ISTRI MUDA

1072 Kata
Tubuh Pram yang bermandikan keringat terhempas di atas tubuh Hanum, Hanum tidak berani untuk protes, meski merasakan beratnya tubuh Pram yang menimpanya. Napas Pram yang memburu, seperti bersahutan dengan napas Hanum. Cukup lama mereka pada posisi itu, Hanum sendiri sudah terseret ke dalam alam mimpi. Pram menarik dirinya dari atas tubun Hanum, ia menghempaskan tubuhnya di sisi Hanum. Pandangannya lurus ke arah dinding, dimana masih tergantung foto saat resepsi pernikahannya bersama Evita. "Tidak lama lagi, kita pasti akan kembali bersama Evi," gumam Pram dengan keyakinan penuh di dalam hatinya. Pram mengusap wajah dengan telapak tangannya. Ditolehkan kepalanya ke arah Hanum. Pram bangun dari berbaringnya, lalu ia menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Hanum, namun bercak merah di paha Hanum membuatnya mengurungkan niatnya. Ia berlutut dan membungkuk di dekat paha Hanum. Disentuhnya bercak merah yang berasal dari darah perawan Hanum. 'Ya Tuhan, ini pertama kalinya aku melukai seorang wanita. Hhhh, bukan dia belum jadi wanita, dia masih gadis bau kencur yang tidak tahu apa-apa. Haaahhh, kenapa aku tiba-tiba merasa jadi seorang p*******a. Dia lebih pantas jadi anakku dari pada istriku. Hmmmhhh, tapi semua sudah terjadi, semoga saja Hanum cepat hamil, dan kontrak kami segera berakhir.' Akhirnya Pram menyelimuti tubuh Hanum, ditatap wajah polos Hanum yang sudah membuatnya kesal sepanjang malam. "Polos, tapi banyak bicara!" Gumam Pram menggerutu. Pram turun dari ranjang, ia masuk ke kamar mandi, lalu ke luar, dan mengambil celana boxernya dari lemari. Setelah mengenakan celana, ia kembali berbaring di sebelah Hanum, ia berusaha untuk tidur, meski sisa kenikmatan bercinta dengan Hanum tadi terus membayangi. ***** Pram terbangun, dan tidak menemukan Hanum di atas ranjang. Pram mengusap wajah, ia yakin Hanum pasti kembali ke kamarnya sendiri. "Enghhh ...." suara erangan membuat Pram terlonjak bangun. Ia terkesiap melihat Hanum yang terbaring tertelungkup di atas lantai. "Ya Tuhan, kenapa kau berbaring di lantai!?" Seru Pram yang langsung duduk di tepi ranjang. "Saya jatuh Tuan," Hanum bangun, dan duduk bersila di atas lantai. Selimut masih menutupi tubuhnya. "Kenapa bisa jatuh?" "Saya tidak pernah tidur di atas ranjang." "Lalu selama ini kamu tidur di mana?" "Di kasur yang digelar di lantai," jawab Hanum, ia mengelus kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba pandangannya menatap foto Pram, dan Evita yang tergantung di dinding di hadapannya. "Itu siapa?" Telunjuk Hanum lurus menunjuk ke arah foto. "Istriku," jawab Pram dengan perasaan bangga. Mulut Hanum ternganga. "Jadi Tuan sudah punya istri?" "Hmm ...." Pram menganggukan kepala. "Jadi saya istri muda," telunjuk Hanum menunjuk dirinya sendiri. "Hmmm," Pram menganggukan kepala. "Ya Tuhan, bagaimana kalau istri Tuan tahu Tuan kawin lagi? Saya takut nanti seperti Teh Mimin yang diludahi, dijambak-jambak, dicakar-cakar oleh Bik Nunung, karena Teh Mimin mau jadi istri muda Mang Darsuki, suaminya Bik Nunung," cerocos Hanum dengan wajah ketakutan. Dan, Pram justru sangat menikmati saat melihat ketakutan di wajah Hanum. "Itu nasibmu Hanum, kenapa bersedia menikah denganku," ujar Pram. Ia sengaja tidak menceritakan pada Hanum kalau ia sudah menjatuhkan talak pada Evita. "Itu salah Tuan, kenapa sudah punya istri secantik bidadari, tapi masih mencari istri lagi," sahut Hanum yang membuat Pram mati kutu. "Jadi ini bagaimana Tuan?" Tanya Hanum karena Pram diam saja. "Bagaimana apanya?" "Istri Tuan, bagaimana kalau dia tahu." "Dia tahu aku menikahimu," sahut Pram cepat. "Hmmm" mata Hanum melebar menatap Pram dengan bingung. "Tuan menikahi saya karena ingin saya hamil. Terus setelah saya hamil, kontrak kita berakhir, itu artinya Tuan tidak menginginkan anak Tuan yang saya kandung. Ehmm, saya jadi bingung. Biasanya orang kawin lagi, dan atas ijin istrinya, itu karena ingin punya anak, tapi Tuan ... enghhh, pusing euyy ...." Hanum menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Pram menatap fotonya bersama Evita. Gumaman Hanum barusan membuatnya terpikir, akan bagaimana nasib anak yang dikandung Hanum nanti, karena ia yakin Evita pasti akan menolak untuk mengasuhnya. Di dalam kontrak mereka, tidak ada poin yang membahas masalah anak itu. Pram jadi berpikir, bagaimana kalau setelah mereka berpisah, lalu Hanum menggugurkan kandungannya, karena merasa tak mampu mengasuhnya. Padahal itu darah dagingnya, anak yang sangat diinginkannya. 'Hhhh, aku pikirkan nanti saja soal itu, sekarang fokus untuk membuat Evita kembali dulu padaku.' "Enghhh, sssshhh" Hanum mendesis kesakitan, saat ia mencoba bangkit dari duduknya. Pram tidak berusaha untuk membantunya. "Maaf Tuan, boleh saya kembali ke kamar saya. Sebentar lagi subuh, saya harus mandi, dan sholat subuh." Hanum sudah berdiri tegak, matanya menatap Pram yang masih duduk di tepi ranjang. "Hmm, pergilah." Pram mengibaskan tangannya. "Selimutnya boleh saya pinjam dulu ya, Tuan. Nanti setelah dicuci saya kembalikan." "Hmmn ...." Pram menganggukan kepalanya. Hanum berjalan dengan menyeret selimut yang membungkus tubuhnya. Meski terasa nyeri, tapi ia tetap memaksakan diri untuk melangkahkan kaki. Hanum masuk ke dalam kamarnya, ia duduk di tepi dipan kecil yang ada di sana. 'Ehmm, aku sudah tidak perawan lagi. Aku sudah menjadi bagian dari wanita-wanita yang dinikahi secara siri. Tidak ada seorang gadispun yang ingin berada pada posisi ini, tapi ini adalah pilihan terbaik yang harus aku jalani. Dari pada aku harus menjual diri, karena aku tidak berpendidikan, dan tidak mempunyai keahlian sebagai pegangan dalam menuju masa depan. Bapak, Ibu, maafkan putrimu ini, yang tidak bisa mengikuti pesan-pesan yang pernah kalian ucapkan padaku. Tapi aku berjanji, akan tetap menjadi orang jujur di manapun aku berada.' Hanum menghapus air matanya, dilepas selimut yang membungkus tubuhnya, dicari handuk di dalam tasnya. Lalu ia lilitkan di d**a, Hanum ke luar dari kamar, ia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di sebelah kamarnya. Sementara Pram berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Ia masih menikmati kecantika Evita yang terpampang dalam foto di depannya. Kecantikan yang membuatnya tergila-gila, dan tidak perduli dengan hal yang lainnya. "Aku mencintaimu, aku merindukanmu. Cintaku hanya untukmu, Vi. Apapun akan aku lakukan untuk membuktikan rasa cintaku padamu," gumam Pram sendirian. Tatapannya pada foto Evita, menyiratkan kekaguman yang teramat sangat dalam pada Evita. **********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN