Bab 90 Casilda Bersikap Aneh

1989 Kata
Malam hari, mansion Arkan tiba-tiba dipenuhi oleh ketegangan dingin yang mencekik leher. “Dari mana saja seharian ini?” Sebuah suara dingin mengagetkan Casilda ketika berjalan pelan memasuki mansion utama Arkan yang gelap gulita. Wanita berkepang satu ini mengira sang aktor belum pulang. Sepertinya, dia sudah sengaja menunggunya dengan sambutan spesial. Sebenarnya, lampu yang tidak menyala di ruang utama ini cukup aneh, karena ada banyak pelayan di mansion. Ternyata dirinya malah mendapati adegan klise di sebuah drama. Seolah-olah dirinya adalah istri yang tengah baru saja pulang dari aksi perselingkuhan. Pria tampan berpakaian rajut wol putih dan celana panjang senada itu, muncul tiba-tiba di depannya dengan raut wajah tidak enak dipandang. Casilda yang sedang tidak bersemangat, menatapnya dengan tatapan lesu. Sikap Casilda yang cuek itu, membuat dadanya sang aktor memanas! “Aku tanya, kamu dari mana saja seharian ini? Apa tidak punya mulut?!” raung Arkan, meringis gelap menahan amarah di wajahnya. Casilda membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Tatapannya setengah hampa. Ketika dia tiba di depan pagar sebelumnya, sang satpam tampak ingin menangis melihatnya kembali. Terlihat ada tanda-tanda mau memarahinya habis-habisan karena mungkin saja sudah tahu kebenarannya, tapi entah kenapa, satpam tersebut malah menangis terisak penuh haru sembari mengusap matanya, lalu berkata begini kepada Casilda yang terbengong heran: “Untunglah Nona sudah kembali! Saya tidak usah pusing lagi harus bagaimana memberi makan keluarga saya di masa depan.” Hati Casilda jadi tak enak mendengarnya, dan berlalu dari sana setelah meminta maaf. Ternyata, bukan hanya perasaannya saja kalau suasana mansion tersebut sangat aneh. Begitu melangkah ke teras, dari jendela kaca dia bisa melihat kegelapan mencengkeram dadanya melihat keadaan di dalam. Rupanya, Arkan sudah bersembunyi di kegelapan untuk menangkap basah dirinya. Lampu utama dinyalakan dengan cepat oleh pria itu, dan seketika saja semua kekacuan di ruang utama terpampang jelas di depan Casilda. Ya, ampun! Apa ada pencuri yang masuk ke tempat ini? Atau ada angin badai yang masuk salah alamat? Casilda yang lesu, masih ada tenaga untuk terkejut, tapi dia diam seperti batu. Dengan cepat, sebelah tangannya diraih oleh Arkan, dicengkeram erat seolah akan mematahkannya. “Aku tanya sekali lagi, dari mana saja kamu seharian ini?!” desis sang aktor, mendekatkannya wajahnya di depan sang wanita. Casilda tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Jiwanya terlalu lelah, apalagi untuk meladeni sang aktor. Alih-alih marah atau pun melawannya seperti dulu, wajah berpipi bakpao itu malah mulai meringis sedih, mata berkaca-kaca hingga air matanya meluruh di sudut-sudut matanya. Arkan syok dalam diam, tidak mempercayai penglihatannya. Apakah dia ingin menipunya? Enak saja! Dia itu tidak punya kualifikasi sok imut di depannya! Belum sempat memarahi Casilda, malah mendengar ucapan yang membuatnya seperti ditampar. “Apa kamu senang dengan semua penderitaan yang aku alami sejauh ini? Katakan... apa lagi yang harus aku lakukan agar kamu merasa puas dan dendammu berkurang?” tanya Casilda dengan suara serak, tersenyum bodoh kepada lawan bicaranya. Cahaya terkuras perlahan dari kedua bola matanya yang merendah sedih. Arkan hendak mengatakan sesuatu, tapi bingung ingin mengatakan apa. Tiba-tiba saja, hatinya sedikit bergetar melihat ekspresi dan air mata wanita menyebalkan di depannya. Suara isak tangis Casilda cukup menyayat hati siapa pun, dan wanita ini pun melanjutkan ucapannya, setengah tidak bersemangat. “Jangan khawatir, aku pasti akan melunasi hutangku, dan tidak akan muncul lagi di depanmu untuk selamanya. Tolong lepaskan aku, tuan aktor yang terhormat. Balas dendam yang kamu lakukan selama ini, seharusnya sudah benar-benar cukup untuk membuat hidupku menderita, bukan?” Suara Casilda tercekat, air matanya meluruh lebih hebat, tidak berkedip sedikit pun. Melihat hal itu, tanpa sadar, sang aktor mencengkeram lebih erat pergelangan sang wanita. Kedua pupilnya yang menyusut bergetar tidak fokus. Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba pulang dia jadi seperti ini? Aktingkah? “Jika kamu sedang menipuku sekarang—” Casilda mendengus geli dengan acuh tak acuh mendengar tuduhan sang aktor. “Menipu? Untuk apa aku menipumu, tuan aktor? Apa kemampuanku menipumu?” Hening. Keduanya saling tatap dalam diam. Setelah menelan ludah berat, Casilda melanjutkan kata-katanya, “aku sungguh-sungguh minta maaf dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku minta maaf sebesar-besarnya atas sikap burukku di masa lalu. Tapi, itu adalah masa laluku. Tidak bisa aku ubah meski bunuh diri sekalipun.” Casilda berhenti berbicara, menelan saliva susah payah sambil menangis sesenggukan, kemudian berkata lagi dengan sorot mata penuh permohonan. “Aku sudah menahan semua ketidakadilan darimu, berharap kamu puas dengan aksi balas dendammu yang sangat keterlaluan. Bahkan, aku tidak protes ketika dipermalukan seperti hewan menjijikkan di hadapan semua orang, bukan? Menjilat lantai seperti orang bodoh dan juga memakan makanan kotor di lantai. Bagi seorang wanita, hal itu adalah cacat seumur hidup dalam sejarah hidupnya meski tidak begitu indah menjalani hidup ini. Tidak peduli berapa lama waktu berlalu, tetap saja akan meninggalkan bekas dalam ingatannya yang tidak akan pernah bisa hilang sampai masuk ke liang lahat. Ataukah, kamu ingin membuatku gila? Begitukah?” Casilda terisak parah ketika mengatakan semua hal itu dari lubuk hatinya yang paling dalam. Hatinya bagaikan dipotong mengingat betapa rumit dan sulitnya hidup yang harus dijalaninya selama ini setelah bertemu Arkan sang Top Star. Arkan tercengang dalam diam, detik berikutnya dengan wajah acuh tak acuh sembari mencengkeram pergelangan Casilda lebih kuat, dia pun berkata, wajahnya sangat dingin, “itu sudah risiko yang harus kamu tanggung karena sudah berbuat buruk di masa lalu, bukan? Wanita jahat pantas untuk dihukum.” Sebuah tamparan dengan keras mendarat di pipi sang aktor. Walaupun Casilda melakukannya dengan tangan kiri, tapi kekuatannya tidak main-main. “KAU!” Ucapan sang aktor berhenti, kaget melihat wajah ganas penuh air mata Casilda, gigi digertakkan dengan mata memerah sembab penuh kebencian bagaikan api dari neraka terdalam. Saking kuatnya rasa benci di kedua bola mata wanita itu, membuat Arkan merasakan jarum menusuk dadanya. Kenapa dia jadi merasa tidak nyaman seperti ini? Casilda kontan saja berteriak setengah menjerit gila, suaranya bergetar di udara seperti orang yang tengah kesurupan. Dia meledak dengan rentetan kata-kata yang membuat sang aktor menciut syok! “WANITA JAHAT PANTAS UNTUK DIHUKUM?! APAKAH AKU YANG MENYURUH KALIAN SEMUA MENYATAKAN CINTA KEPADAKU?! APAKAH AKU YANG MEMINTA KALIAN SEMUA UNTUK MENYUKAIKU? APA HAK KALIAN MENGATUR SIAPA YANG BERADA DI SISIKU? KALIANLAH YANG EGOIS! KALIANLAH YANG JAHAT! HANYA KARENA CINTA KALIAN TIDAK DITERIMA, LANTAS MARAH DAN INGIN BALAS DENDAM?! SUNGGUH KEKANAK-KANAKAN SEKALI! KALIANLAH PENJAHAT SESUNGGUHNYA SELAMA INI! AKU BAHKAN TIDAK PERNAH MENYURUH SESEORANG UNTUK MENJILAT LANTAI TOILET, TAPI MALAH DISURUH MENJILAT SEMUA LANTAI DI RUANGAN INI! APA ITU YANG NAMANYA KEADILAN! AKU TIDAK PERNAH MEMPERMAINKAN WANITA MELEBIHI BATAS! JUGA TIDAK PERNAH BERBUAT HAL YANG MERUSAK FISIK PRIA MANA PUN SAAT MENOLAK MEREKA! YA! AKU DULU MEMANG ANGKUH DAN AROGAN! SOMBONG DAN SEMENA-MENA! TAPI, KALIAN SEMUA SUDAH TAHU SIFATKU BEGITU, MASIH SAJA BERANI MENGATAKAN PERASAAN KALIAN! SIAPA YANG BODOH DI SINI, HAH?! SUDAH TAHU AKU PUNYA PACAR DAN ORANG YANG DISUKAI, MASIH SAJA NEKAT! KALIAN SEMUA YANG BODOH! BODOH! BODOOOHHHHH!” Casilda menjerit histeris, memaki kembali. “DENGAN ALASAN SAKIT HATI, KALIAN SEENAKNYA MENGHAKIMIKU DENGAN MEMBUAT HARGA DIRIKU HANCUR DI PESTA ITU! KALIAN SEMUA ADALAH PENJAHAT SUPER KEJI! AKU MEMBENCI KALIAN SEMUA! DAN AKU PALING MEMBENCIMU DI ANTARA MEREKA SEMUA!!!” Dengan berang dan murka, tangan kirinya berkali-kali menampar super kuat pipi sang aktor silih berganti. Ketika selesai, pria itu tertegun kaget hingga lidahnya terasa kelu. Kedua pipi aktor itu sudah memerah hebat, berdenyut sakit. Mata bingung pria ini menatap Casilda yang dadanya kini kembang kempis usai melampiaskan amarahnya begitu saja. “Kenapa? Kamu ingin melaporkanku kepada polisi? Lapor saja!” Casilda tertawa putus, ekspresinya terlihat menantang dengan wajah sudah seperti orang gila, berkata lagi: “Mungkin jika masuk penjara, bukanlah opsi yang begitu buruk! Setidaknya, tidak akan melihat muka menyebalkanmu itu untuk selamanya!” Casilda mencoba menyentak tangan kanannya lepas, tapi Arkan terus menahannya. Dalam pikiran pria ini, ada banyak hal yang bermain. Salah satunya adalah ucapan mengenai ketidakadilan yang diterima oleh sang wanita. Dia tidak pernah menyuruh siapa pun untuk menjilat lantai toilet? Lantas kenapa dia tidak melawan waktu itu? “Lepaskan aku!” koar Casilda galak. Wajah Arkan menjadi dingin. “Jika kamu sedang berakting sekarang....” “AKU TIDAK BERAKTING! MATAMU SAJA YANG SUDAH BUTA OLEH BALAS DENDAM! KAMU PIKIR DIRIMU ITU ADIL? JANGAN MIMPI! KAMU ADALAH PENJAHAT SESUNGGUHNYA! AKU JIJIK MELIHAT DIRIMU MESKI HANYA SEDETIK!” Arkan tertegun syok. Ada rasa tidak nyaman hadir di hati sang aktor. Tiap kali wanita gendut itu menyatakan kebencian dan ketidaksukaannya, seharusnya dia merasa puas. Itu artinya dia berhasil menyiksanya, bukan? Tapi, kenapa dia malah merasakan hal yang sebaliknya? “LEPASKAN AKU!” gerung Casilda murka, sudah mau menggigit tangan pria itu, tapi seketika saja tanpa peringatan sang aktor menariknya masuk ke dalam pelukannya. Casilda syok. Apa-apaan pria sialan ini?! “Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku, pria menjijikkan!” Bukannya melanjutkan amarahnya, suara sang aktor malah terdengar sangat lembut dan halus, memeluknya lebih erat: “ Dari mana saja seharian ini? Seharusnya menungguku sampai aku pulang jika ingin keluar.” Casilda bengong sebentar, lalu otaknya mulai sadar dengan keadaan saat ini. Gigi digertakkan, mata berkilat marah! “Jangan sok baik! Kamu pikir aku akan termakan dengan aktingmu ini, hah? Lepaskan aku! Kamu pikir, aku ini wanita apa yang bisa mudahnya jatuh dengan segala bujuk rayu murahanmu itu? PRIA KOTOR!” Arkan tidak mau melepaskannya, meski Casilda mulai mengumpat dengan segala macam kata-kata buruk dan menusuk gendang telinganya. Mengetahui Casilda tiba-tiba hilang ketika dirinya pulang, otaknya seperti terpanggang! Bagaimana bisa mau melepaskannya? Enak saja! *** Beberapa saat kemudian. Kedua orang ini duduk bersebelahan di sofa yang di sekitarnya tidak kalah kacau dengan di tempat lain—hasil dari amukan sang aktor. Casilda terdiam dengan wajah menunduk seolah tanpa jiwa, dan pergelangan tangannya masih saja dicengkeram oleh sang aktor. Saat ini, Casilda sudah malas berbicara dengan pria di sebelahnya. “Casilda, ibu mohon, pertimbangkan baik-baik tawaran ayahmu. Kamu juga tidak perlu bekerja keras lagi, bukan? Menikah dengan pria itu, semuanya akan berjalan mulus untukmu. Meski dia sudah pernah menikah beberapa kali, tapi ayahmu bilang dia masih muda dan sangat hebat. Kalau hanya beda beberapa tahun, bukankah tidak masalah?” Perkataan sang ibu sebelum pulang dari rumah sewa mereka, terngiang kembali di otaknya. Sungguh tega kedua orang tuanya menjual putri sendiri demi hutang dan hidup enak! Kekesalan bertubi-tubi hadir di hatinya, dan itu diperburuk dengan perlakuan Arkan saat ini. Sayangnya, jika tidak mau gila, mau tak mau Casilda harus bisa menahan diri untuk tidak mengacau sebelum bisa menemukan solusi yang tepat diri sendiri. Jika pria itu sudah pernah menikah beberapa kali, bukankah itu sangat mencurigakan? Itu artinya pria itu bermasalah, bukan? Apalagi dia adalah seorang pemilik casino! Siapa yang tahu dengan segala kelicikan dan niat jahat di hatinya itu? Dia bisa saja menipunya melalui pernikahan untuk tujuan tertentu! Sudah banyak kejadian seperti itu dibacanya di artikel kriminal! Dia tidak senaif dulu yang dengan mudah ditipu dan dibohongi! Terlebih lagi, mana ada pria normal yang mau dengan wanita gendut dan muka jerawatan sepertinya? “Sudah tenang?” Suara Arkan terdengar pelan dan samar-samar seksi di ruangan hening ini. Casilda tidak menggubrisnya, masih dalam posisi menundukkan kepala dengan tatapan kosong. Sang aktor mengeryitkan kening dalam. Sewaktu dia memeluk Casilda beberapa saat lalu, setelah puas memakinya, tangis sang wanita malah meledak hebat tidak karuan. Melolong pilu hingga membuat sang aktor panik seperti tengah menghadapi kebakaran membumbung ke langit. Kontan saja melihat tangis Casilda yang tidak berhenti itu, membuatnya serba salah dan hanya bisa memeluknya terus sampai tangisnya mereda. Bagaimana bisa dia malah menghiburnya saat ini? Bukankah seharusnya dia memarahinya sampai puas? Hati Arkan bergolak gelisah, tapi akhirnya tidak melakukan apa pun selain menemani Casilda sebagai pendengar setia. Sang aktor terkejut kecil, tiba-tiba saja melihat Casilda berdiri tanpa melihat ke arahnya. Kepalanya masih tertunduk sendu. Kedua tangan Casilda mengepal kuat. “Kamu ingin melihatku hancur total, bukan? Tidak lama lagi hal itu akan menjadi kenyataan.” Arkan mengeryitkan kening mendengar ucapannya yang super dingin. Kedua bola mata Arkan membesar kaget melihat wanita berkacamata itu menoleh kepadanya dengan tatapan hampa. Tersenyum miris seolah mengejek diri sendiri. “Aku harap kamu puas dengan kehancuran hidupku kelak,” sindir Casilda, sikapnya lebih dingin daripada sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN