Bab 4 Aku bukan Pencuri!

1343 Kata
“Hei! Aku tanya, sedang apa kamu di kamar ini?” Itu adalah suara pria yang begitu angkuh dan dingin. Hati Casilda bergetar lemah, nyalinya ciut. Semakin Casilda berkeringat dingin, semakin jantungnya menjadi gelisah tak karuan. Tanpa menjawab apa-apa, dia pun merangkak lebih cepat menuju pintu utama kamar, berniat kabur dengan peruntungan yang dimilikinya. “Sial!” rutuk sang pria, berbalik melihat Casilda yang merangkak terburu-buru menghindarinya. “Tidak! Tidak! Aku bukan pencuri!” bisiknya panik pada diri sendiri, menatap pintu masuk kamar di depannya, bersiap-siap untuk bangkit melarikan diri dari ruangan itu. Tiba-tiba, tangan besar nan indah milik Arkan sang aktor meraih cepat belakang kerah sang wanita. “Aku bukan pencuri! Aku bukan pencuri! Aku hanya ingin mengambil ayam krispi dari si preman itu! Lepaskan aku! Lepaskan aku!” rontanya ketika dengan mudahnya Arkan menariknya ke belakang, membuat lehernya sedikit tercekik oleh kerah bajunya sendiri. Kedua tangan Casilda menggapai-gapai di udara, mata terpejam kuat. Sangan panik! “Ayam krispi? Preman itu?” ulang Arkan dengan suara sehalus sutra, tapi terdengar kesal dan curiga. Casilda yang semakin panik, tak sempat memperhatikan suara indah itu. Yang ada dalam pikirannya adalah dirinya yang akan masuk ke dalam penjara dengan alasan ayam krispi. Sungguh terasa konyol dan tidak masuk akal! “Sumpah! Demi Tuhan! Aku bukan pencuri! Tolong lepaskan aku dulu!” Casilda menggeliat, berusaha melepas cengkeraman bagian belakang kerah bajunya, kesulitan melihat si pemilik tangan yang telah menangkapnya. “Apa kamu adalah anggota baru? Apa kamu tak diajari kalau tak ada yang boleh naik ke lantai dua mansion ini tanpa izin dariku?” suaranya dingin penuh ancaman di belakang kepala sang wanita. Wajah pucat Casilda masih belum membaik. Dia menepuk-nepuk susah payah tangan besar Arkan di belakang lehernya agar segera melepasnya, tapi pria yang bertubuh tinggi dan sehat itu malah semakin menariknya, dan langsung menghempaskan keras tubuh Casilda ke sisi dalam ruangan itu, nyaris terjerembab ke lantai dengan wajah memakai kacamata. “ARGH!” rintihnya ketika bahunya menabrak tepi tempat tidur. Walaupun empuk, tapi tetap saja sakit ketika Arkan melempar tubuhnya tanpa ampun dan sangat kasar. “Apa yang sudah kamu ambil, huh? Mana ponselmu?” selidik sang pria dengan tatapan memicing tajam. 'Gila! Dia bicara apa, sih?' batin Casilda kesal, merasa tidak adil. Perempuan itu memunggungi Arkan yang berjalan mendekat ke arahnya, melirik panik pada patio kaca di sebelah kiri, dan dengan senyum kaku penuh taruhan, dia berusaha melarikan diri melalui pintu yang terhubung ke balkon di luar sana! Terlambat! Sang aktor kembali menangkapnya! “Pencuri memang sangat gigih, ya? Aku akan melaporkanmu kepada bosmu agar masuk dalam daftar hitam di dunia hiburan,” ancam Arkan dengan suara tajam menusuknya, menarik tangan kiri Casilda, menghantamkan keras punggungnya tanpa belas kasihan ke kaca patio. Pintu itu nyaris saja hancur! “ARGH!” teriak Casilda kesakitan, kepalanya terbentur keras pada patio di belakangnya. Mereka berdua bertatapan mata. Casilda syok. Di depannya saat ini berdiri seorang pria tampan dengan rambut hitam mediumnya yang memukau. Tubuh tingginya berbalut jubah mandi putih, menguarkan wangi harum seperti kayu manis dan bunga segar. Kenapa dia baru menyadari wangi harum ini? Pria itu adalah pria yang dilihatnya di lantai satu tadi, sepertinya adalah aktor utama di tempat syuting ini. Hal itu langsung jelas terasa dari auranya yang tak biasa. “Aku tidak pernah melihatmu. Siapa yang merekomendasikanmu bekerja sebagai kru di tempat ini?” geram Arkan dengan mata memicing angkuh. Sarat penuh kecurigaan dan tuduhan. Casilda menelan ludah gugup. Tampan, tapi pembawaannya mematikan dan sangat dingin! Tipe yang sangat dibenci oleh Casilda! “A-aku bukan kru film!” balasnya dengan memberanikan diri, seketika wajahnya merona merah ketika melihat dadanya yang bidang sedikit terekspos dari balik jubah mandinya. “Kalau bukan kru film, bagaimana kamu bisa ada di sini? Mansion ini tidak menerima sembarangan orang. Kamu pikir tempat ini pasar, hah?” keningnya bertaut marah. Casilda memucat panik. Hatinya seolah tenggelam. Dia miskin, jika masuk penjara dan didenda, maka tamat sudah riwayatnya! “Aku dari kedai Ayam Krispi Yummy. Datang ke sini karena ada yang memesannya!” belanya dengan gigi bergemelutukan, tidak berani menatap wajah Arkan yang membuat hatinya tidak karuan. Tidak. Tidak. Bukan kekaguman yang muncul di hatinya seperti para wanita pada umumnya jika melihat pria tampan, melainkan sebuah rasa tak suka yang membuatnya tak nyaman. Casilda tak begitu suka pada pria berwajah indah meski kadang-kadang suka melihatnya juga. Dengan kata lain, dia anti dengan pria berwajah rupawan. Tidak benci, tapi tidak suka saja. Rumit menjelaskannya. Arkan mendongakkan kepalanya angkuh, mata merendah mengamati wajah Casilda yang dimiringkan di depannya. Wajah pria ini dingin dan tak berperasaan. “Aku tidak pernah mendengar nama kedai itu.” “Ada, kok! Aku kerja di sana! Mobilku masih ada di bawah! Tempat ini memesan 50 kotak ayam krispi! Dan kalian juga belum membayarku!” Casilda kontan meluruskan kepalanya, nadi di pelipisnya berdenyut kesal mendengar tempat kerjanya diremehkan. Kalau dipikir-pikir, tidak seharusnya dia merasa takut. Toh, dia tak melakukan kesalahan apa pun, kok, selain tertipu si kucing preman itu! Maka dari itu, Casilda mulai mengumpulkan keberaniannya. Kedua matanya menatap garang ke arah Arkan yang menekan kuat lengan kirinya di pintu kaca. “Lalu, untuk apa kamu naik ke lantai dua jika memang hanya mengantar pesanan itu? Kamu mau menipuku, ya?” Arkan menampilkan seringai jahat tampannya. Sangat menakutkan! “Apa? Aku memang miskin, tapi bukan pencuri atau pun penipu!” sembur Casilda tepat di depan wajah sang pria hingga membuatnya terkejut. Mendapati lawannya melonggarkan cengkeramannya, Casilda segera menarik lepas tangannya. Mendorong tubuh tinggi dan indah itu agar segera menjauh darinya. “KAMU!” bentak Arkan marah. Pria berjubah mandi itu menarik tangan kanan Casilda dan memaksanya saling berhadapan. “Sakit, tahu! Kamu ini psikopat, ya?! Percuma punya wajah tampan dan tubuh keren kalau kamu ternyata aslinya psikopat!” ledek Casilda, menggigit gigi marah. “Apa? Psikopat? Coba kamu ulangi lagi, akan kubuat kamu menyesal telah memfitnahku seperti itu!” ujarnya dengan senyum miring menakutkan. Matanya berkilat temaram seolah akan mencabik-cabik tubuh lawan bicaranya. Casilda menciut, mengkerut lemah dengan kedua bahu naik oleh rasa takut yang menyapu hatinya. Dia tergagap tak tahu harus berkata apa. Mulutnya sungguh tidak bisa dipercaya! Kenapa malah suka keceplosan seolah masih berada di kehidupannya beberapa tahun yang lalu yang penuh kemewahan dan bisa bertindak sesuka hatinya? Casilda lupa bahwa saat ini, dirinya hanyalah perempuan miskin dengan status pendidikan tak selesai kuliah akibat kekurangan dana hingga akhirnya terpaksa kena DO dari pihak kampus. Untuk melihat pria itu dengan jelas, dia harus mendongakkan sedikit kepalanya. Kini tatapan mereka berdua saling terkunci. Kedua bola mata Casilda bergetar kalut, gigi gemetaran. Arkan menatap marah pada perempuan yang bertubuh sedikit gemuk di depannya. Ancamannya sepertinya berhasil membuat perempuan itu gemetar ketakutan. “A-aku bukan pencuri,” ucap Casilda dengan sudut-sudut mata mulai berkabut. Sang pria terkejut kecil, lalu melepas dengkusan meremehkan. “Kamu ingin membuatku tersentuh dengan memasang wajah tak berdosa ini? Apa kamu sudah berkaca, hah? Lihat kedua pipimu yang seperti bakpao mini itu! Apalagi dengan kacamata tebal seperti kutu buku menyedihkan. Rambut kepang satumu saja sangat ketinggalan jaman. Apa otakmu ada yang salah ingin menggodaku dengan cara seperti ini? Dasar kurang modal! Jangan-jangan kamu sebenarnya adalah fans fanatik yang tengah menyamar? Begitu?” Casilda mengeraskan ekspresi wajahnya, menggertakkan gigi marah. “Hei, tuan sombong! Kamu tampan bukan berarti semua orang akan suka kepadamu! Jangan menilai dirimu terlalu tinggi, ya!” “Kamu bawel juga rupanya?” Mereka berdua saling menatap ganas satu sama lain, seolah ada listrik tegangan tinggi yang terpancar dari kedua tatapan mereka masing-masing, saling beradu kuat di udara. “Meong!” seru sang kucing orange yang muncul di lorong menuju bagian utama kamar tidur, ayam krispi jatuh tergeletak di depannya, segera mengelus kaki sang pria bolak-balik dengan ekor bergerak-gerak di udara, terlihat sangat senang dan ceria. “Tuan Luis?” ucap Arkan pendek, mengamati sang kucing mondar-mandir di kakinya, mengelus-ngeluskan tubuhnya dengan dengkuran bahagia. “Tuan Luis?" Casilda menyipitkan mata tak percaya ke arah Arkan yang mengamati sang kucing. Pria itu terlihat keheranan pada Tuan Luis di bawah kakinya. Syok! Casilda terkejut dengan lirikan dingin tak bersahabat yang datang tiba-tiba dari sang pria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN