Azyla keluar dari bangunan paviliun Quella, ia mengangkat tangannya memanggil seorang pelayan.
"Segara ke Perdana Menteri, katakan bahwa paviliun Lily meminta tabib untuk memeriksa Nona Sulung. Dia tiba-tiba sakit. Tubuhnya tidak bisa digerakan." Azyla menjalankan apa yang dikatakan oleh Quella kemarin. Ia harus membuat nyonya rumah senang dengan berpikir bahwa berhasil menyiksa nona mudanya.
"Baik, Pelayan Azyla." Pelayan itu segera pergi.
Arah tujuan pelayan itu bukan ke Perdana Menteri tapi ke kediaman Nyonya besar.
"Nyonya, paviliun Lily membutuhkan tabib."
Nyonya Aster tersenyum dingin, "Katakan pada monster itu, tabib sedang naik gunung."
"Baik, Nyonya."
Pelayan itu pergi. Nyonya Aster tertawa senang, ia meraih cawannya lalu menyesap teh hijau langka yang dikirimkan oleh ayahnya.
"Kau harus menundukan kepala di depanku jika kau tidak ingin sengsara, Quella." Suasana hati Nyonya Aster jadi sangat baik pagi ini.
Di paviliun Lily, saat ini Quella tengah berada di ruang rahasia. Meracik beberapa obat yang sangat berkhasiat untuk kesehatan tubuh. Ia menyiapkan obat itu untuk ayahnya. Quella tak dianggap ada oleh ayahnya tapi ia tetap memperhatikan ayahnya karena hanya pria itu yang ia punya sebagai keluarganya.
"Nona, apakah Anda tidak ingin membalas Rubah-rubah licik itu?" Azyla sudah gatal ingin memasukan racun ke makanan enam wanita yang suka bersikap kejam pada Quella.
"Sebaiknya kita kirim hadiah balasan, Zyla. Mungkin pencuci perut bisa membuat berat badan mereka tidak bertambah."
"Betapa baiknya Anda, Nona. Anda masih memperhatikan bentuk tubuh mereka." Azyla tersenyum kecil, "Waktu makan siang sebentar lagi, saya pergi, Nona."
"Baiklah, Zyla. Tolong lebih perhatikan mereka." Quella menumbuk dedaunan yang baru selesai ia pilih.
"Baik, Nona." Azyla segera pergi. Ia menyelinap ke dapur. Memasukan bubuk ke dalam makanan dan segera pergi sebelum pelayan lain datang.
Azyla kembali ke paviliun Lily tanpa diketahui oleh siapapun.
"Pastikan Tabib tidak turun gunung, Zyla!" Quella memberi arahan lain.
Zyla menyeringai, ia benar-benar senang karena akhirnya ia berada dalam pembalasan.
"Saya akan membuatnya terus naik gunung, Nona. Saya pergi."
Quella melihat ke belakang, dan ia tak menemukan Azyla lagi.
"Dia sepertinya sangat senang hari ini." Senyum kecil terlihat di wajah Quella, ia kembali fokus pada ramuannya.
Azyla mengenakan pakaian serba hitam. Ia pergi ke kediaman tabib dengan ramuan yang ia bawa. Menghilangkan kesadaran tabib adalah tujuannya, ia benar-benar akan membawa tabib keluarga Perdana Menteri ke gunung.
Suasana tempat itu sepi, nampaknya murid-murid tabib sedang mencari tanaman obat di gunung. Hati-hati dan pasti, Azyla masuk ke dalam ruangan tabib. Ia menggenggam sapu tangan yang sudah ia beri bubuk penghilang kesadaran lalu segera membekap tabib. Tubuh tabib itu kejang-kejang, memberontak dari sekapan Azyla namun hanya beberapa detik tabib itu terjatuh di lantai.
"Bawa tabib ke hutan!" Zyla memberi perintah pada orang yang ada dibelakangnya. Azyla memiliki pasukan khusus. Tidak banyak, hanya 2 orang. Tapi 2 orang ini bisa membunuh 50 prajurit dalam satu pertempuran.
"Baik, Ketua." Satu orang membawa tabib pergi.
"Ambil beberapa tanaman obat, obrak-abrik tempat ini!"
"Baik, Ketua."
Azyla membuat ini seperti perampokan. Ia adalah pelayan tapi ia memiliki pemikiran yang baik. Ia bahkan bisa memikirkan strategi perang.
Di kediaman Perdana Menteri, Nyonya Aster, dua selir dan tiga nona muda tengah menikmati makan siang mereka.
"Prett!" Suara kentut terdengar. Lima pasang mata menatap ke Nona termuda.
"Bagaimana bisa kau melakukan hal menjijikan itu di sini!" Nyonya Aster menatap tajam putri bungsu Perdana Menteri.
"Preettt!"
"B-bukan aku." Si putri bungsu cepat menggelengkan kepalanya.
"Preettt!" Suara itu terdengar lagi dari orang yang sama. Wajah Allysta merah padam. Ia menahan sakit dan malu disaat bersamaan.
"Akh!" Ia segera bangkit dari tempat duduknya dan melangkah cepat. Ia tidak mungkin buang air besar di tempat itu.
Seperginya Allysta, gantian Nyonya Besar yang buang angin beserta baunya yang tidak sedap. Sama dengan Allysta, Nyonya itu pergi dan melangkah cepat.
Tak ada waktu bagi empat wanita di sana untuk mentertawakan meski mereka sangat ingin, tapi perut mereka tak mengizinkan. Mereka meninggalkan tempat makan dengan cepat.
Quella tersenyum tipis, "Tidak akan berhenti hingga malam hari. Kalian harus berterimakasih padaku karena sudah memperhatikan kalian."
Quella bangkit dari tempat duduknya, ia selesai dengan obat untuk ayahnya. Kini ia membaca buku ramuan yang belum ia pelajari. Kesibukannya adalah belajar. Meski ia tidak disekolahkan di sekolah bangsawan tapi ia memiliki otak yang pandai. Ia bisa menghafal dengan baik. Sejarah kerajaan bahkan bisa ia ingat dengan baik meski buku itu telah ia baca sekitar 3 tahun lalu. Dari semua buku yang Quella baca, ia sangat menyukai buku pengobatan. Itulah kenapa ia selalu keluar dari kediamannya dengan sembunyi untuk membeli buku-buku tentang pengobatan. Sebenarnya milik pengasuhnya adalah yang paling lengkap sejauh ini, tapi Quella ingin belajar dari buku lain.
Sejauh ini dia hanya tidak tertarik pada beladiri, tapi dia sering memperhatikan Azyla berlatih beladiri. Quella pikir itu tidak akan sulit, namun minatnya pada beladiri sangatlah sedikit. Satu-satunya yang ia bisa dengan persenjataan adalah panah. Ia lebih suka membunuh dari jauh menggunakan panah daripada dengan pedang dari jarak dekat.
Waktu berlalu, matahari sudah kembali ke tempatnya. Quella menyelesaikan buku yang ia baca.
"Zyla, siapkan air mandianku!"
"Baik, Nona." Azyla segera menjalankan tugasnya. Ia telah kembali sejak matahari bergerak turun tapi ia tidak mengganggu Nonanya membaca karena ia tahu bahwa Nonanya tak suka diganggu ketika membaca.
Quella melepaskan pakaian yang ia kenakan, menggantinya dengan kain lalu pergi ke pemandian.
"Apakah Ayah sudah kembali?" Ia masuk ke pemandian.
"Belum, Nona. Nampaknya masalah di provinsi belum selesai." Zyla menuangkan s**u ke bahu Quella, "Apakah Anda ingin saya memasukan obat ke kediaman Perdana Menteri?"
"Hm, lakukan sebelum dia kembali."
"Setelah ini akan saya lakukan, Nona."