Semua orang yang ada di ruangan itu memekik kaget diliputi horor di wajah mereka.
"Ya, Tuhan! Lancang sekali dia!"
"Dia cari mati, ya?!"
"Oh, Astaga! Kenapa ini bisa terjadi?!"
"Tidaaak! Kasihan Tuan Arkan yang tampan itu!”
“Ya, ampun! Lakukan sesuatu!”
Kejadian itu sangat cepat sampai semua orang yang awalnya tidak bisa mengedipkan mata, detik berikutnya malah bisik-bisik heboh dengan berbagai komentar.
Semua pandangan para tamu sangat panik dan kebingungan.
Tidak tahu harus berbuat apa dengan adegan yang sangat mengejutkan itu.
Maju salah, mundur juga salah!
Para pelayan hendak maju melerai setelah mendengar para tamu yang mengeluh, tapi mereka semua hanya bisa saling pandang sama seperti para tamu yang ada di sana, karena sepertinya tuan muda mereka itu sama sekali tidak terlihat meronta, atau pun menghentikan sang wanita yang menyerangnya.
“Harus apa kita sekarang?” tanya seorang pelayan pria bertopeng tupai ke pelayan wanita bertopeng kupu-kupu secara bisik-bisik. Tapi, hanya dibalas dengan sebuah kedikan bahu dan gelengan kepala, tanda sang pelayan wanita itu juga bingung harus bagaimana.
Kedua pelayan ini saling pandang ke arah pelayan lain, reaksi mereka juga sama. Tidak ada yang berani bergerak dari tempat masing-masing, karena mereka sudah memiliki tugas yang harus dilakukan sesuai skenario Arkan, dan hal yang terjadi sekarang ini tidak termasuk di dalamnya.
Jika membuat kesalahan, habislah mereka!
Alhasil, para pelayan bertopeng itu hanya bisa diam dan menyaksikan adegan itu dengan kebingungan hebat di hati dan pikiran masing-masing.
Apa pun yang hendak mereka lakukan sepertinya tetap akan membuat tuan muda mereka marah, lebih baik tidak melakukan apa-apa, toh, pria bertopeng iblis itu tidak memberikan tanda-tanda memanggil mereka untuk menarik lepas wanita itu darinya, kan?
Malah semakin parah saja mereka itu!
Gelombang kejut menerjang ruangan bagaikan tsunami, membuat pikiran mereka semua kacau balau. Tidak menyangka Casilda akan menyerang balik. Tapi, yang jauh lebih terkejut dari semuanya adalah Casilda sendiri.
Dia yang memberi kejutan, malah dia sendiri yang terkejut.
Apa-apaan pria ini?!
'Lidahnya kenapa agresif seperti ini? Lidahku mau copot rasanya! Astaga! Aku tidak bisa bernapas! Sialan! Dasar serigala! Playboy berengsek! Semua wanita diembat juga, kah?!' seru Casilda membatin panik dalam pikirannya, otak sudah seperti alarm kebakaran.
Kedua manusia beda gender itu tampak sibuk bergulat di lantai, atau lebih tepatnya penyesalan menerjang batin Casilda.
Tidak seperti dugaannya yang ingin membuat pria itu merasa malu dan terhina karena menciumnya di depan banyak orang, malah pria itu membalasnya secara brutal dan sangat liar. Kini, dia berjuang untuk lepas dari permainan lidah Arkan yang sangat membelitnya.
"Hmph! Ephaskan! Ephaskan akoh!" protes Casilda bergumam panik tidak jelas, meronta dengan sangat hebat.
Ketika sang wanita dihantam oleh perasaan tidak karuan, lebih tepatnya takut, dia pun hendak menghentikan kenekatannya, tapi tentu saja itu tidak mudah.
Semua perbuatan ada risikonya sendiri, Casilda tidak menyangka inilah risiko yang akan didapatkannya!
Syok yang diberikan oleh Arkan kepadanya membuat pertahanan Casilda runtuh dalam sedetik, membuat pria itu menarik dan menahan belakang kepalanya super kuat, dan mati-matian Casilda mencoba bangkit dari tubuh sang aktor, tapi selalu gagal.
Dengan susah payah penuh perlawanan, akhirnya Casilda menarik bibirnya yang berada dalam kuasa Arkan selama hampir 1 menit penuh.
Air liur menetes-netes dari sudut bibir Casilda, lalu matanya yang bingung menatap Arkan yang ada di bawahnya dengan tatapan masih mengandung syok, membola dengan hebatnya.
Bibir Casilda hendak mengatakan sesuatu, tapi tak ada yang keluar dari mulutnya, seolah macet. Yang ada, dia malah membeku kaget melihat Arkan yang tersenyum miring sangat licik di matanya.
Kenapa dia tampak seperti pemenangnya alih-alih dirinya?
Kedua tangan sang pria masih mencengkeram belakang tubuh wanita yang sedang kebingungan hebat ini, seakan-akan tidak ingin melepaskannya selamanya.
Casilda bisa melihat di balik topeng iblis merah itu, tatapan Arkan terlihat mulai aneh, sayu menggoda dan seksi. Seperti... seperti dia sangat menikmatinya?
Bohong, kan?
Mana mungkin dia menikmati ciuman dengannya?
Entah dia masih suka kepadanya, atau memang sifat mesumnya saja kelewatan dengan status playboynya! Atau matanya sendiri yang kini berkabut dan berbayang mempermainkannya karena sudah sangat lelah?
Menyadari hal ini tidak sesuai rencana, Casilda menelan saliva kuat-kuat.
Mata hitam dan dalam Arkan tertuju pada Casilda yang membeku di atas tubuhnya, dia terkekeh pelan, lalu membalik paksa tubuh Casilda ke lantai, membuatnya semakin terkejut.
Pria bertopeng itu, kini mengungkung tubuh sang wanita di lantai, posisi kini terbalik.
"Kenapa? Terkejut? Aku pikir kamu pintar berciuman karena dulu kamu sangat cantik. Pastinya sudah banyak pria yang kamu goda dan bergelut dengan bibir mereka. Ternyata kamu adalah seorang pencium yang buruk, atau sudah lupa caranya berciuman karena sudah tidak laku?" sinis Arkan menyeringai lebar, sekilas sorot matanya seperti orang yang kenyang telah menikmati sesuatu.
Arkan membuka topeng, menatap Casilda lekat-lekat. Mata yang semula dikiranya sayu menggoda oleh Casilda, kini dipenuhi oleh amarah tertahan.
Kebingungan baru menerjang wanita ini. Tidak mengerti dengan reaksi Arkan yang berubah-ubah.
Dia ini bunglon, kah? pikir Casilda saking tidak bisa memahami pria di atas tubuhnya itu.
Tangan kanan sang aktor perlahan mengelus sebelah pipi Casilda, wajah dimajukan, dan menatapnya dengan tatapan misterius, kelopak mata Arkan merendah lembut mengamati setiap inci kulit wajahnya.
Ini seperti de javu ketika pertama kali mereka bertemu!
Gerakan ini membuat napas Casilda tertahan kuat, oksigen seolah dipaksa masuk ke dalam paru-parunya. Pandangan matanya mengikuti gerakan tangan pria itu, dan napas hangat Arkan terasa membakar kulit wajahnya. Bulu mata Casilda bergetar merasakan keintiman itu.
Tanpa disangka, sang aktor tiba-tiba malah mencekik lehernya, berkata dengan suara dalam, mendesis angkuh, "kamu ingin bermain denganku, hah? Berani sekali! Kamu pikir, aku masih tertarik kepadamu? Tidak bercermin? atau terlalu miskin untuk membeli sebuah cermin?"
"Se-sesak! Sesaaak!" rintih Casilda, mencoba melepas tangan Arkan di lehernya. Cekikan kali ini sangat kuat daripada sebelumnya.
Apakah dia akan mati?
"Kamu pikir, kamu bisa mempermalukanku dengan ciuman jelek dan murahan seperti itu?"
"Ka-kamu bilang siapa saja boleh. Kenapa sekarang malah marah?" jawab Casilda susah payah, sedikit tawa lemas mengejek keluar dari bibirnya.
Mendengar itu, ekspresi Arkan langsung berubah gelap, wajah dimajukan hingga hidung mereka saling bersentuhan.
"Kamu memang licik sejak dulu, kan? Sayang sekali, ciuman tadi tidak ada apa-apanya bagiku. Malu? Hah! Bukankah kamu yang harus malu karena merasa frustasi? Anggap saja balasan itu hadiah keberuntungan dariku sebelum jual diri. Sebuah pelatihan kecil sebelum melayani banyak pria busuk dalam hidupmu."
Usai berkata demikian, Arkan menggigit bibir Casilda kuat-kuat hingga berdarah.
Rintihan kesakitan keluar dari mulut Casilda, mengisi keheningan oleh kekagetan para tamu yang melihat tindakan mengejutkan Arkan kepada wanita berkepang satu itu.
Dalam benak dan pikiran sebagian tamu, mereka sudah mulai berpikir macam-macam, sangat banyak rupanya, tapi tetap saja intinya yaitu menyiksa Casilda hingga malu.
Casilda tersedak berkali-kali karena masih merasakan efek cekikan itu, lalu masih saja harus merasakan penghinaan di bibirnya.
Kedua tangannya mencoba mendorong kuat-kuat tubuh Arkan, tapi tidak ada pengaruh apa pun.
Detik berikutnya, Casilda megap-megap mengisi paru-parunya dengan oksigen, mata sudah berputar hebat. Tubuh gemetar, kedua tangannya mencengkeram jas yang dipakai oleh pria di atasnya.
"Kamu pantas mendapatkannya," desis Arkan di wajah Casilda yang memucat pasi, bau amis darah dan karat menusuk hidung keduanya.
Sekali lagi, Arkan menggigit bibirnya dengan kejam, kembali berdarah, menahan tubuh sang wanita dengan penuh tekanan.
Saat bibir Casilda menimpa bibirnya untuk kali pertama, hati Arkan diliputi oleh perasaan aneh yang belum pernah dirasakannya seumur hidup. Ini membuatnya ingin memeriksanya lagi, maka dia pun menggigit bibir wanita malang itu sebanyak 2 kali alih-alih menciumnya seperti sebelumnya.
Semakin dia merasakan bibir Casilda, hati pria ini semakin tidak tenang bagaikan ombak pecah di karang.
Kebingungan tidak memahami apa yang dirasakannya, dia menghempaskan tubuh Casilda dengan sangat marah, lalu bangkit darinya, mengusap bibir sembari berkata penuh sindiran dengan topeng kembali dikenakan.
"Kalian lihat? Selain mata duitan, ternyata dia sangat licik. Semua pria yang hadir di sini pasti pernah mati-matian berjuang mendapatkan cintanya, tapi semuanya ditolak. Sekarang, dia ingin menggodaku setelah melihat bongkahan emas di depannya? Sungguh menjijikkan. Kamu benar-benar cocok untuk acara utama malam ini. Perempuan murahan."
Arkan meludah ke tubuh Casilda dengan ekspresi jijik.
Semua tamu tidak berani menanggapinya, hanya menatap kejadian itu dengan berbagai penilaian di dalam hati.
Casilda bangkit dengan menyedihkan, mengusap bibirnya yang berdarah. Tangan kanannya menyeka ludah pria itu dari atas tubuhnya.
"Benar. Tuan Arkan benar. Saya memang perempuan murahan. Dengan begini, saya sudah lolos, bukan, untuk 230 juta itu?"
Perlahan Casilda mendongakkan kepalanya, tersenyum pasrah, mata sudah kehilangan harapan.
Casilda memang terkejut dengan ciuman pria itu, tapi sudah berlalu, bukan?
Anggap saja layanan tambahan darinya atas perbuatan buruknya di masa lalu terhadap pria itu, dan lagi, meski gagal membuat pria itu merasakan malu seperti dirinya, setidaknya aktor sialan itu membalas ciumannya sebanyak 3 kali. Yah, lebih tepatnya 1 kali ciuman dan 2 kali gigitan.
Dia tidak menyebutkan syaratnya harus dibalas bagaimana, bukan?
Seringai Arkan melebar, lalu berteriak tanpa mic, mata masih tertuju kuat dan bengis kepada Casilda, "APA KALIAN SEMUA SETUJU KALAU TADI ITU LAYAK DISEBUT SEBAGAI SEBUAH CIUMAN?!"