Arkan yang tidak genap sebulan, sudah bisa ganti orang sebanyak tiga kali.
Arkan dan Julian adalah bintang paling top di agensi mereka. Pengaruh Arkan sebagai seorang bintang terbilang sangat hebat sampai bisa membuat semua orang tunduk kepadanya. Tidak peduli dia adalah sutradara ternama, atau pun investor pemain lama di dunia entertainment. Semuanya akan mendengarkan perkataannya, misalnya mogok kerja karena alasan tertentu seperti di studio foto beberapa saat lalu.
Berbeda dengan Julian, sang Superstar itu masih belum bisa menundukkan dan membuat managernya gigit jari. Apalagi yang lain. Levelnya dan Arkan masih beda jauh meski mereka sama-sama terlihat begitu bersinar di ranking paling atas di industri hiburan.
“Kenapa kamu berdiri sejauh itu, Gendut?” tanya Julian jengkel, menoleh ke arah casilda dengan gaya yang angkuh dan begitu sombong. Kening bertaut tajam.
Ratu Casilda Wijaya tersenyum kikuk.
'Wow... sungguh hebat kemiripan kedua orang ini. Bagaimana bisa dalam satu agensi ada dua iblis seperti mereka? Sungguh mengherankan agensi itu tidak berubah menjadi neraka,' batin Casilda dengan rasa takjub melihat sifat Arkan dan Julian yang bagaikan kembar yang terpisah jauh.
“Bukankan Tuan Julian tidak suka saya dekat-dekat? Makanya saya menjauh seperti ini. Apakah saya perlu mendekat agar anginnya lebih terasa?” balas Casilda polos, menggerakkan dua kipas angin portable di kedua tangannya semakin ke depan sang pria.
“Bodoh!”
Julian tampak salah tingkah diam-diam. Kedua pipinya merona kecil melihat keluguan dan kepolosan Casildanya yang mirip boneka menggemaskan.
Sebenarnya, dia suka melihat Casilda sejak awal bertemu. Menurutnya, wanita berpipi bakpao itu sangat imut, bahkan hampir melompat dan memeluknya ketika muncul dari balik pintu dalam balutan pakaiannya longgarnya. Belum lagi tatapan bodohnya dengan kacamata tebalnya itu.
Sang Superstar kita ini, agak kesal juga karena merasa terpengaruh oleh wanita di bawah standar seperti itu, maka dia pun segera menegaskan ekspresinya penuh kemarahan.
“Tidak perlu! Kamu tetap di situ! Sebagai manager dan asisten, sudah seharusnya menjaga suasana hatiku agar tidak semakin buruk saja. Apa kamu hanya bisa diperintah terus? Tidak bisa berinisiatif sendiri? Hibur aku atau lakukan sesuatu?”
Casilda tidak mengerti apa mau pria di kursi khusus di depannya ini, mata mendatar malas. Kalau bukan demi gaji puluhan juta, dia sudah pasti melawannya seperti Arkan.
Wajah wanita ini perlahan berubah sedikit sendu, memikirkan adegan terakhir kali yang dilihatnya ketika meninggalkan mansion beberapa hari lalu.
Memangnya kenapa kalau Arkan dan Lisa ciuman?
Dia ini memang istri sahnya, tapi hanya status semata. Itu pun tidak jelas, dan tidak diakui oleh negara.
Walaupun dia kabur dengan hati dingin dan tak peduli, saat ingatan itu berputar dengan sendirinya, hati Casilda bagaikan ditusuk oleh jarum tak terlihat.
Casilda yang sedang melamun memikirkan Arkan sang suami, sama sekali tidak sadar kalau Julian tengah menatapnya secara terang-terangan.
'Wanita gendut ini sungguh luar biasa. Dia ini sedang akting atau memang tidak terpengaruh dengan pesonaku?' batin Julian heran, mulai paham alasan lain kenapa Renata menjadikannya sebagai managernya.
Casilda cukup lama melamun, dan tidak sadar kalau pria tampan di depannya terus menatapnya hingga orang-orang yang ada di lokasi syuting itu mengira keduanya sedang lomba adu tatap mata.
“Kamu sedang apa, Julian?” tegur sebuah suara dingin, dalam dan berwibawa, setengah tertawa melihat sang Superstar tengah menatap wanita gendut yang berdiri tepat di depannya, tapi jaraknya cukup mengindikasikan kalau keduanya tidak begitu akrab.
“Oh, Kak Ethan?”
Casilda yang menaikkan sebelah alisnya menyadari suara yang agak familiar, dan mendengar nama ‘Ethan’ keluar dari mulut Julian, segera membeku kaget. Mata membesar detik berikutnya.
Tidak mungkin!
Tidak mungkin dia adalah Ethan yang itu!
“Siapa dia? Manager atau asisten barumu?” tanya pria bernama Ethan lagi, dingin dan sangat hati-hati, begitu dewasa dan berkarisma. Sebuah gaya bicara yang khas.
Julian segera bangkit dari kursinya, mendorong kasar Casilda dari hadapannya hingga sang wanita menundukkan kepalanya sopan. Sang Superstar buru-buru menghampiri dua orang yang berjalan mendekat, tersenyum lebar dengan tawa senangnya.
“Kak Ethan sedang apa di sini? Siapa dia? Pacar baru, ya?” goda Julian dengan pembawaan santai, melirik senang kepada seorang wanita bergaun hijau tua yang tengah menggandeng tangan kiri Ethan.
“Jangan sembarangan. Tidak boleh berlaku tidak sopan seperti itu. Dia ini adalah rekan bisnisku. Kebetulan kami akan menghadiri sebuah acara yang sama di sekitar sini, makanya datang berdua sebagai pasangan untuk mengunjungimu sebentar.”
“Oh, begitu. Aku kira Presdir Ethan yang sudah lama menjomblo akhirnya menemukan pasangan sejatinya. Ternyata lagi-lagi hanya main dengan banyak wanita. Jangan seperti itu, Kak. Tidak baik. Cukup satu playboy yang aku kenal dan sangat meresahkan semua orang di negeri ini,” sindir Julian dengan pembawaan santai dan sangat akrab.
“Halo, perkenalkan, saya adalah Julian Ganomeda Galaxy. Sepupu super jauh tapi sangat-sangat dekat dari Ethan Aldemir Raidern. Salam kenal,” lanjutnya dengan wajah penuh senyum.
Sang Superstar tampan kita ini menjulurkan tangan dengan sopan kepada wanita di samping Ethan, disambut dengan sangat baik dan ramah.
“Siapa yang tidak mengenal sang Superstar Julian? Pria tampan dengan suara emasnya yang langka. Sungguh kehormatan bisa bertemu secara langsung seperti ini. Nama saya adalah Jasmin Aquina Salim. Boleh panggil Jasmin atau Aquina. Keduanya tidak masalah. Saya juga adalah penggemar Anda selama ini.”
Casilda yang kini bagaikan disambar petir setelah yakin itu adalah sang mantan pacar, tidak berani menoleh ke arah pendatang baru tersebut. Untungnya, tubuh tinggi dan besar dari sang Superstar menutupi sosok Casilda di belakang, menjauhkannya dari pandangan kedua orang itu.
“Terima kasih. Saya yang merasa terhormat bisa mendapat penggemar secantik Anda. Sepertinya, Anda adalah wanita yang sangat luar biasa. Kenalan Presdi Ethan, semuanya pastilah orang hebat. Saya jadi malu sendiri,” ucap Julian yang mulai bermulut manis, terkekeh seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Ethan yang sejak tadi penasaran dengan sosok yang bersama Julian, mencuri pandang melalui lirikannya. Keningnya mengencang hebat.
Gara-gara kejadian di lift dulu, pria dingin dan dewasa ini mengira dirinya mulai dihantui oleh sosok Casilda di mana-mana.
Setiap melihat wanita bertubuh gemuk, selalu dikiranya adalah cinta pertamanya di masa lalu.
Ethan merasa sangat putus asa.
Sejak dia menaruh kecurigaan kepada sang kurir pengantar ayam krispi, hampir setiap hari dia sengaja lewat dan berhenti sejenak di depan kedai tersebut hanya untuk diam-diam melihat dan mengamati sosoknya dari jauh. Sayangnya, wanita gendut yang selalu ditunggunya tidak pernah terlihat sekali pun.
Dia bahkan sudah menyuruh Jimmy untuk memeriksa semua kedai frenchise ayam krispi tersebut yang memiliki pekerja bertubuh gemuk, tapi hasilnya tidak sesuai harapan.
Dia sama sekali tidak bisa menemukan wanita itu lagi.
Apakah dulu dia hanya kelelahan dan berhalusinasi gara-gara terlalu rindu kepadanya?
“Julian, siapa dia? Kenapa tidak memperkenalkannya kepada kami?” tanya Ethan dengan gaya dingin santainya, kepala dimiringkan dengan raut wajah penasaran ke arah punggung Casilda.
Kedua alis sang Superstar naik dengan agak terkejut, baru sadar melupakan kehadiran manager barunya.
“Oh... dia? Seperti tebakan Kak Ethan barusan, dia memang adalah manager sekaligus asisten baruku,” jelas Julian santai, lalu berbalik dalam mode dingin dan angkuh. “Hei, Gendut! Kamu sedang apa di situ? Cepat ke mari! Beri salam kepada investor utama kita!”
Punggung Casilda membeku seketika!