Bab 84 Menciumnya Lagi

1931 Kata
Beribu-ribu kilometer dari mansion Arkan, di saat yang sama, di atas sebuah pesawat jet. “Silahkan diminum, Tuan.” Seorang pramugari dalam bahasa asing berkata kepada pria yang tengah membaca koran dalam balutan jas kerja berwarna hitam elegan. Sosok yang menjadi lawan bicara wanita ini menurunkan bacaannya hingga menampakkan wajah tampan dan tegasnya, tersenyum dingin ala pria eksekutif elit dan gila kerja. Segala lekuk fitur wajahnya sangat dingin, dan juga memancarkan intimidasi yang membuat orang-orang yang berhadapan dengannya segera tunduk secara alami. “Terima kasih,” ucap sang pria dengan nada sedikit dingin. Sang pramugari tersipu malu, menundukkan kepala sopan sambil membalas senyumnya. Di depannya adalah pria yang ahli dan terkenal di dunia bisnis, juga merupakan langganannya untuk pesawat jet mereka jika tidak sempat memakai pesawat jet pribadinya. Bertemu dengannya adalah sebuah keberuntungan! “Selamat menikmati, Tuan,” lanjutnya lagi, berlalu dari sana dengan hati deg-degan parah. Kedua pipinya memerah lembut. “Hei, ini sudah lewat berapa tahun sejak kamu meninggalkan Indonesia?” Sebuah suara pria seumuran sang tuan tampan terdengar iseng dari kursi seberang. Mata tuan tampan itu melirik ke arah sumber suara dengan pembawaan sangat dingin. Sang pembicara tadi terkekeh jahil ketika mata mereka bertemu. “Apa kamu tidak pernah mencari tahu kabar tentangnya selama ini?” sindirnya lagi, tersenyum lebih jahil dengan ekspresi mengejek. Tuan tampan kita tadi mengerutkan keningnya dalam, koran di kedua tangannya segera dinaikkan kembali seolah-olah hendak melanjutkan bacaannya, tapi lawan bicaranya tahu kalau dia sedang menghindari topik itu. Pria jahil tadi pun tertawa melihat reaksinya yang seperti orang melarikan diri. Dengan nada iseng tapi serius, kembali berkata, “kamu sungguh sudah melupakan wanita itu? Bukankah dia itu satu-satunya ‘Ratu’ di hatimu? Kamu benar-benar pria kejam, ya?! Demi tahta keluargamu, rela membuang wanita yang sangat mencintaimu begitu tulus dan paling cantik di ibukota saat itu.” Mendengar kata ‘Ratu’, wajah pria tampan kita tiba-tiba mengencang kuat. Sorot mata dinginnya memancarkan cahaya misterius. Kedua tangannya yang pura-pura memegang koran untuk dibaca, tidak disadarinya meremas perlahan tepiannya. Jantung pria tampan kita ini tiba-tiba berdetak hangat dengan rasa perih dan tercabik di sana. Ratu! Ratu Casilda Wijaya! Nama itu sangat terlarang untuknya! Wajah tuan tampan kita ini seketika menjadi bengis begitu dingin, dewasa, tapi ada kekejaman di sana. “Jangan bicarakan hal omong kosong tentang masa lalu. Tidak ada artinya sama sekali.” Sindiran sinis dan super dingin itu membungkam pria jahil sebelumnya, mengedikkan kedua bahu, lalu kembali santai menikmati makanan di depannya. *** Arkan Quinn Ezra Yamazaki melangkahkan kakinya ke halaman belakang, mencari-cari sosok gumpal abu-abu yang katanya tengah sibuk menggunting tanaman hias di sekitar sini. Melihat keadaan di sekitarnya yang sangat bersih, nyaris berkilau seperti berlian, membuat senyum kecil tersungging di bibir tipisnya. Sang aktor mendengus geli, menduga kalau si Gendut itu pasti bekerja super keras hari ini. Tiba-tiba, sebelah keningnya naik, melihat sebuah sosok abu-abu tergeletak di tanah berumput. SYOK! Jantung Arkan seolah hampir berhenti berdetak, matanya membeliak kaget. “GENDUT!” pekiknya panik, berlari terburu-buru ke arah sana dengan wajah cemas, gigi digertakkan kuat-kuat. Sesampainya di dekat tubuh Casilda yang terlentang di tanah, wajah cemas dan prihatinnya seketika memucat kelam. Awan badai menghiasi wajah tampan sang aktor. Sebelah keningnya bergerak-gerak kesal. 'Apa-apaan pemalas ini?' batinnya kesal, baru menyadari kalau Casilda hanya tertidur kelelahan. Pria tampan berkemeja hitam yang sudah berkeringat dingin ini mengira Casilda kembali pingsan karena demam, menghela napas lega sesaat, berkacak pinggang dengan satu tangan dalam mode angkuh berdiri miringnya. Mata tak berkedipnya tertuju kepada wanita yang tertidur sangat pulas. Saking pulasnya, dia bahkan tidak mendengar teriakan keras sebelumnya. Selama beberapa saat, Arkan menatap Casilda yang tengah berbaring di depan kakinya. Tentu saja masih dalam pose berdiri miring dengan satu tangan di pinggang, membuatnya seolah-olah figur tampan yang tengah melakukan sesi pemotretan ala pekerja kantoran muda yang energik. Senyum kecil terbit di bibir Arkan, lalu duduk jongkok melihat wajah sang wanita lebih dekat. Wajah Casilda sungguh kotor akibat bekerja seharian, juga berminyak, kasar, dan ada beberapa jerawat kecil di sana. Ini sungguh benar-benar berbeda dengan sosoknya di masa lalu yang sangat sempurna tanpa ada kekurangan apa pun. Belum lagi tubuh aduhainya dulu yang sangat langsing dan lebih cocok menyandang gelar seorang ratu model ketimbang saat ini yang hampir menyerupai bola jelek dan bau. “Kamu sungguh merepotkan, gendut...” gumam Arkan berbisik kecil dengan wajah teduhnya, tersenyum sembari ujung-ujung jari tangan kanannya bermain ringan di wajah sang wanita, menyentuh kulit wajahnya dengan hati-hati di beberapa tempat seperti kaca rapuh yang mudah retak, dan sesekali menghalau anak-anak rambut yang menyatu dengan keringatnya. Arkan mendengus geli, sorot matanya yang semula tajam dan tegas, perlahan menjadi lembut memancarkan binar yang jika ada yang melihat, itu sungguh penuh cinta kasih. Seperti sebelumnya, pria ini menatap wajah tertidur Casilda untuk kedua kalinya. Lebih lama dan lebih intense, sangat menikmatinya tanpa sadar. Akhirnya, wanita gendut ini adalah miliknya.... Pikiran itu melintas cepat di benaknya dengan perasaan puas menyebar di seluruh aliran darahnya. Di masa lalu, gara-gara wanita sombong dan angkuh di depannya ini, seluruh dunianya hancur dalam sekejap mata. Membuatnya nyaris kehilangan semua hal, baik itu harapan, kepercayaan, cinta, termasuk nyawanya sendiri. Ketika masa lalu gelap dan pahitnya akibat ulah Casilda bermain dalam ingatannya, wajah lembut itu tiba-tiba menjadi kejam. Dingin dan tak berperasaan. Dahi sang wanita langsung ditampar kencang tanpa belas kasih. “BANGUN, BABI GENDUT!” teriaknya marah begitu keras hingga Casilda terbangun duduk dalam keadaan linglung dan menjerit kaget. Arkan terkejut! Tubuhnya oleng ke depan! Sang aktor berkemeja hitam ini, sama sekali tidak menyangka kalau Casilda akan menariknya hingga tubuhnya menjatuhi tubuh wanita di bawahnya. Kedua bola mata keduanya membeliak kaget. Hening sesaat. Dengan cepat, Casilda mendorong tubuh Arkan dari atas tubuhnya yang tampak lebih syok daripada dirinya. Wanita ini langsung menjerit kaget, mata terpejam malu: “KYAAAA!! KURANG AJAAAARRR!!!” Sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi Arkan, membuat sang aktor yang sempat kehilangan kesadaran dan logika gara-gara pertemuan tidak sengaja bibir mereka, akhirnya merasakan gejolak panas di dadanya. “CASILDA!” raungnya murka, menahan kedua tangannya yang hendak mulai menyerangnya tanpa pikir panjang. “Lepaskan aku! Lepaskan aku! Dasar aktor gila! Aktor mesuuummm!!! Aktor tidak punya etikaaaa!!! PLAYBOY BERENGSEK!!!” ronta Casilda seperti orang yang hendak akan direnggut kesuciannya dengan cara yang kejam. “Berhenti melawan! Aku bilang, berhenti melawan! Dasar gendut menyusahkan!” maki Arkan dengan wajah keringat gelisah, menggigit gigi menahan amarah sembari mencoba menenangkan wanita itu yang tengah melawan sekuat tenaga, tapi sulit sekali melakukannya, karena Casilda sangat panik dan ketakutan seperti melihat monster yang akan melukainya. Kesal karena tak didengarkan, Arkan sang Aktor segera mendorong tubuh Casilda kembali ke tanah berumput, mengungkungnya dengan mencengkeram kuat kedua pergelangan tangannya di sana, wajahnya dengan segera diturunkan ke wajah sang wanita. Jantung Casilda seketika berdetak aneh. Hening sekali lagi. Perlawanan Casilda akhirnya berhenti, malah kini terkejut dalam diam dengan mata membeliak hebat. Napas tercekat kuat. Kepala Arkan yang sedang menutupi penuh wajah Casilda dimiringkan dan ditekan semakin dalam ke bawah. Kedua tangannya yang semula mencengkeram pergelangan tangan sang wanita, perlahan dilepas dan mulai bergerak lembut dan disisipkan mesra di antara sela-sela jari-jari kasar lawan mainnya. Otak Casilda seketika macet selama beberapa saat. “Kamu benar-benar menyusahkan!” ledek Arkan dingin, menarik kepalanya dari wajah Casilda begitu dia sudah puas dengan tindakannya yang terbilang kasar dan kejam. Casilda tertegun, kehilangan kata-kata. 'A-apa yang terjadi barusan?' batinnya linglung. Kenapa pria sialan itu menciumnya lagi? Kenapa dia suka sekali menghisap lidahnya sampai mau copot? Apa dia pikir dirinya ini benda pemuas nafsunya di kala bosan?! Ratu Casilda Wijaya terbodoh hebat dengan ciuman panas dan liar yang baru saja diberikan oleh Arkan kepadanya. Sang pria yang berada di atas tubuhnya, dengan gaya elegan menggunakan punggung tangan kiri mengelap bibirnya sendiri yang belepotan akibat penyatuan saliva mereka. Kedua pipinya samar-samar merona kecil dengan aksinya sendiri dalam menenangkan asisten pribadinya itu. “A-aku....” Casilda benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Sangat linglung dengan kejadian yang menimpanya. Ingin protes dan marah, tapi entah kenapa lidahnya keluh, dan otaknya seperti tidak mau bekerjasama. Ciumannya tadi sangat berbeda dibandingkan yang sudah-sudah, atau hanya perasaannya saja karena masih setengah sadar dari ngantuknya? Arkan bangkit dari pose mengungkung sang wanita, duduk di atas tubuhnya sembari menahan berat badannya, menatap kesal kepada wajah berkacamata tebal itu. “Jangan berpikir yang tidak-tidak soal ciuman tadi. Aku hanya mencoba menghentikanmu yang bertingkah seperti orang gila,” sinisnya dingin, menyipitkan matan tak suka. Casilda bahkan tidak tahu harus menanggapinya apa. Dia tidak pernah mendapat ciuman seperti itu selama hidupnya! Semua ciumannya selama ini hanya berasal dari pria itu, dan entah kenapa semakin mereka melakukannya, semakin dirinya tertangkap oleh rasa yang sulit untuk dimengerti. Jantung wanita berkacamata tebal dan rambut kepang satu ini, menatap setengah termenung kepada wajah tampan sang aktor yang entah mengomel apa kepadanya sekarang. Semua kata-kata pria itu tidak terespon baik di otaknya. Masih kepikiran soal ciuman mereka tadi. Apakah yang terjadi dengan dirinya ini? Kenapa dia merasakan hal aneh di hatinya? “HEI?! KENAPA MELAMUN SAJA?! CEPAT SELESAIKAN TUGASMU DAN BERSIHKAN TUBUH BAUMU INI!” Casilda kaget, wajah tampan dan sangat sempurna dengan pahatan kulit halus dan putihnya tiba-tiba mendekat ke wajahnya dalam jarak beberapa senti. Kedua pipi bakpaonya kontan memerah hebat, membuat wajah menggemaskan itu menjadi lebih imut di mata Arkan. Jantung Arkan mulai menggila kembali tanpa diminta, tertegun selama sedetik, mata membesar kaget. Wanita ini! Dia punya sihir apa?! “Cepat bergerak! Aku tidak akan menunggumu untuk makan malam! Kalau terlambat sedetik saja, jatah makan malammu dihapus!” gerung sang aktor kesal, segera menyentak tubuhnya dari posisi mengungkung Casilda, berdiri penuh dari tanah berumput, dan segera menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor. Casilda yang masih terbaring di tanah berumput, menoleh ke arahnya yang berdiri angkuh dan sangat tampan. Pria itu bagaikan dari dunia yang sangat berbeda dengan segala kesempurnaan fisik dan keburuntungannya. Sangat berbanding terbalik dengan nasibnya. Pandangan wanita ini seketika meredup sedih, bulu matanya merendah pelan. Oh... dia baru sadar dan ingat kalau kedatangannya di tempat ini hanyalah bertujuan untuk mempermainkan dan menyiksanya atas dendam masa lalu sang aktor. “Cepat bangun! Atau mau aku siram air lebih dulu baru mau bangun?!” koar Arkan kejam, entah kenapa sudah memegang selang air di tangannya, dan suara air terdengar mengalir kencang secara tiba-tiba. Casilda mengerang menutupi tubuhnya yang disiram tanpa perasaan. Air deras dari selang penyiram tanaman itu menghujaninya sudah seperti barang kotor yang harus dibilas karena menjijikkan di mata sang pria. Guyuran air dimatikan, dan selang itu dijatuhkan begitu saja oleh Arkan, kemudian berlalu pergi setelah menggerutu kesal melihat penampilan menyedihkan Casilda yang membuat hatinya gelisah tak nyaman. “Wanita menyebalkan!” Arkan berjalan cepat meninggalkan tempat itu tanpa melihat ke arah Casilda sedikit pun. Tangan kanannya membuka satu kancing kemejanya, melonggarkannya dengan perasaan gerah dan gelisah yang mulai memerangkap tubuhnya. Desakan primitif alami seorang pria mulai mengguncang akal sehat Arkan sang Top Star. Bagian pribadinya menegang tanpa diminta, membuat kulitnya mulai merasakan keringat gelisah sebagai pertanda kebutuhan biologisnya mendesak untuk segera dipenuhi. Namun, sangat mustahil melakukannya dengan wanita gendut itu, kan? Kejadian di mobil kemarin, sebenarnya di luar dugaan sang aktor. Entah apa yang merasukinya sampai nekat melakukan hal itu tanpa pikir panjang, meski sejujurnya... dia tidak keberatan, atau pun marah sama sekali meniduri wanita jelek dan gendut sepertinya.... Casilda yang terduduk menyedihkan dengan tubuh basah kuyub, rambut lepek, dan kacamata melorot di hidungnya, menatap punggung Arkan dari jauh. Cahaya di kedua bola mata wanita ini semakin redup. Baru saja sehari tiba di rumah ini, tapi sudah ada kejadian tidak mengenakkan seperti tadi. Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya? Hidup bersama playboy tampan super berbahaya seperti Arkan, apakah hidupnya akan mendapatkan ketenangan di akhir hidupnya kelak? Atau akan selamanya menderita begini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN