Bab 71 Pria Gila!

1642 Kata
“Kenapa dia tidak mati saja, sih? Dia ini lebih bagus tidak bergerak sama sekali,” gumam Casilda iseng, menyipitkan mata sebal, mencibir malas. “Siapa yang kamu sumpahi untuk mati?” Syok! Bola mata Casilda membelalak hebat, nyaris keluar dari tempatnya ketika kalimat dingin itu keluar diiringi mata sang aktor terbuka di depannya secara tiba-tiba, sudah mirip laser yang ditembakkan dari bulan ke bumi untuk menghanguskan tubuhnya. Bulu kuduk Casilda kontan berdiri hebat! Karena terkejut, tubuhnya mundur ke belakang, sudah mau jatuh ke tepi kasur, tapi dengan sigap ditahan oleh sang aktor. “Pagi-pagi kamu sudah bikin masalah! Apa kamu tidak bisa bersikap selayaknya budakku yang baik dan penurut?!” makinya kesal, menyembur tepat di depan wajah Casilda. Sialan! Mulut saja masih wangi setelah bangun! Kelas mereka memang beda! Ugh! Casilda dongkol dengan kesempurnaan pria itu. “Sa-saya minta maaf, Tuan Arkan,” ucapnya berbisik kecil, kedua bahu melorot lesu. Casilda pikir, tidak baik pagi-pagi membuatnya tambah marah. Dia sudah bersabar dengan menahan diri semalam. Seharusnya setelah 1 malam berlalu, Arkan sudah bisa mendinginkan pikirannya, bukan? Dengan begitu, dia bisa berbicara lebih baik tanpa harus ada adu mulut yang terjadi. Mereka, kan, bukan anak kecil lagi! “Bo-boleh lepas tangan Anda, Tuan Arkan? Saya sulit bergerak.” Arkan kaget menyadari dirinya kembali memeluk wanita jelek itu, langsung mendorongnya hingga jatuh ke lantai tanpa perasaan. Tindakannya berbalik dengan niatnya semula. Suara ‘bruk’ keras terdengar di udara. “Aduh!” keluh Casilda, meringis kesakitan memegangi bagian tubuhnya yang menghantam lantai duluan. 'Jahat sekali pria ini!' batin Casilda miris, sudah membayangkan menggoreng Arkan sang Top Star ke dalam penggorengan raksasa sambil mendengarnya minta tolong bercucuran air mata. Lamunan itu segera berhenti ketika sang majikan mulai bersikap tiran kembali. Bunyi rantai yang mengikat kaki mereka berdua berbunyi nyaring seiring rantai itu digerakkan oleh dua sisi sang pemakai. Arkan turun dari kasur dalam pembawaan keren dan elegan. Wanita ini terpana sesaat. Heran ada manusia yang bangun saja terlihat bagaikan sedang syuting iklan estetik begini. Tapi, kalau itu adalah makanan sehari-harinya sebagai aktor dan model, mungkin tidak heran juga menjadi kebiasaan sang aktor. Wajah Casilda keringat gelisah, ingin lari menjauh saat melihat Arkan berjalan ke arahnya, tidak mau dekat-dekat, tapi dengan kondisi kaki mereka yang diikat rantai begini, dia takut memicu iblis dalam tubuh pria itu bangkit dan menusuknya dengan trisula jahatnya! “Hari pertamamu sebagai budakku, berterima kasihlah bisa tidur denganku! Semua wanita ingin berada di sisiku sampai rela melakukan apa pun. Itu adalah kehormatan bagimu sebagai budakku. Jauh lebih terhormat ketimbang tidur dengan pria busuk di klub mana pun. Ini pasti menjadi sejarah terindah dalam hidupmu, kan?” Pria berpiyama hitam metalik itu sangat pongah, berdiri miring penuh gaya dengan satu tangan di pinggang. Wajahnya terlihat galak, tapi sangat tampan, membuat Casilda rasanya ingin melemparinya dengan batu jumroh! Mungkin saja setannya bisa pergi, kan? Sial sekali pagi-pagi melihat wajahnya itu? Apanya yang mendapat kehormatan? Ini namanya penyiksaan! Casilda merangkak di lantai, lalu duduk berlutut di depan majikannya, membungkuk sesaat sambil berkata: “Baik, Tuan Arkan. Terima kasih atas kehormatan yang sudah diberikan oleh kemurahan hati Anda.” 'Sejarah indah apaan? Kamu itu adalah kutukan paling buruk dalam hidupku!' batin Casilda gemas, kali ini ingin mengulek kepala pria itu menggunakan sebuah cobekan raksasa. Walaupun pikiran-pikiran aneh menguasi wanita ini, dia berusaha terlihat tenang dan sopan. Casilda sudah tidak punya harga diri semenjak mengenal pria iblis di depannya sekarang. Dia sudah menandatangani surat kontrak yang entah isinya apa, juga sudah menanggung hutang 1,5 milyar. Mau protes? Pfft! Mimpi! Satu-satunya jalan adalah dengan membuat suasananya tenang sejenak, baru dia beraksi kembali. Dalam hati, Ratu Casilda Wijaya hanya bisa berdoa adiknya baik-baik saja, dan ibunya setidaknya mendapat bantuan dari tetangga mereka. Sudah sejauh ini, dia tidak boleh gagal karena egonya! Arkan memiringkan kepalanya angkuh, melirik Casilda di bawahnya yang menunduk dengan sangat patuh. Benar-benar berbeda dengan wanita semalam yang sudah begitu lancang menghina dirinya. Apa-apaan dia menyindirnya kalau dirinya peduli? Siapa yang peduli padanya? Dia ingin membuatnya menderita! Sangat menderita sampai memohon untuk mati! Namun, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Arkan tahu ini tidaklah benar. Bukan itu alasannya dia menahan Casilda di sisinya. “Bangun! Aku mau sarapan!” serunya galak, menggerakkan rantai yang berada di kakinya, seolah tengah menarik kekangan hewan piaran di lantai. Casilda cemberut sesaat, lalu mengangguk pelan, bangkit perlahan dari lantai meski tubuhnya masih belum stabil. “Ma-maaf, kakiku keram,” jelasnya pendek, nyaris berbisik. Dia menjelaskan begini, karena bangun dari lantai harus perlahan sambil bertumpu kepada kaki tempat tidur. “Aku tidak tanya. Cepat,” elak Arkan dingin, suara setajam silet. Kening pria ini terlihat sangat jahat sambil bersedekap angkuh. Sang wanita menundukkan kepalanya dengan patuh, berjalan mengikuti Arkan menuju wastafel untuk sikat gigi. Dengan wajah malu-malu, Casilda berdiri dan bersandar di sisi dinding. Rantai panjang yang menghubungkan kaki mereka berdua terentang cukup longgar kira-kira 5 meteran. Besi itu cukup ringan, tapi benar-benar kuat. Semalam, Casilda diam-diam mencoba melepasnya, tapi hanya sakit gigi dan tangan yang didapatinya. “Tuan Arkan. Apa perlu ada rantai seperti ini? Saya tidak akan kabur, kok! Bukankah saya sudah tanda tangan kontrak itu?” “Juga ada bukti transfer di bank? Apa itu tidak cukup mengikat saya? “Anda tahu saya tidak bisa berbuat apa-apa, kan, untuk lari dari tanggung jawab itu? Anda tahu kalau saya ini miskin, dan tidak punya apa-apa. Bagaimana bisa kabur?” Nada suara Casilda melemah. Kalimat demi kalimat dilontarkan dari mulut yang sedikit kering itu, agak terdengar sedih. Arkan yang sibuk menggosok gigi di depan cermin, menghentikan kegiatannya, terdiam sesaat. Mata indahnya menatap pantulan dirinya di depan cermin, tampan dan sangat seksi. Sebuah pemandangan jomplang di ruangan ini dengan adanya 2 sosok sangat jauh berbeda terikat dalam 1 rantai. Arkan memajukan wajahnya, mengamati setiap lekuk rahangnya. Kenapa wanita itu tidak tertarik sedikit pun kepadanya? Kenapa dia sangat benci kepadanya? Pria ini mengerutkan kening, kepala dimiringkan heran. Benar-benar tidak masuk akal! Dia pun kembali menggosok gigi, sibuk memikirkan kenapa Casilda tidak jatuh ke dalam pesonanya, bukan memikirkan hal yang tengah dibahas oleh sang wanita. Beberapa menit kemudian, sang aktor sudah muncul di sebelah Casilda, melirik wanita itu yang penampilannya terlihat lusuh mirip asisten kru TV yang suka disuruh-suruh apa saja. Benar-benar secara pribadi, sudah sangat cocok menjadi budaknya yang rendahan! Casilda yang sedikit ceria melihat pria itu selesai, akhirnya patah semangat lagi setelah melihat pria itu hanya mendengus geli ke arahnya, sangat meremehkan. “Kita sarapan di sini saja,” ucapnya dengan santai, berjalan menuju sofa putih yang disusun membentuk persegi putih di depan tempat tidur. Tempat di mana Casilda mengejar kucing orange nakal hingga takdir mengikatnya dengan sang pemilik kucing tukang tipu itu. “Baik,” ucap Casilda lemah, berjalan ke arahnya dengan gaya yang sangat lambat, mengamati diam-diam pria itu yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk putih, duduk begitu tampan di sana. “Kenapa berdiri saja? Duduk,” titahnya dingin, mengedikkan kepala santai. Casilda tidak paham. Dia disuruh duduk? Di mana? Sofa? Lantai? Eiii... apa dia sudah punya sedikit rasa manusiawi, ya? Dengan hati sedikit cerah, Casilda mendekat ke sofa empuk tersebut. Kemarin-kemarin, tidak sempat merasakan betapa lembut benda mahal itu karena sibuk berjuang. Namun, belum juga duduk di sana, pantatnya yang sudah 3 cm mau mendarat, Arkan berteriak kasar menghentikannya: “Siapa yang suruh kamu duduk di situ?! Di lantai!!!” Syok! Casilda kaget dengan teriakan sang aktor, tapi tidak protes. Mengangguk pelan sejenak, lalu duduk di lantai dengan sopan. Dia sudah tidak punya harga diri. Hal ini menjadi mantra baru dalam dirinya untuk menghadapi Arkan agar tetap waras. Lagian, duduk di lantai seperti ini, bukan masalah, kan? Sambil duduk di lantai sambil tersenyum bodoh berseri-seri menatap Arkan yang masih mengeringkan rambutnya. Wajah Casilda seolah bercahaya cerah bak matahari instan. Pria ini tidak mungkin akan seharian ada di rumah, kan? Senin adalah hari paling sibuk bagi semua orang, terlebih lagi, dia itu adalah seorang aktor dan model terkenal. Jadwalnya pasti sangat padat! “Apa lihat-lihat? Ini! Bersihkan muka bantalmu itu!” serunya, melempari Casilda dengan handuk basah bekas pakainya. Nadi di pelipis Casilda berdenyut menahan kesabaran luar biasa. Senyum lebarnya belum luntur. Tidak masalah! Dia sudah menjilati lantai mansion ini! Kalau cuma pakai handuk bekasnya, apa masalah besarnya, sih? “Terima kasih, Tuan Arkan,” sahutnya sangat sopan, kepala ditundukkan sama sopannya dengan gaya bahasanya, perlahan mulai mengelap wajahnya menggunakan handuk basah itu. Yah, setidaknya dia bisa segar sedikit pagi ini. “...” Arkan termenung dalam melihat tingkah baru budaknya itu. Kalau jadi budaknya saja dia sudah patuh seperti ini, bagaimana kalau seandainya dia bekerja di klub? Apa dia akan menuruti semua ucapan para pria tua busuk dan bau itu tanpa melawan sedikit pun demi uang? Memikirkan ini, tiba-tiba api dalam hati pria ini berkobar bagaikan tungku perapian yang disiram minyak tanah sekali tuang. Langsung meledak hebat. Panas membara hingga menjilati langit-langit. “Dasar wanita tidak tahu malu!” makinya dingin, lalu menendang tubuh Casilda hingga jatuh ke sisi lain. Casilda melongo keheranan dengan wajah terbodoh. 'Dia itu kenapa, sih? Sedikit-sedikit main kasar! Jangan-jangan dia ini kalau main sama wanita punya hobi unik, ya? Apa dia itu tipe sadisme?' batin Casilda kesal kebingungan, sudah mulai terbiasa dengan perlakuan kasar dan tidak manusiawai Arkan kepadanya. Ditendang? Casilda tertawa dingin dalam hati. Itu bukan apa-apa. Track record-nya dipermalukan dan harga dirinya ditelanjangi oleh pria yang tengah berganti baju di depannya ini sudah masuk Top 10 besar dunia! Tunggu! Apa? Ganti baju?! Casilda memekik nyaring. Mata melotot hebat dengan pemandangan indah aduhai di depan matanya. “KENAPA KAMU BUKA BAJU SEMBARANGAN BEGITU! PRIA GILA!” serunya dengan tubuh dibalikkan cepat, tidak sadar gaya bicaranya jadi santai. Sekujur tubuhnya tercoreng merah. Sangat malu. Arkan yang sudah terlihat hanya memakai celana panjang piyamanya, berjalan mendekat dengan santai. “Jangan kegeeran, kamu itu tidak menarik sama sekali untuk disentuh,” ledeknya dengan dengusan geli, baju piyamanya dijatuhkan dengan sengaja di atas kepala sang wanita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN